Terminal Rajabasa Harus Diaudit Menyeluruh, DPRD: Cari Akar Masalahnya

Audit menyeluruh diperlukan untuk mengetahui akar permasalahan yang ada di Terminal Rajabasa.

Penulis: Noval Andriansyah | Editor: Ridwan Hardiansyah
TRIBUN LAMPUNG/Perdiansyah
Lapangan bulutangkis di aula gedung AKAP Terminal Rajabasa, Minggu (1/4/2018). Aula yang seharusnya difungsikan sebagai ruang tunggu penumpang tersebut, mampu menampung 1.000 orang. 

Laporan Reporter Tribun Lampung Noval Andriansyah

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Pemerintah harus melakukan audit menyeluruh untuk membenahi Terminal Rajabasa.

Anggota Komisi IV DPRD Lampung, Watoni Nurdin mengungkapkan, audit menyeluruh diperlukan untuk mengetahui akar permasalahan yang ada di Terminal Rajabasa.

Sehingga, pembenahan terminal terbesar di Lampung tersebut, akan lebih terarah.

“Harapan kami, Terminal Rajabasa bisa menjadi terminal induk, yang mengatur sirkulasi angkutan di Lampung, baik kendaraan kecil atau mikrolet maupun bus. Tetapi, kondisinya sampai sekarang kan belum seperti itu. Karena itu, untuk tahu akar persoalannya, perlu audit menyeluruh,” jelas Watoni, Minggu (8/4/2018).

Baca: Ruang Tunggu Gedung Terminal Rajabasa Malah Jadi Lapangan Bulutangkis

Untuk menata Terminal Rajabasa, pemerintah mulai membangun gedung kembar, pada 2006.

Gedung yang diresmikan pada 1 Agustus 2011, diproyeksikan berfungsi sebagai gedung kendali angkutan antarkota antarprovinsi (AKAP) dan antarkota dalam provinsi (AKDP).

Kekinian, kondisi di dalam gedung kembar berlantai dua di Terminal Rajabasa itu tampak semrawut.

Aula masing-masing gedung yang mampu menampung 1.000 orang, saat ini dipenuhi lapak pedagang.

Bahkan di aula gedung AKAP, ada lapangan bulutangkis dilengkapi dua tiang dengan net.

Watoni menerangkan, pemerintah perlu mengkaji secara mendalam terkait alasan penumpang enggan menggunakan Terminal Rajabasa.

Termasuk, kedua gedung yang tujuan awalnya untuk memudahkan penumpang.

Jika penumpang merasa tidak nyaman menggunakan Terminal Rajabasa, Watoni memaparkan, maka faktor penyebab ketidaknyamanan tersebut harus ditemukan, dan dicarikan solusi.

“Misalnya, penumpang selalu dapat paksaan untuk menaiki bus tertentu, atau tidak ada tempat duduk, atau yang lainnya. Kalau hanya menata begitu saja tanpa ada audit, maka ya akan kembali lagi seperti itu,” kata Watoni.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved