Meski Ada Kepulan Asap Putih Setinggi 100 Meter, Gunung Anak Krakatau Masih Aman. Bukan Erupsi!
Beberapa hari terakhir, warga Pesisir Rajabasa, Lampung Selatan, dihebohkan dengan terlihatnya asap putih dari kawah Gunung Anak Krakatau (GAK).
Penulis: Teguh Prasetyo | Editor: Teguh Prasetyo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, KALIANDA - Beberapa hari terakhir ini, warga Pesisir Rajabasa, Kalianda, Lampung Selatan, dihebohkan dengan terlihatnya asap putih yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau (GAK) yang berada di Selat Sunda.
Warga menduga bahwa gunung yang pernah meletus dahsyat pada 27 Agustus 1883 tersebut, sedang dalam kondisi erupsi.
Baca: Titi Syok Lihat 2 Anaknya, Fatir dan Fatur Tertimbun Reruntuhan Bangunan & Tanah Longsor di Kaliawi
Meski dari Pesisir Rajabasa keberadaan Gunung Anak Krakatau (GAK) sangat jauh, namun bila cuaca sedang baik gunung yang tiap tahunnya bertambah ketinggiannya akan bisa terlihat dengan jelas.
Kepala Pos Pantau Gunung Anak Krakatau (GAK) membantah hal tersebut.
Menurut Andi, berdasarkan hasil pos pantau yang berada di Desa Hargo Pancuran, Rajabasa, Lampung Selatan, tidak ada erupsi di GAK.
Dia mengatakan, memang pada Kamis 21 Juni 2018 lalu, sempat terlihat asap kawah membumbung tinggi dengan ketinggian mencapai 100 meter.
Akan tetapi, terus Andi, asap kawah tersebut bukanlah erupsi.
Baca: Baru 10 Hari Rilis, Video Single Perdana Marion Jola Masuk Trending di Youtube. Ini 4 Fakta Lainnya!
Menurut dia, kondisi itu diakibatkan karena GAK dalam kondisi normal.
“Tidak ada erupsi. Memang sempat ada asap kawah yang mencapai ketinggian 100 meter pada Kamis kemarin. Biasanya hanya sekitar 25 meter. Tapi, ini bukan karena ada peningkatan aktivitas. Tapi itu dikarenakan panas kawah yang terkena hujan,” kata Andi, Sabtu, 23 Juni 2018.

