2 Alasan Pengusaha Pusat Perbelanjaan di Bandar Lampung Lirik Pinggiran Kota
Arie mengungkapkan, pengusaha pusat perbelanjaan di Bandar Lampung akan memilih lokasi di mana jumlah
Penulis: Noval Andriansyah | Editor: Ridwan Hardiansyah
Laporan Reporter Tribun Lampung Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Ketua BPD Himpunan Pengusaha Muda (Hipmi) Lampung, Arie Nanda Djausal mengakui, arah investasi pusat perbelanjaan di Bandar Lampung mulai bergerak ke wilayah pinggiran kota.
Setidaknya, menurut Arie, ada dua alasan yang menyebabkan hal tersebut, yakni persoalan lahan di pusat kota dan persebaran pemukiman.
"Pusat kota sekarang sudah terlalu penuh. Belum lagi, harga lahan di pusat kota sudah semakin mahal. Sementara, pengusaha pasti mencari harga semurah mungkin," kata Arie, Rabu (28/2/2018).
Faktor berikutnya terkait sasaran calon pembeli.
Arie mengungkapkan, pengusaha pusat perbelanjaan di Bandar Lampung akan memilih lokasi di mana jumlah penduduknya tinggi.
"Sudah pasti, mereka mengincar daerah-daerah padat penduduk ketika mendirikan pusat perbelanjaan," ungkap Arie.
Baca: Harga Tanah di Bandar Lampung Naik 10 Kali Lipat, Ini Penyebabnya
Dalam lima tahun terakhir, pembangunan pusat perbelanjaan di Bandar Lampung tak lagi terfokus di pusat kota, yaitu seputar Tanjungkarang Pusat (TkP).
Pembangunan pusat perbelanjaan telah menyebar di banyak kecamatan.
Misalnya, Transmart di Sukarame, Mal Boemi Kedaton (MBK) di Kedaton, Mal Lampung di Rajabasa, serta Chandra dan Giant yang berada di beberapa kecamatan.
Pada sisi lain, persebaran pusat perbelanjaan di Bandar Lampung ke wilayah pinggiran kota, turut meningkatkan harga tanah di kawasan sekitarnya.
Hal itu dinilai wajar karena keberadaan pusat perbelanjaan menimbulkan potensi ekonomi lainnya.
Hal serupa disampaikan Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Lampung, M Kadafi.
Menurut Kadafi, keberadaan pusat perbelanjaan akan mengikuti lokasi pemukiman penduduk.
"Ketika harga lahan di pusat kota mahal, sehingga warga kemudian tinggal di pinggiran kota, investor juga akan bermain di lokasi itu. Itu peluang untuk mendirikan pusat perbelanjaan baru yang dekat dengan lokasi perumahan," tutur Kadafi.
Setelah pusat perbelanjaan hadir, Kadafi mengatakan, hal itu berimbas pada peningkatan kegiatan ekonomi.
Termasuk, harga tanah yang melonjak.
Hal itu akan terus berlanjut sampai lokasi pinggiran kota tersebut, memiliki kondisi serupa di pusat kota.
Sejumlah agen properti di Bandar Lampung mengakui bahwa para investor saat ini cenderung mencari lahan buat berinvestasi di luar pusat kota.
Hal itu karena harga tanah di kawasan tersebut telah melambung tinggi.
"Di pusat kota, minimal harga lahan itu Rp 15 juta per meterperseginya. Itu juga susah dapatnya. Kebanyakan lebih dari segitu," ungkap Trian, marketing Siger Properti
Karena itu, Trian mengatakan, investor kemudian mulai mencari tanah yang masih berada di sekitar pusat kota.
Tetapi karena harga lahannya tidak jauh berbeda, akhirnya, jangkauan pencarian lahan lebih luas.
"Makanya sekarang sudah sampai Rajabasa, Way Halim, dan sebagainya. Di Way Halim saja itu bisa sampai Rp 10 jutaan per meterpersegi kalau di pinggir jalan protokol," papar Trian.
Agen properti Ray White, Fransiska menuturkan, tingginya harga tanah di kawasan segitiga emas, yang meliputi Jalan Raden Intan, Jalan Ahmad Yani, dan Jalan Kartini, akibat jumlah lahan yang semakin minim tersedia.
"Kawasan itu sebenarnya masih favorit. Masih banyak investor dari luar daerah yang menanyakan tanah di kawasan tersebut," ungkap Fransiska.
Tetapi setelah mengetahui harga tanah di segitiga emas, Fransiska mengungkapkan, para investor biasanya mulai mencari alternatif, dengan menanyakan harga tanah di kawasan lain.
Baca: Ini Buku Seks yang Disebut Lebih Tua Dibanding Kamasutra, Cara Mencapai Umur Panjang
"Rata-rata sekarang, pengusaha pusat perbelanjaan di Bandar Lampung banyak yang cari tanah di Way Halim, Kemiling, Rajabasa. Karena segitiga emas sudah terlalu penuh, yang membuat harga tanahnya dianggap mahal," jelas Fransiska.