Breaking News

Berita Terkini Nasional

Pidato di Sidang Majelis Umum PBB, Prabowo Ikuti Jejak Diplomasi sang Ayah

Ia meyakini, pidato Prabowo juga akan dikenang seperti itu, layaknya pidato Presiden Soekarno di masa lampau.

Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev
TIBA DI AS - Presiden Prabowo Subianto tiba di Bandara Internasional John F Kennedy, New York, Sabtu (20/9/2025). Prabowo akan menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). 

Tribunlampung.co.id, Jakarta - Pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat bakal dikenang. 

Menurut pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah, pidato Prabowo berpotensi menjadi 'Memory of the World'. 

Ia meyakini, pidato Prabowo juga akan dikenang seperti itu, layaknya pidato Presiden Soekarno di masa lampau. 

"Pidato Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Umum PBB tahun 2025 ini berpotensi menjadi kenangan dunia, atau 'Memory of the World', sebagaimana halnya pidato Presiden Soekarno tanggal 30 September 1960 silam, yang dikenal sebagai 'Memory of the World'," ujar Reza, Minggu (21/9/2025). 

Reza menjelaskan, pidato Prabowo ini akan memuat filosofi, konstitusi, tradisi diplomatik, dan tantangan yang sedang dihadapi. 

Selain itu, kata dia, juga mengenai optimisme dengan perkembangan terkini di dunia yang menyimpan banyak harapan mulia, di tengah banyaknya krisis yang tidak terselesaikan. 

Maka dari itu, Reza menyampaikan sejumlah saripati yang dapat Presiden Prabowo sampaikan dalam Sidang Umum PBB

Pertama, perlunya kerja sama berkelanjutan antar peradaban secara lintas generasi, terlepas dari perbedaan peradaban itu sendiri. 

Sebab, dunia sedang menghadapi tantangan yang sama, seperti kesenjangan dalam pertumbuhan ekonomi, meluasnya kerusakan di muka bumi, krisis keamanan yang tidak kunjung terselesaikan, terus bertambahnya jumlah penduduk bumi tanpa mengedepankan perbaikan kualitas hidup, serta adanya potensi kepunahan umat manusia karena penggunaan nuklir secara tidak semestinya. 

"Kedua, PBB yang telah berusia 80 tahun ini hendaknya terus diperkuat, dengan mengambil hikmah dari kenyataan dalam hubungan antarbangsa, yang sangat berbeda dengan saat PBB itu berdiri. Dalam hal ini, PBB diharapkan mampu dengan cepat menjawab tantangan global yang mendesak, pada tingkatan geopolitik, geostrategi, dan geoekonomi," paparnya. 

"Untuk itu, perlu dilakukan reformasi PBB, dengan memperkuat kedudukan Sekretaris Jenderal PBB, sehingga mampu memberdayakan Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB, tanpa perlu tersandera oleh negara besar tertentu," sambung Reza. 

Ketiga, masih dalam konteks reformasi PBB, Reza menyampaikan, perlu dilakukan pengubahan dalam komposisi anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB, dengan mengambil hikmah dari peran serta para anggota tidak tetap DK PBB selama ini, yang lazim dikenal sebagai Elected 10, yang bertugas masing-masing hanya 2 tahun. 

Menurutnya, dalam kenyataannya, idealisme 10 negara tersebut selalu kandas dalam Resolusi DK PBB, akibat Hak Veto yang digunakan secara serampangan. 

Dia berharap, ke depannya, DK PBB perlu diperkuat dengan penambahan 10 anggota baru. Kriterianya seperti perwakilan Peradaban Hindu dan Islam. 

Mengingat, China sudah mewakili peradaban Mandarin. Lalu, Rusia, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis juga memiliki peradaban Greco-Judeo-Roman. 

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved