Ahli Agama dan Imam Masjid tapi Cacat, Bolehkah?

Saya mau bertanya, ada seorang ahli agama tapi matanya cacat sebelah, dia imam dalam masjid.

Penulis: Eka Ahmad Sholichin | Editor: soni

Juga berdasarkan hadits Abu Sa'id Al-Khudri Ra,

Rasulullah SAW mengatakan, "Jika kalian berjumlah tiga orang (dan hendak mengerjakan salat berjamaah) maka hendaklah salah seorang dari kalian yang paling banyak hafalannya (qori') menjadi imam". (HR. Muslim)

2. Orang Yang Lebih Mengerti Tentang Sunnah

Para ulama telah bersepakat bahwa orang yang lebih hafal Al Qur'an (aqra' li kitabillah) dan orang yang lebih paham as sunah (afqah) lebih berhak menjadi imam, melebihi orang-orang lain.

Apabila terjadi, ada beberapa orang yang sama bagus dalam hafalan dan bacaan Al Qur'annya, maka dilihat pemahamannya tentang sunnah diantara mereka. Maka dalam hal ini, orang yang lebih paham dan mengetahui tentang sunnah hendaknya lebih diutamakan berdasarkan sabda Rasulullah SAW,

"Jika mereka sama dalam hal bacaan Al Qur'an, maka yang mengimami adalah orang yang lebih tahu tentang as sunah".

3. Orang Yang Lebih Dahulu Berhijrah Dari Negeri Kafir Ke Negeri Islam

Hijrah dalam hal ini, tidak hanya dibatasi dengan hijrah yang terjadi pada masa Rasulullah SAW namun juga berlaku bagi hijrahnya seseorang yang berhijrah dalam rangka ketaatan untuk menyelamatkan agamanya dari negeri kafir ke negeri Islam.

4. Orang Yang Lebih Dahulu Masuk Islam

Hal ini terjadi jika ketiga urutan di atas masih sepadan. Kemudian dilihat siapa yang lebih dahulu masuk Islam jika sebelumnya dia bukan pemeluk agama Islam.

5. Orang Yang Lebih Tua Usianya

Jika keempat syarat di atas masih juga seimbang maka yang terakhir adalah mempertimbangkan faktor usia.

Jadi pada dasarnya orang cacat mata / buta memiliki kedudukan yang sama dengan orang yang melihat dengan catatan fasih dalam bacaan Al - Qur'annya dan dia dapat dijadikan imam dalam salat. Hal ini berdasarkan pada hadits Mahmud bin Ar-Rabi':

"Sesungguhnya 'Itbaan bin Malik dahulu mengimami salat kaumnya". (Muttafaqun `alaihi)

Dan pernyataan Aisyah Ra, "Ibnu Umi Maktum dijadikan pengganti (Rasulullah) di Madinah mengimami salat penduduknya". (HR. Ibnu Hibban dan Abu Ya'la. Dikatakan penulis kitab Shahih Fiqh Sunnah, bahwa hadits ini shahih li ghoirihi).

Bahkan setelah dihitung-hitung tugas keimaman Ibnu Ummi Maktum telah mecapai tiga belas kali. Itu menjadi dalil - dalil sahnya keimaman orang buta tanpa ada nilai kemakruhan.

H Mawardi AS
Ketua MUI Lampung

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved