Dosen Unila Berseteru dengan Rektor, Postingannya di Medsos Menohok
Dosen Unila berseteru dengan Rektor, postingannya di medsos menohok.Kini sang dosen ditahan dan mengaku tidak menyesal.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID BANDAR LAMPUNG- Maruly Hendra Utama, oknum dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung tak menyesal.
Dia nampak tenang duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis 26 Oktober 2017.
Maruly menjadi terdakwa kasus pencemaran nama baik Dekan FISIP Syarif Makhya dan Rektor Unila Hasriadi Mat Akin.
Dalam sidang perdana yang menghebohkan publik, Maruly didampingi empat kuasa hukum.
Maruly menyatakan tidak menyesali sedikitpun perbuatan yang telah dilakukannya.
Meski saat ini berada di dalam penjara, Maruly mengaku tidak menyurutkan niatnya untuk tetap melanjutkan perjuangan dalam melakukan pembenahan di kampus hijau Universitas Lampung.
"Jujur saja, saya tidak pernah menyesal meski saya sudah masuk penjara," ujar Maruly seusai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis 26 Oktober 2017.
"Karena perbuatan itu saya lakukan dalam keadaan sadar dan sehat, bukan karena kekhilafan saya," timpal Maruly.
Baca: Oknum Dosen Mengamuk di Facebook Sebut Rektor Unila Bandit Tua, Ternyata Ini Penyebabnya
Oleh karena itu, lanjut Maruly, dirinya enggan untuk meminta maaf kepada saksi Dadang, terlebih untuk melakukan kompromi.
"Saya punya tanggung jawab yang besar di kampus atas pembentukan karakter mahasiswa saya," ucapnya.
Ditanya soal bagaimana respons setelah dipenjara, Maruly mengaku, hidup di penjara baginya bagaikan seperti sedang bersekolah.
"Bagi saya hidup di penjara adalah sedang pergi berjuang. Ibarat kata menderitalah untuk kebahagian untuk banyak orang dan itu yang saya lakukan sekarang," kata dosen FISIP Unila itu.
Soal permasalahannya dengan saksi Dadang, Maruly mengatakan, ia sangat menolak jika kampusnya ada pemimpin seperti itu yang membawahi kemahasiswaan.
"Kalau tidak ada kebobrokan di kampus, tidak mungkin saat ini saya mengenakan rompi ini," kata Maruly.
Ia mengaku, saat ini sedang menggugat Unila karena tunjungan dosennya selama delapan bulan tidak diberikan dan ditahan.
Jika ditotalkan, tunjangan dosen selama delapan bulan yang tidak diberikan, nominalnya mencapai Rp 80 juta.
"Secara sederhana, saya ini adalah ASN, tentu akan nurut dengan perintah atasan. Selama ini saya terus menjadi korban dan tidak pernah dikasih kesempatan untuk membela diri," akunya.
Indra Firsada, salah satu kuasa hukum Maruly Hendra Utama mengaku keberatan atas berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Indra menyebut materi formil dan materil yang dibuat JPU tidak sinkron.
Indra mengatakan, jaksa tidak cermat dalam menyusun dakwaan yang disangkakan kepada kliennya.
Baca: Dahsyatnya Air Bah Tanggamus, Ternyata Peristiwa Serupa Pernah Terjadi
Pasal Berlapis
Jaksa penuntut umum Andriyarti mendakwa Maruli dengan pasal berlapis.
Pertama Pasal 51 ayat 2 Jo Pasal 36 Undang-Undang No 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kedua, Pasal 310 ayat 2 KUHP, tentang pencemaran nama baik.
Dalam dakwaan jaksa terungkap bahwa kasus ini berawal ketika terdakwa menyerahkan uang Rp 20 juta kepada saksi Dadang Karya Bakti pada 2014.
Saat itu Dadang menjabat anggota KPU Kota Metro.
Uang tersebut diberikan dengan tujuan agar suara paman terdakwa aman dalam pelaksanaan Pemilihan Legislatif (Pileg) Kota Metro tahun 2014.
Akan tetapi paman terdakwa tidak berhasil masuk menjadi anggota dewan, dan uang yang telah diberikan terdakwa kepada Dadang tidak dikembalikan.
Andriyarti melanjutkan, pada tahun 2016 terdakwa mengetahui saksi Dadang menjadi anggota Senat Universitas Lampung.
Terdakwa merasa keberatan dan protes. Lalu terdakwa melaporkan saksi Dadang kepada saksi Dekan Fisip Syarif Makhya dan saksi Rektor Unila Hasriadi Mat Akin.
Dalam laporan itu, Maruly meminta kepada dekan dan rektor agar menganulir Dadang dari anggota senat.
Namun, ternyata laporan terdakwa tidak ditanggapi kedua saksi. Sehingga membuat terdakwa menjadi marah dan kesal.
"Kemudian kekesalan terdakwa diluapkannya dalam postingan akun facebook milik terdakwa sebanyak empat kali," ungkap jaksa.
Postingan pertama ditulis terdakwa pada 18 Januari 2017, berisi sejarah singkat karier Wakil Dekan III Dadang Karya Bakti.
Selang sehari, terdakwa kembali mengunggah tulisan yang isinya menyebut saksi Syarif Makhya dengan Senyum Bandit.
Terdakwa kembali mengunggah tulisan di akun facebook Maruly Tea dan Maruly Oge pada 20 Januari 2017.
Kali ini isinya mengenai ungkapan kekesalannya terhadap Rektor Unila Hasriadi Mat Akin sehingga menyebutnya dengan Bandit Tua.
"Dan yang terakhir pada tanggal 9 Februari 2017, terdakwa menuliskan status dengan judul maaf saya bohong," kata jaksa.(*)
ULASAN BERITA LENGKPANYA BACA TRIBUN LAMPUNG EDISI CETAK JUMAT 27 OKTOBER 2017