Lebih lanjut Andi mengatakan, saat ini kondisi GAK relatif normal.
Gempa dalam berlangsung sekitar 10-15 kali dalam sehari.
Sedangkan untuk statusnya sendiri, masih waspada.
“Untuk nelayan dan juga wisatawan, kita minta untuk tetap berhati-hati. Kita sarankan untuk tidak mendekati kawasan GAK,” tandas Andi.
Baca: Bertemu Ustaz Abdul Somad, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan Bocorkan Apa yang Dibicarakannya!
Dan memang, apabila menyebut nama GAK, maka kenangan akan terbang pada ratusan tahun silam. Tepatnya tahun 1883 lalu saat tiga gunung api; Danan, Perbuatan, dan Rakata yang dikenal sebagai Gunung Krakatoa (Krakatau) mengamuk mengguncangkan dunia.
Letusan gunung api ini tercatat sebagai salah satu letusan gunung api terdasyat pada era modern. Dimana teknologi sismograf untuk mencatat aktivitas gunung api telah ditemukan.
Saat itu, ribuan korban jiwa meninggal. Ratusan desa yang berada di pesisir pantai wilayah Lampung dan juga Banten hancur diterjang mega tsunami dari letusan Krakatau kala itu.
Gugusan gunung Krakatau hanya menyisakan sebagian dari badan puncak Rakata. Sedangkan puncak Danan dan Perbuatan musnah bersama letusan maha dasyat tersebut.
Baca: Ayo Saksikan Laga Piala Dunia Rusia 2018: Inggris vs Panama. Kick Off Jam 19.00 WIB di TransTV!
Puluhan tahun setelah letusan yang mengguncang dunia tersebut, perlahan muncul gunung api baru di lokasi bekas letusan Krakatau yang hanya tinggal menyisakan sebagian puncak Rakata.
Kemunculan gunung api baru yang kini dikenal dengan nama Gunung Anak Krakatau (GAK) itu kali pertama diketahui pada tahun 1927.
Dan hingga kini, gunung api baru ini terus tumbuh. Diperkirakan pertumbuhannya mencapai 20 inci perbulan. Anak Krakatau yang terus tumbuh ini terus menjadi perhatian pemerintah.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang berada di Bandung kemudian mendirikan pos pemantauan di dua titik. Di Lampung dan di Banten.
Pos pantau GAK yang berada di Lampung terdapat di Desa Hargo Pancuran, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan. Pos pantau ini didirikan tahun 1995 lalu.
Pos pantau ini mencatat setiap aktivitas GAK melalui alat sesmograf. Alat sesmograf ini terpasang di GAK. Selain alat sesmograf, juga ada teropong untuk bisa melihat langsung ke GAK.
Baca: Masih Lajang dan Tampan, Yuk Intip Gaya Pangeran Faza Asal Dubai Saat Hadiri Royal Ascot di Inggris!
Menurut Andi, pemantauan GAK dilakukan secara bergantian. Setiap pagi ada petugas yang akan mengganti kertas khusus pada alat pencatat sesmograf.
Kertas ini diganti setiap 12 jam. Setiap hari aktivitas yang tercatat dalam sesmograf dilaporkan ke PVMBG yang ada di Bandung.
“Untuk saat ini aktivitas GAK normal. Sudah sejak pasca mengalami peningkatan aktivitas di tahun 2012 lalu, aktivitas GAK normal. Aktivitas gempa dalam hanya sekitar 3-6 kali sehari. Tetapi statusnya tetap Waspada,” terang kang Andi.
Bagi dirinya yang telah bertugas sejak tahun 1995 lalu, peningkatan aktivitas GAK pada September 2012 lalu menjadi hal yang tidak terlupakan.
Kala itu alat sesmograf yang ada di GAK sempat rusak tertimpa material GAK yang sedang meningkat aktivitasnya.
“Peningkatan aktivitas tahun 2012 lalu jadi aktivitas yang cukup besar. Kala itu ramai perhatian dari kalangan media untuk pemberitaannya,” ujarnya.
Baca: Heboh Penemuan Jenglot yang Diduga Curi Uang Jutaan Rupiah Milik Warga, Begini Penjelasan Polisi!
Jawara Volcano Cup 2018
Gunung Anak Krakatau (GAK) saat ini telah didapuk menjadi jawara Volcano Cup 2018.
Pada babak final, gunung yang berada di Selat Sunda ini mengalahkan Gunung Taupo (Selandia Baru).
Vulkanolog Dr Janine Krippner yang merilis Volcano Cup mengumumkan Gunung Anak Krakatau menjadi pemenang Volcano Cup 2018 lewat akun Twitter-nya @janinekrippner, Jumat (2/3/2018) lalu.
"Dengan total 27.056 pemungut suara untuk seluruh gunung api sepanjang 2018 #VolcanoCup, aku mengumumkan KRAKATAU, INDONESIA sebagai pemenang! Terima kasih banyak untuk membantu kesadaran mengenai aktivitas vulkanik, bahaya, risiko, dan kesiapan di seluruh dunia," tulis Krippner.

Total ada 40 gunung api di dunia yang masuk dalam kontes Volcano Cup 2018.
Gunung api tersebut berasal dari Indonesia, Amerika, Selandia Baru, Meksiko, Chili, Jepang, Islandia, Italia, Filipina, dan Guatemala.
Masing-masing negara memiliki empat gunung yang masuk dalam nominasi dan gunung-gunung tersebut adalah gunung api terkenal.
Indonesia sendiri diwakili oleh Gunung Agung, Toba, Merapi, dan Krakatau.
Baca: Inilah Jenis Tes dan Soal yang Akan Diujikan di Seleksi Kompetensi Dasar Penerimaan CPNS 2018!
Layaknya pembagian grup di Piala Dunia, maka Volcano Frup membagi 40 gunung api dalam delapan grup berbeda.
Kemudian lewat pemungutan suara netizen di Twitter, gunung api ini melewati perempat final, semifinal, dan final.
Pada babak final, Gunung Krakatau bersaing dengan Gunung Taupo di Selandia Baru dan berhasil unggul.

Volcano Cup 2018 sendiri bukanlah sebuah kompetisi yang resmi dari institusi vulkanologi internasional.
Kompetisi ini merupakah sebuah kegiatan yang dilakukan para vulkanolog untuk bisa membahas fakta-fakta menarik dari gunung api yang ada di dunia bersama masyarakat.
“Ini adalah salah satu cara untuk share fakta-fakta gunung api, tentunya yang ingin diketahui dan dibahas oleh masyarakat. Jadi nanti gunung mana yang paling banyak di vote masyarakat, maka akan dibahas terus-menerus oleh vulkanolog,” kata Kepala Subbidang Mitigasi Bencana Geologi Wilayah Timur dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Devy Kamil Syahbana saat dihubungi KompasTravel, Selasa (27/2/2018). (*)