Pramoedya Ananta Toer, Sang Genius nan Kontroversial Asal Blora

Ironisnya, penghargaan naskah "Perburuan" menjadi penghargaan negara yang pertama dan terakhir bagi Pram.

Editor: Yoso Muliawan
National Geographic Indonesia
Pramoedya Ananta Toer 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - "Penghargaan pertama yang diterimanya pada tahun 1949 mungkin bisa menjadi salah satu pertanda kejeniusannya dalam menulis," kata Annissa Maulina Gultom.

"HB Jassin jeli melihat keunggulan naskahnya dari semua peserta kompetisi Balai Pustaka tahun itu," imbuh Annissa.

Ironisnya, penghargaan naskah "Perburuan" menjadi penghargaan negara yang pertama dan terakhir bagi Pramoedya Ananta Toer.

Annissa, seorang pekerja kepurbakalaan dan tenaga permuseuman, berkesempatan meneroka "harta karun" berupa bundel dan arsip di kediaman Pram di Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Kejeniusan lain adalah ingatan Pram.

Novel "Bumi Manusia" beserta sejumlah naskah lain mampu ditulis, walaupun bahan penelitiannya sudah dirampas oleh militer.

Pram mengetik ensiklopedia tentang istilah Jawa kuno dan sejarah manusia hanya berdasarkan ingatan.

Annissa berkesempatan menganalisis arsip dan karya Pram. Talenta Pram begitu luar biasa dalam berpikir dan mencipta.

Ia justru berproduktivitas tinggi pada periode 1950-1965: 79 karya nonfiksi, 9 biografi, 1 buku sejarah, 59 cerita pendek, 1 drama, 4 kumpulan cerpen, 12 novel, 8 terjemahan, 1 pidato, 2 puisi, 2 surat, dan 2 tulisan lain.

"Pram," kata Annissa, "adalah the odd bean in a can yang sulit didapatkan padanan intelektualnya yang setara."

Infografis Pramoedya

Info Grafis Pram
Info Grafis Pram (Dok National Geographic)

 Infografis Pramoedya 

Info Grafis Pram
Info Grafis Pram (Dok National Geographic)

(Sumber: National Geographic Indonesia/Penulis: Mahandis Yoanata Thamrin/Editor: Gregorius Bhisma Adinaya)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved