Tribun Lampung Selatan
Dialog 30 Detik dengan Presiden Jokowi yang Bersejarah bagi Warga Pulau Sebesi
Pertemuan bersejarah tersebut terjadi saat Presiden Jokowi meninjau pengungsi asal Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku di lapangan tenis indoor Kalianda.
Penulis: Daniel Tri Hardanto | Editor: Daniel Tri Hardanto
"Kami hanya ingin pemerintah segera melaksanakan keputusan pengadilan. Karena memang keputusan dari MA kan sudah inkrah," kata Usmanuddin.
"Kami juga berharap pemerintah melakukan pengukuran ulang. Karena lahan 3.700 hektare itu belum semuanya. BPN pernah memperkirakan total luas lahan yang ada berkisar 5.000 hektare," tambahnya.
• Rumah Rusak Diterjang Tsunami, Ratusan Warga Sebesi Pilih Bertahan di Pengungsian
Awal Kasus
Kasus ini berawal dari program land reform yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi.
Disebutkan bahwa jika seseorang memiliki lahan di atas 20 hektare, pemerintah berhak mengambilnya dengan membayarkan ganti rugi.
Dalam hal ini, Pemkab Lamsel diharuskan membayar ganti rugi kepada Mohammad Saleh Ali selaku pemilik Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku.
Nominal yang harus dibayarkan pada saat itu sebesar Rp 290,648 juta, dengan total lahan seluas 3.707 hektare.
Namun, karena Pemkab Lamsel tidak juga membayarnya, akhirnya ahli waris mengajukan gugatan ke PN Kalianda.
Saat itu, majelis hakim PN Kalianda memenangkan gugatan ahli waris dan mengharuskan Pemkab Lamsel membayar Rp 20,083 miliar.
Belum berhenti sampai di situ, kedua pihak sama-sama mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tanjungkarang.
Dalam putusan nomor 34/PDT/2009, Pengadilan Tinggi Tanjungkarang kembali memenangkan penggugat.
Bahkan, nominal yang harus dibayarkan tergugat membengkak menjadi Rp 64,562 miliar.
Terakhir, perkara ini kembali banding ke tingkat kasasi Mahkamah Agung.
Lagi-lagi, penggugat memenangkan perkara ini. Pasalnya, MA menolak penggugat dan tergugat, sehingga mengembalikannya ke putusan tingkat banding di PT Tanjungkarang. (*)