Di Sinilah Salat Tarawih Terpanjang, Digilir sejak Isya Hingga Menjelang Subuh
Di pertengahan malam, tepatnya pukul 23.00, giliran Masjid Ba 'Alawi, masjid tua nan bersejarah yang melangsungkan salat Tarawih.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Menemukan adat yang berbeda dengan kampung halaman menjadi obat penawar tersendiri bagi perantauan, termasuk pelajar dan mahasiswa di Kota Tarim, Provinsi Hadramaut, Republik Yaman.
Salah satunya salat Tarawih. Dari tibanya waktu salat Isya sampai menjelang sahur, selalu ada saja masjid yang mendirikan salat Tarawih.
Jadwal masjid-masjid di sini seakan bergilir, yang mana memudahkan bagi setiap warga, termasuk para anak perantauan, untuk memilih waktu yang pas.
Masjid As-Sahl misalnya, yang memulainya pada pukul 20.30. Masjid Ubadah pada pukul 20.45 dan Masjid Bir pukul 21.00.
Begitu banyak pilihan untuk mereka yang ingin memulainya di awal waktu, termasuk Musala Ahlu Kisa pada pukul 20.45 berlokasi tepat di dalam lembaga Darul Musthofa (DM).
Baca: Alasan Pelawak Ratmi B-29 Dimakamkan di TMP Kalibata
Di pertengahan malam, tepatnya pukul 23.00, giliran Masjid Ba 'Alawi, masjid tua nan bersejarah yang melangsungkan salat Tarawih.

Masjid ini berjuluk “masjidil qoum” yang berarti induk dari segala masjid.
Konon, salah satu sebab julukan tersebut karena warga Tarim begitu mengistimewakan masjid ini. Bahkan, dalam penaruhan waktu salat Tarawih saja, tak ada masjid yang menyamai jadwal Masjid Ba’alwi ini.
Masjid favorit lain yaitu Masjid Umar Al-Muhdhar. Masjid dengan menara tinggi yang terbuat dari tanah liat ini melangsungkan salat Tarawih tepat pukul 00.30.

Meski sudah larut malam, sama sekali tidak menyurutkan semangat warga Tarim tuk melaksanakan salat Tarawih. Bisa terlihat dari panjangnya saf yang diisi para jamaah. Bahkan, tak sedikit anak-anak kecil juga terlihat di sela-sela saf tersebut.
Baca: Final NBA 2018, LeBron Ukir Rekor Poin, Cavs Takluk dari Warriors
Setelah itu, sekitar pukul 01.15 giliran Masjid Jami’ Tarim yang menjadi tujuan.
Selain masjid yang bersejarah, yang menjadi imam salat Tarawih di masjid ini adalah Habib Ali Masyhur bin Hafidz (saudara kandung Al Habib Umar bin Hafidz).

Walaupun sudah sangat berumur, beliau tetap semangat mengimami jamaah. Hal itu membuat kami yang notabenenya berumur setengah abad lebih muda merasa sangat malu dengan semangat yang masih setengah-setengah.
Itulah secuil kisah yang bisa saya sharing tentang Ramadan dan Kota Tarim. Memang membahas keduanya tak mengenal kata habis.
Ada saja hal-hal baru nan unik yang perlu dibahas. Terlebih lagi jika itu dirasakan anak perantauan yang notabenenya haus akan sesuatu yang baru nun berbeda.
Itu akan terus tersimpan di memori ingatan mereka, terutama ketika sudah selesai dari masa perantauan.
Tertarik untuk “melancongkan” kehidupan Anda dan menikmati sensasi “penderitaan” sebagai anak perantauan. (Alfath Ardiansyah)