Tribun Bandar Lampung
Eko Yuli Irawan: Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan Bukan Hanya Hak Atlet Peraih Medali
Bahkan, atlet kelas dunia seperti Eko Yuli Irawan pun menyadari pentingnya perlindungan yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Penulis: Daniel Tri Hardanto | Editor: Daniel Tri Hardanto
Mereka bisa mendapatkan hadiah dan bonus miliaran rupiah dari prestasi yang diraih.
Pada Asian Games 2018 lalu misalnya, para atlet peraih medali mendapatkan bonus besar dari pemerintah.
Namun, apa jadinya jika suatu ketika mereka mengalami kecelakaan yang mengakibatkan cedera parah sehingga tak bisa lagi berkarier sebagai seorang atlet?
Di sinilah peran BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan pelat merah ini juga memiliki kewajiban untuk melindungi profesi atlet.
Sesuai PP Nomor 44 Tahun 2015, kata Aziz, semua pekerja berhak mendapatkan JKK dan JKM dari BPJS Ketenagakerjaan.
Berdasarkan PP ini, peserta program JKK dan JKM terdiri dari: a. Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara (meliputi: a. Pekerja pada perusahaan; b. Pekerja pada orang perseorangan; dan c. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan); b. Peserta bukan penerima upah (meliputi: a. Pemberi Kerja; b. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan c. Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan menerima upah).
”Memang setiap profesi, baik formal maupun nonformal, memiliki tingkat risiko yang berbeda. Misalnya, risiko tertinggi adalah pekerja di pertambangan, pabrik pupuk, bahan peledak, dan lainnya,” jelas Aziz saat ditemui di kantornya, Selasa, 4 Desember 2018.
Mengenai iuran JKK bagi Peserta penerima Upah, menurut PP ini, dikelompokkan dalam 5 (lima) kelompok tingkat risiko lingkungan kerja, meliputi: a. tingkat risiko sangat rendah: 0,24%; b. Tingkat risiko rendah (0,54%); c. Tingkat risiko sedang: 0,89%; d. Tingkat risiko tinggi: 1,27%; dan e. Tingkat risiko sangat tinggi: 1,27%.
Kesemuanya persentase itu dihitung dari Upah sebulan, yang terdiri atas Upah Pokok dan tunjangan tetap, dan wajib dibayar oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara.
Khusus untuk atlet, kata Aziz, ada penggolongan klasifikasi lagi.
Dia mencontohkan, atlet tinju atau balap mobil memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan atlet catur.
”Rate kecelakaan kerja ada di angka 0,24 sampai 1,74. Angka itulah yang menentukan besarnya iuran bagi peserta,” tutur Aziz.
Dengan adanya jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan, kata Aziz, atlet dapat terlindungi selama menunaikan tugasnya, yakni berlatih dan bertanding.
”Saya beri contoh. Misalnya si atlet mau pergi ke tempat latihan. Dia berangkat dari rumah naik motor. Tiba-tiba di tengah jalan dia kecelakaan dan mengalami cedera parah. Di situlah proteksi yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan,” beber Aziz. (*)