Iktikaf bukan Syarat Utama Dapat Lailatul Qadar, Ini yang harus Dilakukan agar Raih Al Qadar

Iktikaf bukan Syarat Utama Dapat Lailatul Qadar, Ini yang Harus Dilakukan di 10 Malam Terakhir Ramadan

Penulis: wakos reza gautama | Editor: wakos reza gautama
net
Lailatul Qadar 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Puasa Ramadan 1439 H sudah memasuki hari 10 terakhir. Tradisi yang berkembang di masyarakat di malam 10 hari terakhir adalah iktikaf. 

Iktikaf adalah kegiatan ibadah yang dilakukan umat Islam di masjid. Iktikaf dilakukan mulai dari malam hari sampai fajar. 

Baca: Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto: Menyakiti Orang Lain, Terorisme Perjuangan yang Salah

Di dalam iktikaf di masjid, diisi dengan kegiatan ibadah seperti salat malam, membaca Al Quran, berzikir dan memanjatkan doa. 

Menurut Ustaz Adi Hidayat, sebelum melaksanakan iktikaf, kita mesti meluruskan niat. Iktikaf diniatkan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. 

Setelah itu, harus ada target yang ingin dicapai saat iktikaf.

Misal target selama 10 hari hari terakhir Ramadan adalah menghafal Al Quran, khatam Al Quran dengan bacaan yang benar, atau mempelajari sirah nabawiyah atau menghafal hadist.

Kenapa di malam 10 hari Ramadan dilakukan iktikaf?

Menurut Ustaz Adi Hidayat, di malam 10 hari terakhir ramadan, ribuan malaikat turun ke bumi membawa rahmat Allah SWT.

Karena di malam 10 hari terakhir ramadan adalah Lailatul Qadar.

Lailatul Qadar adalah malam yang kebaikannya lebih dari seribu bulan karena pada malam itulah diturunkannya Al Quran oleh Allah SWT.

Baca: Ingin Hidungnya Mancung, Cewek Ini Jalani Operasi Plastik Tapi Hasilnya Mengerikan

Oleh karena itu, umat Islam berlomba-lomba meningkatkan ibadahnya di 10 malam terakhir ramadan.

Menurut Ustaz Adi Hidayat, iktikaf ini memang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW selalu menghidupkan 10 malam terakhir ramadan dengan ibadah.

Ibadah yang dilakukan Rasulullah SAW, kata Ustaz Adi Hidayat, adalah dengan salat, membaca Al Quran, dan beristighfar.

Namun menurut Ustaz Adi Hidayat, iktikaf di 10 malam terakhir ramadan bukanlah syarat utama kita mendapatkan Al Qadar.

"Syarat utamanya adalah menghidupkan setiap malam Ramadan karena mungkin saja Al Qadar datang di awal, pertengahan walau lebih banyak di malam akhir ramadan," ujarnya.

Di dalam kaidah Al Quran, kata Ustaz Adi Hidayat, tidak disebutkan spesifik kapan datangnya Al Qadar.

Artinya Al Qadar bisa datang di awal ramadan, tengah atau akhir walau lebih banyak di akhirnya.

Karena itu untuk mendapatkan Al Qadar, ibadah seperti salat tarawih, baca Al Quran, istighfar harus dilakukan tiap malam Ramadan tidak hanya di 10 malam terakhir.

Baca: Disebut Diduga Terima Aliran Dana SMI, Gunadi Siap Beber di Persidangan

Fungsi iktikaf dalam hal ini, kata Ustaz Adi Hidayat adalah hanya membantu anda lebih khusyuk untuk mendapatkan Al Qadar.

"Itikaf di masjid lebih fokus ibadahnya," ucap dia. 

Dikutip dari rumaysho.com, umat Islam diperintahkan untuk mencari lailatul qadar.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)

Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha pula, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017)

Ganjil tersebut bisa dihitung dari awal bulan, maka malam yang dicari adalah malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Namun bisa jadi pula lailatul qadar dihitung dari malam yang tersisa. Dalam hadits lain disebutkan,

لِتَاسِعَةٍ تَبْقَى لِسَابِعَةٍ تَبْقَى لِخَامِسَةٍ تَبْقَى لِثَالِثَةٍ تَبْقَى

“Bisa jadi lailatul qadar ada pada sembilan hari yang tersisa, bisa jadi ada pada tujuh hari yang tersisa, bisa jadi pula pada lima hari yang tersisa, bisa juga pada tiga hari yang tersisa” (HR. Bukhari). Oleh karena itu, jika bulan Ramadhan ternyata 30 hari, berarti malam ketiga puluh adalah malam yang menggenapi. Jika dihitung dari hari terakhir, malam ke-22 berarti sembilan hari yang tersisa. Malam ke-24 berarti tujuh hari yang tersisa. Inilah yang ditafsirkan oleh Abu Sa’id Al Khudri dalam hadits shahih. Inilah yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa memilah-milah hari ganjil dan genap.

Baca: Dikabarkan Sudah Pecat Raffi Ahmad, Ini yang Kini Terjadi dengan Otis Hahijary. Gimmick?

Tanda Malam Lailatul Qadar

1. Keadaan matahari di pagi hari, terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru

Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.

“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadhan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru.” (HR. Muslim no. 762)

2. Keadaan malam tidak panas, tidak juga dingin, matahari di pagi harinya tidak begitu cerah nampak kemerah-merahan

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء

“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18: 361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475)

Namun tanda tersebut tak perlu dicari-cari. Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah berkata,

وَقَدْ وَرَدَ لِلَيْلَةِ الْقَدْرِ عَلَامَاتٌ أَكْثَرُهَا لَا تَظْهَرُ إِلَّا بَعْدَ أَنْ تَمْضِي

“Ada beberapa dalil yang membicarakan mengenai tanda-tanda lailatul qadar. Namun itu semua tidaklah nampak kecuali setelah malam tersebut berlalu.” (Fath Al-Bari, 4: 260)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mencari-cari tanda. Yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memperbanyak ibadah saja di akhir-akhir Ramadhan,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Iktikaf dan Momen Muhasabah

 

Menjemput Malam Lailatul Qodar

 

Ngabuburit yang Berpahala

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved