Penjual Terompet di Bandar Lampung Kebanjiran Order di Tahun Baru
Momen tahun baru membuat pelaku usaha terompet di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, ketiban rezeki.
Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: wakos reza gautama
Laporan Reporter Tribun Lampung Jelita Dini Kinanti
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Momen tahun baru membuat pelaku usaha terompet di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, ketiban rezeki.
Pemilik Istana Terompet Himawan misalnya.
Baca: FPI Boikot WhatsApp, Google dan Facebook Malah Jadi Bahan Olok-olok Netizen
Sejak November 2017 hingga saat ini lebih dari 100 ribu terompet berhasil ia jual ke seluruh Lampung, Palembang, Jambi, Cilegon, Batam, dan Serang.
Kebanyakan yang membeli adalah pedagang-pedagang terompet yang hendak menjual kembali terompetnya.
Harga yang ia berikan ke pedagang-pedagang itu berkisar Rp 1.000-200 ribu tergantung dari model terompetnya.
Diantaranya, naga, tawon, capung, terompet besar, pelangi, keong, ska, dan lain-lain.
"Terompet-terompet saya dibuat oleh banyak pekerja. Jumlahnya saya tidak terlalu hafal. Semua pekerja itu memiliki tugas yang berbeda. Seperti 5 orang di Istana Terompet mengelem, 3 orang di Kemiling memasang rumbai-rumbai, 4 orang di Teluk menggulung, dan masih ada di beberapa tempat lagi. Setelah selesai baru terompet itu dikumpulkan dan dijual atau diserahkan ke pemesan," kata Himawan di Bandar Lampung.
Para pekerja itu, lanjut Himawan, kebanyakan terdiri dari ibu-ibu, pekerja paruh waktu, dan anak-anak yang sudah putus sekolah yang ada di Bandar Lampung.
Ia tidak menetapkan jam kerja mereka. Sebisa mereka kapan akan bekerja dan sanggup bekerja hingga berapa lama.
Baginya yang terpenting semua pesanan terompet terpenuhi dan target penjualan minimal 200 ribu terompet hingga akhir tahun tercapai.
Menurut Himawan, ia sudah memiliki usaha terompet sejak 1990.
Sejak saat itu satu-satunya kesulitan yang ia alami hanya ketersediaan kertas untuk membuat terompet.
Baca: Soekarno Kirim Surat Ucapan Natal ke Istrinya, Isinya Romantis Banget Bikin Kelepek-kelepek
Ia jarang sekali bisa mendapat kertas itu di Lampung dan sampai harus memesan ke Pulau Jawa.
"Sebab kertas yang digunakan untuk membuat terompet bukan kertas baru. Tapi kertas tidak terpakai, seperti kertas salah cetak atau kertas bekas pemilu. Kalau pakai kertas baru, bisa-bisa terompet harus dijual dengan harga mahal, karena harga kertas baru tidak murah. Kalau dipaksakan dijual dengan harga murah, untungnya sedikit atau bahkan tidak untung sama sekali," ujar Himawan di Bandar Lampung.