Hasil Survei Global Corruption Barometer, DPRD Lembaga Ketiga Terkorup

disampaikan Transparency International (TI) Indonesia pada Maret 2017, DPRD menempati posisi ketiga sebagai lembaga terkorup di Tanah Air.

Penulis: Noval Andriansyah | Editor: Ridwan Hardiansyah
Tribunlampung.co.id/Noval Andriansyah
Ilustrasi - Rapat Paripurna DPRD Lampung. 

Laporan Reporter Tribun Lampung Noval Andriansyah

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Dalam survei Global Corruption Barometer yang disampaikan Transparency International (TI) Indonesia pada Maret 2017, DPRD menempati posisi ketiga sebagai lembaga terkorup di Tanah Air.

Sekretaris Jenderal TI Indonesia, Dadang Trisasongko, mengungkapkan, DPRD memiliki persentase 47 persen, di bawah DPR (54 persen) dan birokrasi (50 persen).

"Dalam konteks Indonesia, korupsi masih meningkat, dengan lembaga-lembaga pemerintahan seperti DPR, birokasi, DPRD. Sektor pajak dipersepsikan sebagai lembaga terkorup," papar Dadang, Senin (19/2/2018).

Potensi korupsi di DPRD, lanjut Dadang, terjadi akibat penyimpangan fungsi pengawasan, yang menjadi satu dari tiga fungsi DPRD.

Hal itu karena sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap eksekutif,

DPRD justru tidak mendapat pengawasan lembaga lain.

"Selama ini, terjadi seperti itu. Karena bertugas mengawasi dan tidak diawasi, akhirnya bisa disalahgunakan," ungkap Dadang.

Baca: Complicated, Ibu-ibu Curhat Soal Susahnya Ikuti Kehidupan Glamor Sosialita, Videonya Bikin Ngakak

Baca: 10 Orang Superkaya Ini Selalu Tampil Sederhana, Punya 8 Kebiasaan yang Patut Ditiru

Kasus korupsi di DPRD yang kerap terjadi, menurut Dadang, adalah "perdagangan" persetujuan APBD.

Legislator seharusnya bertugas mengawasi anggaran-anggaran yang tidak sesuai dalam APBD, yang diajukan eksekutif.

Tetapi pada akhirnya, DPRD malah "kongkalikong" dengan memanfaatkan kewenangan yang dimiliki.

"Sekarang ini, banyak korupsi kasus ketuk palu APBD di DPRD. Kalau mau anggaran disetujui, eksekutif harus membayar kepada legislatif. Belum lagi, penyimpangan lain di eksekutif, yang seharusnya mendapat tindakan legislatif selaku pengawas, tetapi malah DPRD menjadi partner dalam penyimpangan tersebut," papar Dadang.

Serupa, Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, fungsi pengawasan DPRD telah menjadi celah korupsi.

Bahkan di beberapa DPRD di Indonesia, fungsi pengawasan seolah telah ditukar dengan proyek.

Baca: Istri Jual Murah Suaminya di Situs Online, Kasih Rp 10 Ribu Masih Ada Kembaliannya

"Seharusnya menjadi pengawas atas penyimpangan dalam APBD, mereka malah mencari proyek dalam APBD. Banyak kan anggota DPRD yang tertangkap KPK karena meminta uang agar pengesahan APBD lancar," ucap Uchok.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved