Tak Hanya Monopoli Dagang, VOC pun Gila Hormat hingga Dibikin Tata Cara Menghormati Mereka
Untuk berani menghujat atau membela, kita tentu perlu sedikit tahu tentang sepak terjang VOC di Indonesia.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Untuk berani menghujat atau membela, kita tentu perlu sedikit tahu tentang sepak terjang VOC di Indonesia.
Jauh sebelum VOC muncul ke dunia, Cornelis De Houtman sudah memimpin pelayaran sebuah liga pedagang Belanda. Mereka mendarat di Banten pada 22 Juni 1596.
Sejak itu, semakin banyak kapal Belanda singgah dan bertransaksi di wilayah Nusantara.
Besarnya perhatian mereka pada Nusantara yang kaya rempah-rempah merupakan suatu keniscayaan. Saat itu, Nederland yang terdiri atas 17 provinsi sedang terlibat perang 80 tahun (1566-1648) dengan Spanyol.
Pada tahun 1580, saat Raja Spanyol Philip II dinobatkan juga sebagai Raja Portugis, ia melarang orang Belanda bertransaksi di Lisbon dan kota-kota lain di Portugal.
Nah, penguasaan atas jalur laut menuju Nusantara menjadi strategi Belanda untuk mempertahankan stabilitas perekonomiannya yang terancam.
Buku "Menjadi Indonesia" karya Parakitri T Simbolon memberi catatan, "Kurang dari lima tahun sejak kembalinya De Houtman, sekitar 65 kapal dagang Belanda singgah di Nusantara. Persaingan antarnegara bagian pun semakin ramai."
Setiap wilayah, seperti Friesland, Holland Utara, atau Holland Selatan, memberangkatkan rombongan sendiri. Guna mencegah kerugian dan perseteruan, dibentuklah VOC pada 20 Maret 1602.
Dalam octrooi pendirian yang dirumuskan Staten Generaal (Parlemen), disebut dengan jelas alasan pembentukan VOC: untuk mencegah kerugian, kesulitan, dan bahaya akibat persaingan antarkelompok dagang.
Pemegang saham VOC terdiri atas para pedagang di negara-negara bagian. Termasuk, masyarakat sebagai pemilik saham pasif. VOC kemudian dibekali kekuasaan untuk memaksakan monopoli.
Octrooi pasal 34 dan 35 menyebut, kecuali VOC, siapa pun dilarang melayari lautan antara Tanjung Harapan sampai Selat Magelhaens.
Uniknya, Parlemen Belanda juga membekali organisasi itu dengan kekuasaan mengadakan perjanjian dengan semua penguasa. Termasuk, mendirikan benteng, memelihara angkatan bersenjata, hingga melaksanakan pemerintahan.
Antara 1602-1619, kapal-kapal VOC di Nusantara masih mondar-mandir dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain. Sementara itu, loji mereka di Banten dan Maluku mulai terancam oleh Inggris, Portugis, dan Spanyol.
De Heeren XVII (17 orang pengurus VOC di Belanda) mulai gerah dan sadar bahwa VOC harus punya pangkalan tetap buat kapal-kapalnya.
Pieter Both, Gubernur Jenderal VOC pertama yang dilantik pada 27 November 1609, ditugasi merayu penguasa Jayakarta. Ia lalu menandatangani kontrak dengan penguasa Jayakarta, Wijaya Krama, pada Januari 1611.