Ibadah Haji 2016

Katering Haji: Orang Indonesia Itu Makan Tidak Banyak Tapi Rasa Penting

Semua jenis masakan yang disajikan itu adalah menu rumahan. Tidak ada satu pun menu lokal Arab Saudi yang terdaftar di situ.

Editor: Reny Fitriani
zoom-inlihat foto Katering Haji: Orang Indonesia Itu Makan Tidak Banyak Tapi Rasa Penting
Antara/Gusti NC Aryani
Tim penanggung jawab katering haji 2016, Kamis siang waktu Arab Saudi, menyaksikan demo memasak salah salah satu perusahaan penyedia katering haji. Perusahaan penyedia katering haji diminta menggunakan juru masak Indonesia untuk menjamin cita rasa Indonesia.

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - "Jauh-jauh ke Arab Saudi makan rendang lagi, rendang lagi."

Mungkin itu yang akan terbayang di benak sebagian besar orang yang membaca daftar menu konsumsi jamaah haji yang dikeluarkan pemerintah.

Deretan variasi menu yang ada memunculkan jenis-jenis menu lokal sederhana yang akrab di telinga dan mulut hampir seluruh rakyat Indonesia, sebut saya ayam semur, ikan bumbu bali, daging bumbu lada hitam ataupun terong balado.

Semua jenis masakan yang disajikan itu adalah menu rumahan. Tidak ada satu pun menu lokal Arab Saudi yang terdaftar di situ.

Untuk memastikan rendang ataupun ayam semur yang dibuat nantinya betul-betul bercita rasa lokal pemerintah bahkan tak hanya meminta bumbu-bumbunya diimpor langsung dari Indonesia tapi juru masaknya juga harus orang Indonesia.

"Kami tak ingin makanan itu tampak seperti rendang tapi rasanya jauh dari itu. Orang Indonesia itu makan tidak banyak tapi rasa penting," kata Kepala Daerah Kerja Mekkah Arsyad Hidayat terkait kebijakan pemerintah menyajikan menu Indonesia selama jamaah haji berada di Tanah Suci.

Tapi mengapa harus bersusah payah untuk menyediakan menu Indonesia? Bukankan akan lebih menyenangkan untuk mencicipi cita rasa lokal saat berkunjung ke daerah asing karena dapat memperkaya wawasan dan memperluas spektrum cita rasa.

Alasan mengapa menjadikan haji sekaligus sebagai wisata kuliner laiknya tren petualangan kuliner yang sedang ramai muncul di beragam program televisi nasional bukan pilihan ternyata terletak di inti dari prosesi haji itu sendiri.

Haji lebih dari sekedar berwisata ke Tanah Suci. Prosesi haji sangat menguras energi karena prosesnya yang panjang dan cuaca ekstrim di Mekkah. Oleh karena itu jamaah haji dituntut memiliki kualitas fisik yang prima selama sekitar 39 hari bagi jamaah reguler.

Salah satu faktor utama penunjang kondisi fisik seseorang adalah jenis makanan yang dikonsumsi yang sangat menentukan asupan gizi dan nutrisi.

Dari 155.200 jamaah haji reguler mungkin hanya sebagian kecil yang pernah makan kofta ataupun kabsa dan lebih sedikit lagi yang menyukainya. Namun, hampir semua jamaah pasti pernah makan rendang dan tahu betul rasa rendang.

Diharapkan jika menu makanan jamaah akrab dengan cita rasa mereka maka mereka akan secara teratur makan yang cukup, apalagi lebih dari 40 persen jamaah adalah jamaah lanjut usia.

Tidak repot.
Kemudian alasan yang lain adalah agar para jamaah itu tidak lagi repot membawa berbagai peralatan masak yang justru akan merepotkan dan membahayakan mereka.

Bukan rahasia jika para jamaah Indonesia senang sekali membawa beras dan berbagai lauk pauk lokal termasuk alat pemasaknya saat berhaji karena tidak menyukai cita rasa masakan Arab.

Keputusan untuk membawa penanak nasi, alat penumbuk cabai dan beragam peralatan lain itu pernah berujung pada kebakaran di salah satu pemondokan gara-gara kelalaian saat memasak.

"Kami ambil alih semua. Sekarang pemerintah yang menyediakan," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil.

Tidak perlu lagi repot-repot membawa beragam rempah dan peralatan yang tidak ringan, pemerintah menjanjikan rendang dan teman-temannya akan telah siap di pemondokan pada jam-jam yang ditentukan.

Sumber:
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved