Tribun Bandar Lampung

BREAKING NEWS - Dapat Proyek Rp 116 Miliar, Bobby Mengaku Disuruh Zainudin Hasan

Bobby mengakui pernah mendapat arahan dari Zainudin Hasan untuk menyiapkan uang sebesar 5 persen dari total paket proyek 2018.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Hanif Mustafa
Bobby Zurhaidir, direktur PT Krakatau Sukses Pratama (depan, paling kanan), menjadi saksi dalam persidangan lanjutan dengan terdakwa anggota DPRD Lampung nonaktif Agus Bhakti Nugroho dan mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Kamis, 17 Januari 2019. 

BREAKING NEWS - Dapat Proyek Rp 116 Miliar, Bobby Mengaku Disuruh Zainudin Hasan

Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Dua kali dapat pekerjaan di Dinas PUPR Lampung Selatan, PT Krakatau Sukses Pratama baru dimintai fee proyek di tahun kedua.

Hal ini terungkap saat Direktur PT Krakatau Sukses Pratama Bobby Zurhaidir menjadi saksi dalam persidangan lanjutan dengan terdakwa anggota DPRD Lampung nonaktif Agus Bhakti Nugroho dan mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Kamis, 17 Januari 2019.

Di hadapan hakim ketua Mansyur Bustami, Bobby mengaku mendapatkan paket pekerjaan pada tahun 2017 dan 2018.

BREAKING NEWS - KPK Beberkan Alasan Permohonan Justice Collaborator Agus BN Belum Dikabulkan

Total nilai proyek dalam dua tahun itu mencapai Rp 116 miliar.

"Tahun 2017 dapat paket pekerjaan senilai Rp 38 miliar. Jumlahnya saya lupa," ungkapnya.

"Tahun 2018, dapat paket proyek senilai Rp 78 miliar dari DAK 2018. Kurang lebih 15 pekerjaan," imbuhnya.

Terkait fee proyek, Bobby mengaku tidak mengetahuinya.

Alasannya, ia hanya mengelola perusahaan milik Zainudin Hasan, bupati nonaktif Lampung Selatan.

"Saya sebagai pelaksana, jadi gak tahu adanya fee. Jadi saya laporkan semua ke beliau (Zainudin). Dan kita kerja setelah ada DP (down payment)," sebutnya.

Meski demikian, Bobby mengakui pernah mendapat arahan dari Zainudin Hasan untuk menyiapkan uang sebesar 5 persen dari total paket proyek 2018.

"Tahun 2017 tidak ada. Tapi, 2018 sempat ada pembicaraan. Setelah selesai proyek untuk disiapin 5 persen uang dari nilai proyek untuk tim Pak Anjar," jelasnya.

Bobby mengaku ikut main proyek di Dinas PUPR Lamsel berawal dari permintaan Zainudin Hasan.

"Itu tahun 2017, saya dipanggil bupati. Diminta membantu mengerjakan proyek dan koordinasi langsung dengan Anjar," tutupnya.

Tidak Ada yang Ditutupi

Anggota DPRD Lampung nonaktif Agus Bhakti Nugroho dan mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara kembali menjalani sidang lanjutan kasus uang suap Dinas PUPR Lampung Selatan, Kamis, 17 Januari 2018.

Persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang ini diagendakan dengan keterangan para saksi.

BREAKING NEWS - Agus BN Mengaku Disuruh Zainudin Hasan Buang Catatan Uang Setoran Fee Proyek

Adapun saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK ada enam orang.

Saksi ini meliputi dari unsur Dinas PUPR Lampung Selatan, yakni Kabid Pengairan PUPR Lampung Selatan Syahroni.

Kemudian unsur dari rekanan, Direktur PT Prabu Sungai Andalas Gilang Ramadhan, Bobby Zulhaidir, Rusman Effendi, Wahyu Lesmono, dan Abdi Wiranegara.

Dalam kesempatan ini, Agus BN menegaskan tidak akan ada yang ditutup-tutupi terkait kasus uang suap di Dinas PUPR Lampung Selatan.

"Apalagi yang mau ditutupi. Saya juga telah jadi terpidana. Jadi ungkapin saja," ungkapnya.

Antar Uang 4 Kardus 

Anggota nonaktif DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho dan mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara buka-bukaan dalam sidang lanjutan uang suap dengan terdakwa Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan.

Keduanya membeberkan aliran dana setoran fee proyek dan pembagian paket proyek kepada dua sosok elite di Lampung Selatan.

Agus BN bersaksi mengantarkan secara langsung uang ke rumah Ketua DPRD Lampung Selatan Hendry Rosadi.

Uang suap senilai Rp 2 miliar itu dikemas dalam empat kardus.

BREAKING NEWS - Keterangan 7 Saksi Memberatkan, Zainudin Hasan: Masih Ada Allah, Biarkan Saja

Sementara Anjar menyebut memberikan paket proyek senilai Rp 10 miliar kepada Plt Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto.

Kesaksian Agus dan Anjar, yang juga berstatus terdakwa dengan berkas terpisah dalam perkara ini, diungkapkan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 14 Januari 2019.

Pada kesempatan yang sama, Nanang dan Hendry membantah menerima paket proyek dan aliran dana fee proyek.

Sidang lanjutan yang dipimpin hakim ketua Mien Trisnwaty menghadirkan tujuh orang saksi.

Mereka adalah Nanang Ermanto, Hendry Rosadi, Anjar Asmara, Agus BN, Hermansyah Hamidi (mantan Kadis PUPR), Syahroni (Kabid Pengairan), dan Thomas Americo (Kadis Pendidikan Lamsel).

Dalam keterangannya, Agus BN dan Anjar mengungkap aliran dana fee setoran proyek dan pemberian paket proyek senilai Rp 18 miliar kepada DPRD Lamsel dalam rangka pengesahan APBD.

Menurut Agus, pada Desember 2016 atas perintah terdakwa Zainudin Hasan, ia menjalin komunikasi dengan DPRD terkait pengesahan dan pembahasan APBD tahun 2017.

Saat itu komunikasi yang dilakukan Sekda dengan DPRD mengalami kebuntuan.

"Waktu itu sekitar Desember 2016, Rp 2 miliar untuk DPRD saya yang antar. Uang saya taruh di kardus, kalau tidak salah tiga sampai empat kardus. Saya ambil dari rumah dinas bupati di Kalianda. Siang-siang saya antar, saya yang angkat, saya bawa sendiri pakai mobil Avanza," beber Agus.

Di rumah dinas ketua DPRD, Agus bertemu Hendry Rosadi dan dua anggota DPRD Lamsel dari Fraksi PDIP dan Fraksi PKS.

"Yang bukakan pintu waktu itu Pakde, sopir ketua DPRD," ujarnya.

Kesaksian Agus ihwal pemberian uang kepada DPRD diperkuat oleh Anjar yang menyebut adanya pemberian paket proyek senilai Rp 18 miliar kepada DPRD.

Pasalnya, DPRD saat itu mengancam tidak akan mengesahkan APBD.

Menurut Anjar, sekitar Desember 2017 seusai paripurna ia dipanggil oleh Hendry Rosadi.

Saat itu, pihak DPRD meminta uang untuk pengesahan APBD tahun 2017 sebesar Rp 20 miliar.

"Waktu itu setelah paripurna saya dipanggil ketua dewan, di situ sudah ada beberapa wakil ketua DPRD. Mereka menyampaikan ada pengesahan APBD, dan minta Rp 20 miliar. Saat itu mereka ngaku sudah menyampaikan ke sekda, tapi sekda tidak merespon," kata Anjar.

Anjar merasa tidak memiliki kompeten untuk menyanggupi permintaan wakil rakyat. karena itu, ia melapor kepada Sekda.

"Saya sampaikan permintaan dewan. Kata sekda waktu itu mereka minta Rp 15 M, tapi dengan saya Rp 20 miliar. Akhirnya waktu itu disetujui Rp 18 miliar paket pekerjaan. Besoknya APBD langsung disahkan," kata Anjar. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved