Liputan Khusus Tribun Lampung
Warga Pesisir Teluk Bandar Lampung Bangun Rumah di Atas Timbunan Sampah
Sampah tersebut sengaja ditimbun untuk dijadikan daratan atau reklamasi, yang selanjutnya menjadi permukiman.
Penulis: Noval Andriansyah | Editor: Ridwan Hardiansyah
Laporan Reporter Tribun Lampung Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Didominasi plastik dan benda-benda berbahan plastik, tumpukan sampah menghampar di sebagian besar pesisir Teluk Bandar Lampung.
Sampah tersebut sengaja ditimbun untuk dijadikan daratan atau reklamasi, yang selanjutnya menjadi permukiman.
LSM Lingkungan Mitra Bentala mengestimasikan lebih dari 3.000 ton sampah di pesisir Teluk Bandar Lampung, yang memiliki garis pantai sepanjang 27,01 kilometer (km).
Sampah-sampah tersebut telah mencemari 75 persen kawasan pesisir.
Baca: Ruang Tunggu Gedung Terminal Rajabasa Malah Jadi Lapangan Bulutangkis
Reklamasi berbahan utama sampah tersebut diakui warga telah berlangsung sejak tahun 1980-an.
Alhasil, reklamasi telah mengubah garis pantai lebih menjorok ke laut, dibanding puluhan tahun lalu.
Dan di atas lahan reklamasi hasil timbunan sampah tersebut, rumah-rumah semipermanen tampak padat berdiri.
Seorang warga RT 09 Lingkungan II Teluk Jaya, Panjang Selatan, Yusneti (50) menceritakan, rumah yang ia tempati saat ini, awalnya merupakan bibir pantai yang berbatasan dengan laut.
Sebelumnya, Yusneti tinggal dengan orangtuanya, tak jauh dari tempat tinggalnya sekarang.
Tetapi usai menikah, ia dan almarhum suaminya memutuskan mendirikan rumah di bibir pantai.
Hal pertama yang dilakukan suaminya, menurut Yusneti, adalah menumpuk sampah, yang dicampur tanah dan batu karang.
Proses tersebut dilakukan untuk menimbun laut dan diubah menjadi daratan, atau reklamasi.
Setelah menjadi daratan, suaminya baru membuat rumah di atasnya dan mengajaknya pindah ke rumah baru tersebut.
"Itu (membuat reklamasi) prosesnya lama. Satu tahun lebih. Kami juga modal buat beli batu karang," kata Yusneti, Selasa (17/4/2018).
Menurut Yusneti, ketika suaminya melakukan reklamasi menggunakan sampah, banyak warga lain melakukan hal serupa.
Hal itu membuat kawasan pesisir yang berbatasan langsung dengan laut, mulai ramai rumah semipermanen.
"Sekitar 1980-an sampai 1990-an, itu mulai ramai yang menimbun sampah kemudian buat rumah," tutur Yusneti.
Kegiatan tersebut terus berlanjut sampai sekarang.
Hal itu akhirnya membuat rumah Yusneti kini tidak lagi berbatasan langsung dengan laut, akibat reklamasi-reklamasi baru di Teluk Bandar Lampung.
"Awal tahun ini saja, ada sembilan rumah yang baru selesai dibangun. Sudah ditempati pemiliknya," kata Yusneti.
Ketua RT 09 Lingkungan II Teluk Jaya, Panjang Selatan, Maat Sumarko (45) membenarkan, kegiatan reklamasi berbahan utama sampah telah berlangsung sejak 1980-an.
"Kalau bibir pantai sebenarnya dulu itu, sekitar dua km dari batas laut sekarang. Jadi, yang berada di dalam jarak dua km itu, ya hasil reklamasi," papar Sumarko.
Di RT 09, lanjut Sumarko, ada sekitar 60 unit rumah.
Seluruh rumah tersebut berdiri di atas lahan reklamasi, yang terbuat dari timbunan sampah.
Pantauan Tribun pada Selasa (17/4) siang, kawasan yang disebut Sumarko merupakan hasil reklamasi berbahan utama sampah, adalah kawasan padat penduduk.
Rumah-rumah tampak berimpitan.
Ada jalan utama yang berukuran sekitar tiga meter.
Jalan tersebut pun telah berlapis aspal.
Di sisi kiri kanan jalan, banyak gang yang memiliki lebar sekitar satu meter.
Sebagian gang telah berlapis paving block, sisanya masih berupa tanah.
Dari batas laut hingga sekira 50 meter ke arah darat, rumah-rumah masih semipermanen, yang berbahan kayu.
Selepas 50 meter, rumah-rumah sudah dibuat permanen.
3.000 Ton Sampah
Direktur Eksekutif Mitra Bentala, Mashabi menjelaskan, kegiatan reklamasi berbahan utama sampah tak hanya terjadi di Panjang Selatan.
Mayoritas masyarakat di kawasan pesisir Teluk Bandar Lampung telah melakukan reklamasi serupa.
Mitra Bentala, lanjut Mashabi, memperkirakan jumlah sampah di pesisir Teluk Bandar Lampung mencapai lebih dari 3.000 ton.
Hal itu merupakan estimasi penghitungan berdasarkan kegiatan bersih sampah pesisir, yang pernah dilakukan Mitra Bentala beberapa tahun lalu.
"Saya lupa tahun pastinya kegiatan itu, tapi belum sampai 10 tahun. Waktu itu, kami membersihkan sampah di pesisir. Dalam sehari, kami mengangkut 200 karung. Satu karung isinya 50 kg sampah," ungkap Mashabi.
Maka dalam satu hari tersebut, ada 10 ton sampah yang diangkut dari pesisir Teluk Bandar Lampung.
Mashabi mengungkapkan, kegiatan pengangkutan sampah dilakukan setiap hari selama 10 bulan atau 300 hari.
Sehingga, total sampah yang diangkut mencapai 3.000 ton.
"Itu pun belum habis sampahnya," ucap Mashabi.
Sampah-sampah tersebut, Mashabi menjelaskan, telah mencemari sekitar 75 persen kawasan pesisir Teluk Bandar Lampung.
Kondisi tersebut diperparah dengan pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah, belum sampai pesisir.
Hal itu tampak dari belum adanya tempat pembuangan sementara (TPS) hingga petugas kebersihan.
Yusneti mengakui, di kawasan tempat tinggalnya, pemerintah tidak menyediakan TPS.
Sehingga, masyarakat kemudian membuang sampah di laut.
"Dulu, pernah bilang ke wali kota saat datang ke sini, agar di sini disediakan TPS. Tetapi sampai sekarang, tidak ada," kata Yusneti.
Lokasi pembuangan sampah, sambung Yusneti, biasanya daerah yang sedang ditimbun untuk reklamasi.
Sehingga, penimbunan tidak hanya mengandalkan sampah yang memang sudah banyak di laut.
Belum Bisa Tertibkan
Kepala Dinas Tata Kota (Distako) Bandar Lampung, Effendi Yunus mengungkapkan, pihaknya telah mengetahui banyak masyarakat membuat reklamasi secara pribadi di kawasan pesisir.
Tindakan tersebut termasuk ilegal karena tidak diperbolehkan.
"Kalau boleh atau tidak, jelas tidak boleh. Itu (membuat reklamasi) ilegal. Tapi, ya mau bagaimana. Mungkin mereka tidak mampu dan butuh tempat tinggal, akhirnya menghalalkan segala cara. Padahal, kan berbahaya juga buat mereka," papar Effendi, Senin (16/4/2018).
Walau demikian, Effendi menerangkan, pemkot belum memiliki langkah untuk melakukan penertiban.
Baca: Obat Generik Dijual Lebih Mahal dari HET di Lampung, Selisih Sampai 20 Persen
"Kalau mau menggusurnya kan tidak mungkin. Mereka juga pasti sudah bermukim puluhan tahun. Tapi kalau mau direlokasi, kami belum memiliki tempat untuk memindahkan," kata Effendi.
Ke depan, Effendi memastikan, pemkot akan berupaya membuat program jangka menengah dan jangka panjang, untuk mengakomodasi masyarakat, yang tinggal di pesisir Teluk Bandar Lampung.
Artikel ini telah terbit di Laporan Liputan Khusus Tribun Lampung edisi Jumat, 20 April 2018.