Jadi Tersangka Dugaan Pelecehan Topi Adat, Caleg Sneo Aji:Saya Manusia Biasa, Saya Minta Maaf
Jadi Tersangka Dugaan Pelecehan Topi Adat, Caleg Sneo Aji:Saya Manusia Biasa, Saya Minta Maaf
Editor:
Safruddin
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tersangka dugaan pelecehan topi adat Lampung Saibatin, Seno Aji, akhirnya buka suara terkait kasus yang menimpanya.
Ia kembali menyampaikan permohonan maaf dan akan menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran.
"Ada hikmah yang baik untuk pribadi saya ketika masalah ini muncul. Saya hanya manusia biasa. Sekali lagi, dari hati yang paling dalam, saya minta maaf," kata Seno kepada Tribun Lampung, Sabtu (17/11) pagi.
Seno pun berharap masalah ini bisa selesai secara kekeluargaan. Bahkan, ia ingin semakin mendekatkan diri dan menjadi bagian dari keluarga besar adat Lampung, khususnya Saibatin.
Baca: Ketahuan Adik Ipar Jalan di Pasar, Begitu Diselidiki Wanita Ini Ternyata Check In dengan Berondong
"Saya juga cinta dengan adat dan budaya Lampung. Dengan adanya masalah ini, justru memunculkan hasrat saya untuk jadi bagian dari keluarga besar adat Lampung, khususnya Saibatin," ujarnya.
"Saya akan menemui lagi tokoh-tokoh adat. Harapannya, masalah ini segera selesai secara kekeluargaan dan tercapai perdamaian," kata calon anggota legislatif untuk DPRD Bandar Lampung dari Partai Golkar itu.
Sementara Amir Faizal Sanjaya, pelapor kasus dugaan pelecehan topi adat Saibatin, mengungkap akan ada pertemuan pada Rabu (21/11) pekan ini.
Agendanya, jelas dia, membicarakan mengenai antak (pengakuan) salah dari Seno Aji.
"Rencananya, Rabu ada pertemuan adat di Lampung Selatan untuk membicarakan soal antak SA (Seno Aji) dalam konteks adat. Akan hadir kurang lebih 300-500 orang," katanya melalui ponsel, Minggu (18/11).
Pertemuan tersebut, menurut Amir, atas keinginan Seno. Tokoh-tokoh adat pun, sambung dia, akan menerima sowan itu.
Namun demikian, ia menyatakan pertemuan tersebut hanya terkait adat, bukan hukum.
Baca: Mobil Pria Tewas Dalam Drum di Bogor Hilang di Parkiran Stasiun, Jasadnya Ditemukan Hanya Bersepatu
"Pertemuan Rabu nanti bicara soal adat. Pengakuan salah dari SA secara adat," ujarnya.
"Tapi, bukan bicara hukum. Untuk proses hukum, kami hargai prosesnya," sambung Amir.
Ia pun berharap pertemuan adat nanti berjalan sesuai koridor adat yang ada.
"Dan mudahan-mudahan ini menjadi pembelajaran bagi semua masyarakat untuk tidak bermain-main dengan urusan adat," imbuhnya.
Musyawarah
Panglima Alif Jaya dari Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong Wilayah Selatan atau Way Handak mengungkap adanya pertemuan antara Seno Aji dengan keluarga Kerajaan Sekala Brak di Gedung Dalom, Bandar Lampung, Kamis (15/11) lalu.
Dalam pertemuan itu, jelas dia, Seno menyampaikan permintaan maaf.
"Intinya begini. Saudara Seno Aji datang ke keluarga besar kami. Beliau menyampaikan niat baik, permintaan maaf," kata Panglima Alif Jaya, Jumat (16/11).
Meskipun demikian, ungkap Panglima Alif Jaya, pihak adat yang mengikuti pertemuan itu belum mengambil keputusan.
"Karena ini menyangkut keluarga besar, maka masih akan ada musyawarah bersama para pangeran," ujarnya. "Saran paduka, kalau yang bersangkutan minta maaf, harus kami maafkan.
Tapi, bukan berarti menghentikan proses hukum. Permintaan maaf pun ada prosesi adat dan ada tahapannya," imbuh Panglima Alif Jaya.
Kejaksaan Tinggi Lampung telah menerima pelimpahan berkas dari Polda Lampung terkait kasus dugaan pelecehan topi adat Lampung.
Namun, kejati mengembalikan berkas itu dengan alasan belum lengkap.
"Polda sudah mengirim berkas atas nama Seno Aji ke kejati. Itu benar. Jaksa memiliki waktu 14 hari untuk meneliti berkas perkara," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Lampung Agus Ari Wibowo, Jumat (16/11). "Tapi, jaksa mengembalikan berkas ke polda," sambungnya.
Terkait apa yang belum lengkap dari berkas perkara tersebut, Ari tidak menjelaskan secara rinci.
"Petunjuk selengkapnya, di penyidik. Jaksa masih punya waktu dalam tujuh hari," ujarnya.
Pengamat Tony Wijaya mengingatkan agar masyarakat harus cerdas menggunakan media sosial maupun aplikasi percakapan.
Perhatikan secara seksama apa yang menjadi konteks dari unggahan di medsos maupun grup-grup aplikasi percakapan.
Jangan sampai melakukan tindakan spontan yang akhirnya merugikan diri sendiri.
Apalagi bagi pejabat publik ataupun calon pejabat publik. Secara tidak sadar, pejabat publik ataupun calon pejabat publik akan menjadi sorotan.
Kalaupun ingin membicarakan tentang SARA (suku, agama, ras, antargolongan), hati- hati dan harus ada etika. Cermati tulisan ataupun gambar. Sebab, walaupun bercanda, bisa saja bermasalah.
Etika itu sama halnya dengan moralitas. Selain itu, juga ada hukum legal dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kalau sudah melanggar etika ketika mengunggah tulisan ataupun gambar, maka pasti akan dekat dengan hukum. Makanya, dalam literasi bermedia sosial itu, ada juga etika hukum. (byu)
Berita Terkait