Tsunami Pesisir Lampung
Ibu Hamil 6 Bulan Tersapu Tsunami: Saya Merasa Hidup Akan Berakhir
Ibu Hamil 6 Bulan Tersapu Tsunami: Saya Merasa Hidup Akan Berakhir. Kini korban mengungsi di kaki Gunung Rajabasa.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, KALIANDA - Tak ada yang menyangka gelombang tsunami menghantam kawasan pesisir Lampung malam itu.
Gelombang tinggi tiba-tiba muncul menyapu semua yang ada di depannya. Suara kepanikan pun terdengar di sana sini.
Nasoha (45), warga Way Muli Timur, Rajabasa, Lampung Selatan mengaku mendengar suara gemuruh ombak besar, namun tak menyangka jika itu tsunami.
Kejadian sekitar pukul 21.00 WIB, dia bersama anaknya berada di rumah. Saat ombak pertama datang, ia sempat keluar rumah dan mencari sumber suara.
"Pas keluar ternyata air sudah naik ke rumah setinggi lutut. Saya cepat masuk lagi, narik anak untuk keluar.
• 7 Menit Tertidur, Udin Ahok Kaget Tsunami Hantam Rumahnya, Ibu dan Anaknya Masih Hilang
Namun ombak kedua setinggi empat meter datang dan langsung menghantam rumahnya.
"Saya nggak sempat ngapa-ngapain lagi. Sama anak cuma bisa pelukan saja. Terus dalam sekejap saya sudah tergulung ombak," tutur Nasoha.
Nasoha yang mengalami luka robek di lengan kanan dan telinga kanan, serta memar di pelipis mata kiri, mengaku pasrah saat tergulung ombak.
"Tapi syukur, saya masih bisa selamat. Tapi rumah saya rata, tidak berbentuk lagi," ucap Nasoha.
Sulis, warga Desa Way Muli Timur lainnya menuturkan, gelombang besar menerjang rumahnya saat ia dan dua anaknya hendak tidur.
Ia yang dalam kondisi hamil 6 bulan sempat terendam air laut.
"Waktu hendak menyelamatkan diri saya sempat jatuh. Suami saya menyelamatkan anak. Saya terendam luapan air.
Saat itu, saya merasa hidup saya akan berakhir, sampai ada tetangga yang menarik tangan saya," tuturnya.
Selanjutnya, ia bersama suami, anak serta tetangganya berlari menuju kaki gunung Rajabasa.
Menurutnya, malam itu cukup mencekam. Karena aliran listrik PLN mati. Sehingga warga pun kalang-kabut untuk menyelamatkan diri di tengah gelapnya malam.
• Gubernur Ridho dan TNI Lakukan Koordinasi, Pangdam II/Sriwijaya Turun ke Lokasi
Saat air surut dan kondisi sudah aman. Ia dan suami kembali ke rumah. Namun ia mendapati bagian depan rumahnya sudah roboh.
Begitu juga dengan warung soto miliknya. Sudah rata dengan tanah. Sementara beberapa rumah tetangganya juga rata dengan tanah.
Hilang dan Meninggal
Perasaan duka juga dirasakan rombongan keluarga dari SMP Satya Dharma Sudjana yang sedang berlibur di Alau-Alau Laguna Kalianda.
Rombongan ini pun tersapu gelombang tsunami. Bahkan tiga anggota dari rombongan ini masih hilang dan satu meninggal dunia.
Sementara rombongan yang selamat mengalami luka-luka dan dilarikan ke RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung, Minggu kemarin.
"Yang hilang anak umur dua tahun, anaknya Bu Tantri, satu keponakan Pak Heri kelas 1 SD dan satu lagi Zakkan (2 tahun). Terus ada lagi satu yang meninggal umur sekitar 1,5 tahun," jelas Tutut salah satu korban selamat.
Ia menceritakan, saat malam kejadian, ia bersama keponakannya sedang tidur setelah waktu isya.
"Tahu-tahu ada suara gemuruh suara ombak keeenceng sekali. Langsung nyembur cottage kita," kisahnya saat dijumpai di RS Urip Sumoharjo.
"Saya sudah gak tahu lagi langsung ambrol semuanya. Cottage itu kan terbuat dari bahan kayu terus terseret ombak. Saya udah gak tahu lagi abis itu dan tiba-tiba gak jalan lagi arusnya," sambungnya.
Ia dan keponakannya tertimpa balok. "Gak lama dari situ ombak mau datang lagi. Ada yang teriak 'Mau datang lagi tsunami ke atas. Pokoknya dataran tinggi'. Akhirnya kami naik lagi ke atas," paparnya.
Lanjut Tutut menuturkan total rombongan yang berlibur sebanyak tujuh mobil pribadi berasal dari Gunung Madu.
Satu mobil berisi satu keluarga sekitar empat orang.
• UPDATE TSUNAMI LAMPUNG - 1 Bocah Tewas di Tanggamus, Kondisi Pekon Kiluan Kelumbayan Terparah
"Kejadian itu sekitar 21.30 WIB. Kemudian sampai pengungsian sekitar jam 11 malam dan itu jalan sepanjang 2 km untuk sampai pengungsian," terangnya.
Cerita lainnya datang dari Udin Ahok (49) warga Way Muli, Rajabasa, Lampung Selatan.
Dua anggota keluarganya, yakni ibunya, Ema (70) dan anaknya Muhammad Yusuf (1,3), masih tertimbun reruntuhan bangunan.
Sampai berita ini diturunkan, Tribun belum mendapatkan informasi lebih lanjut, apakah ibu Ema dan M Yusuf berhasil dievakuasi tim gabungan.
Udin menceritakan, kronologis air menerjang rumahnya.
Menurut Udin, kejadiannya sangat cepat, sehingga ia dan empat anggota keluarga lainnya hampir tidak bisa menyelamatkan diri karena terjebak di dalam rumah yang roboh.
"Jadi, sehabis maghriban di masjid, saya pulang ke rumah terus kumpul sama keluarga nonton televisi. Saya berlima sekeluarga. Terus, anak saya yang kecil masuk kamar mau tidur. Dianterin sama ibunya, dan tidurlah keduanya. Itu sekitar jam 21.00 WIB," ujarnya.
"Baru sekitar tujuh menitan saya tertidur, tiba-tiba ombak datang dan langsung menghantam rumah saya. Seketika juga rumah langsung roboh. Saya kaget dan mencoba keluar rumah. Tapi pintu rumah sudah terkunci," tutur Udin.
Belum sempat Udin keluar rumah, tiba-tiba ombak kedua datang. Menurut Udin, yang membuat rumah semakin roboh, karena ombak kedua membawa perahu dan langsung menghantam rumah.
"Ngga pikir panjang, saya langsung menyelamatkan istri, karena posisi kepala istri sudah di atas air. Itu kondisi air tingginya sekitar dua sampai tiga meter.
Saya coba angkat istri saya biar bisa keluar dari dalam rumah lewat atap rumah depan yang bolong. Itu posisi istri tidak pakai baju, hanya celana dalam dan kutang saja," jelas Udin.
• UPDATE TSUNAMI LAMPUNG - Warga GMP Kisahkan Detik-detik Tsunami Terjang Cottage Alau-Alau Laguna
Plt bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto turun langsung memimpin upaya evakuasi dan tanggap bencana di kawasan pesisir Rajabasa.
Ia memimpin langsung pembukaan akses jalan menuju ke desa Kunjir.
Akses jalan menunju desa Kunjir sempat terputus akibat tertimbun material rumah warga yang ambruk diterjang gelombang pasang. D
engan mengerahkan alat berat, material yang menutup jalan pun disingkirkan sehingga akses menuju desa Kunji bisa dibuka.
Gubernur Lampung M Ridho Ficardo mengatakan, pemprov memberikan perhatian pada upaya tanggap darurat pada masyarakat di pulau-pulau kecil. Seperti di pulau Sebesi dan Legundi.
Menurutnya, jika memang pemerintah kabupaten mengalami kendala akan armada untuk bisa menembus ke pulau-pulau,
pemprov akan berkoordinasi dengan aparat kepolisian dan juga angkatan laut untuk dapat membantu untuk menembus ke pulau-pulau kecil.
"InsyaAllah besok (hari ini), kita akan coba untuk menjangkau pulau-pulau kecil. Segera melakukan upaya tanggap darurat bagi masyarakat di pulau-pulau kecil yang terkena dampak gelombang tinggi," kata dia.
• Beredar Surat Peringatan Air Pasang Capai 1,7 Meter, BMKG Maritim: Tidak Berdampak Tsunami
Subscribe channel video youtube Tribun Lampung di bawah ini:
Fenomena Langka
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, tsunami yang terjadi di wilayah Selat Sunda merupakan fenomena langka, karena tidak ada gempa bumi yang memicunya.
"Fenomena tsunami di Selat Sunda termasuk langka. Letusan Gunung Anak Krakatau (GAK) juga tidak besar.
Tremor menerus namun tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan. Tidak ada gempa yang memicu tsunami saat itu. Itulah sulitnya menentukan penyebab tsunami di awal kejadian," ujar Sutopo.
Sutopo menjelaskan, tsunami yang menerjang wilayah Pantai Anyer dan Lampung Sabtu malam kemungkinan terjadi akibat longsor bawah laut, karena pengaruh dari erupsi Gunung Anak Krakatau.
Ia menjelaskan, Badan Geologi mendeteksi pada Sabtu (22/12) pukul 21.03 WIB Gunung Anak Krakatau erupsi kembali, dan menyebabkan peralatan seismograf setempat rusak.
Namun, seismik Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus (tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan).
Kemungkinan material sedimen di sekitar Anak Gunung Krakatau di bawah laut longsor, sehingga memicu tsunami.
BNPB menduga penyebab tsunami di Selat Sunda tadi malam yakni karena kombinasi dua faktor alam.
Pertama longsoran bawah laut akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau, kedua fenomena gelombang pasang karena bulan purnama. (Tribunlampung)