102 Penyimbang Adat dan Sai Batin Marga Berkumpul
Sebanyak 102 dari 127 Penyimbang Adat dan Sai Batin Marga yang ada di Lampung berkumpul di Istana Kerajaan Paksi Pak Skala Brak
Laporan Reporter Tribun Lampung Beni Yulianto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Sebanyak 102 dari 127 Penyimbang Adat dan Sai Batin Marga yang ada di Lampung berkumpul di Istana Kerajaan Paksi Pak Skala Brak, Lamban Gedung Kuning, Sukarame, Bandar Lampung, Sabtu (14/9). Silaturahmi tokoh adat Lampung seperti ini merupakan yang pertama setelah 65 tahun silam. Dalam silaturahmi tokoh adat ini, mereka sepakat menjadikan adat Pepadun dan Sai Batin menjadi satu kebudayaan adat Lampung.
Batin Gusti Raja Perwira Negara Brigjen Ike Edwin selaku Perdana Menteri Kerajaan Skala Brak mengatakan, Skala Brak termasuk dalam 10 kerajaan tertua di Indonesia. "Karena itu, kita selaku orang Lampung harus bangga. Pertemuan Sai Batin Marga dan Penyimbang Adat ini sudah 65 tahun tidak pernah diselenggara. Alhamdulillah, sekarang berkumpul sekitar 90 persen," kata Ike.
Dari total sekitar 150 kerajaan di nusantara, terus Ike, Kerajaan Skala Brak masuk dalam tiga besar kerajaan tertua. "Yakni Kerajaan Kutai, Kerajaan Data, dan kita, Kerajaan Skala Brak. Jadi, kita patut bangga dan harus melestarikan budaya nenek moyang kita ini," ucapnya.
Dalam acara ini, hadir beberapa tokoh adat, di antaranya, Abdurrahman Sarbini (Mance), mewakili Tegamoan, Megow Pak Tulang Bawang, dan perwakilan Sai Batin Marga serta Penyimbang Adat dari seluruh Lampung. Tampak pula tokoh pemerintahan, seperti Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza, Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri, Ketua DPD Partai Demokrat yang juga bacagub Lampung M Ridho Ficardo, dan bacagub dari jalur independen Amalsyah Tarmizi.
Ike juga berpesan kepada pemda setempat agar ikut andil dalam melestarikan budaya bangsa. Salah satunya dengan memasukkan nama Kerajaan Skala Brak sebagai nama jalan di Lampung, termasuk suntan dan istilah-istilah adat.
"Saya bersyukur ada wacana itu (nama kerajaan dijadikan nama jalan) dari DPRD Lampung, termasuk nama-nama Buay, Marga, dijadikan jalan di kampung-kampung. Bahkan, jika memang akan dibahas, saya siap untuk hadir dalam pembahasan di DPRD," jelas Wakapolda Sulawesi Selatan ini.
Di sini juga ada calon gubernur dan bupati. Saya titip betul itu. Tolong nama jalan seperti nama Buay, Marga dimasukkan sebagai nama jalan," harapnya.
Ironisnya, terus Ike, nama kerajaan lain seperti Majapahit dan Padjajaran, sudah ada di Lampung. Sedangkan nama kerajaan di Lampung sendiri tidak ada. "Lampung ini ditopang dua kekuatan besar, yakni Sai Batin dan Pepadun, yang melestarikan budaya sebagai salah satu menjaga persatuan dan meminimalisasi konflik di tengah masyarakat," paparnya.
Dia menambahkan, kali terakhir silaturahmi seperti ini digelar pada 1948 silam. Untuk itu, dia meminta kegiatan seperti ini terus digalakkan. Ia juga mengimbau setiap kegiatan adat diadakan di Lamban Gedung Kuning.
Ike juga mengaku miris dengan kebudayaan Lampung yang mulai tersisih. Jika tidak dilestarikan, dikhawatirkan kebudayaan Lampung bisa punah. "Hippun Sebatin dan Marga harus terus digalakkan. Kita harus jadi tuan di negeri sendiri. Bahasa lampung sudah hampir hilang di area publik," imbuhnya.
Sejak tahun 1949, sistem kerajaan di Indonesia dihapus, kecuali Jogjakarta. Namun, bukan berarti hal itu menghapus kebudayaan di tengah-tengah masyarakat. "Yang dihapus adalah pemerintahannya, bukan kerajaannya," tambahnya.
Pangeran Edward Syah Pernong, raja ke-23 Kerajaan Skala Brak Kepaksian Pernong, mengatakan, adat dan budaya memiliki peranan penting dalam menjaga keamanan. "Tidak ada Pepadun dan Sai Batin. Semua satu. Sai Batin dan Pepadun itu kekayaan budaya Lampung. Budaya daerah sebagai penopang kebudayaan nasional," kata mantan Wakapolda Maluku Utara ini.
Ridho Ficardo, yang mewakil Marga Pepadun, menyatakan apresiasinya terhadap digelarnya acara ini. "Apresiasi kepada Suntan Paksi Pak Sekala Brak dalam acara silaturahmi ini. Mudah-mudahan adat adalah salah satu cara mempersatukan bangsa," katanya.
Bumi Lampung, kata Ridho, didukung dengan dua kekuatan adat, yakni Pepadun dan Sai Batin. Selama ini keduanya satu dan hidup rukun dalam satu naungan budaya Lampung. "Kebudayaan, adat Lampung sudah memprihatinkan. Bahkan, kata orang terancam punah. Kalau bukan kita, Sai Batin dan Pepadun, siapa lagi yang menanamkan adat budaya Lampung ini," jelasnya. (ben)