Penyimpangan Anggaran Perjalanan Dinas di Lampung Masuk Tipikor
Kalau itu terkait penggunaan anggaran yang dilakukan pegawai negara, itu bisa masuk tindak pidana korupsi (tipikor).
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG- Pengembalian potensi kerugian kas daerah akibat penyimpangan penggunaan anggaran perjalanan dinas (perjas) tahun 2013, bukan berarti bisa menghentikan proses pemeriksaan hukum terhadap penyimpangan tersebut.
Pengamat Hukum Pidana Lampung Wahyu Sasongko mengungkapkan, apabila penyimpangan dilakukan secara sengaja dan memenuhi unsur-unsur pidana, maka proses hukum harus tetap dilakukan. Meskipun, pengguna anggaran telah mengembalikan potensi kerugian negara.
"Kalau itu terkait penggunaan anggaran yang dilakukan pegawai negara, itu bisa masuk tindak pidana korupsi (tipikor). Itu kejahatan luar biasa. Proses hukum harus tetap berlanjut walaupun kerugian-kerugian kas daerah telah dikembalikan," kata Wahyu, Senin (14/7).
Aturan hukum pelaksanaan proses hukum tersebut, lanjut Wahyu, terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Pasal tersebut menyatakan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.
Penyimpangan penggunaan anggaran perjas tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan 10 pemerintah daerah (pemda) di Lampung tahun 2013. Indikasi penyimpangan penggunaan anggaran perjas terjadi karena bukti yang disampaikan dalam laporan hasil perjas, tidak sesuai dengan hasil verifikasi yang dilakukan BPK.
Misalnya dalam LHP Nomor 23C/LHP/XVIII.BLP/05/2014 tanggal 16 Mei 2014, BPK menemukan perbedaan moda transportasi dalam pelaksanaan perjas di Pemkab Tulangbawang Barat (Tubabar).
Pada dokumen pertanggungjawaban bendahara pengeluaran, pelaksanaan perjas dilaporkan menggunakan pesawat sebesar Rp 84,45 juta. Tetapi, hasil verifikasi BPK menyatakan, hal tersebut tidak sesuai dengan data manifest penerbangan.
Bahkan, hasil keterangan yang dihimpun BPK dari pegawai yang melaksanakan perjas, perjalanan justru dilakukan menggunakan transportasi darat dengan anggaran sebesar Rp 22,92 juta. Sehingga, ada potensi kerugian daerah sebesar Rp 61,53 juta.
Atau pada LHP Nomor 20C/LHP/XVIII.BLP/05/2014 tanggal 9 Mei 2014, BPK tidak dapat meyakini kebenaran lampiran bukti penginapan hotel dalam surat pertanggungjawaban (SPJ) perjalanan dinas di Sekretariat DPRD Metro.
Karena, hasil verifikasi BPK menemukan bukti pembayaran hotel dalam SPJ tidak tidak sesuai dengan bukti pembayaran hotel sebenarnya. Bahkan dari hasil konfirmasi, nama-nama pegawai maupun anggota DPRD yang melakukan perjas tidak terdapat dalam daftar tamu hotel, yang pernah menginap di hotel tersebut.
Atas temuan BPK tersebut, Pemkab Tubabar maupun Pemkot Metro telah mengembalikan seluruh potensi kerugian kas daerah dari anggaran perjas. Pengembalian penuh juga dilakukan Pemkot Bandar Lampung, Pemkab Pringsewu, dan Pemkab Lampung Barat.
Sementara, Pemprov Lampung, Pemkab Pesawaran, Pemkab Lampung Timur, dan Pemkab Lampung Tengah baru mengembalikan sebagian dari potensi kerugian kas daerah dalam temuan BPK. Adapun Pemkab Way Kanan belum melakukan pengembalian potensi kerugian kas daerah.
Menurut Wahyu, hasil temuan-temuan BPK tersebut menunjukkan adanya upaya kesengajaan untuk mendapatkan keuntungan berlebih dari penggunaan anggaran perjas yang tersedia. Di mana upaya yang dilakukan menyalahi peraturan yang berlaku.
"Itu kan fiktif. Berangkat (perjas) memakai transportasi darat tetapi dilaporkan menggunakan pesawat. Itu sudah dilakukan sengaja. Mereka mau ambil untung dari selisih harga, antara tiket pesawat dengan ongkos bus," papar Wahyu.