Pasien JKN Harus Bayar Tiap Berobat ke RS, BPJS Bilang di Bandar Lampung Belum Dilaksanakan
Pasien JKN Harus Bayar Tiap Berobat ke RS, BPJS Bilang di Bandar Lampung Belum Dilaksanakan
Penulis: Eka Ahmad Sholichin | Editor: Heribertus Sulis
Pasien JKN Harus Bayar Tiap Berobat ke RS, BPJS Bilang di Bandar Lampung Belum Dilaksanakan
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Bandar Lampung belum menerapkan aturan urun biaya berobat kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Ketentuan itu sendiri tertuang dalam Peraturan Menkes Nomor 51 Tahun 2018.
"Kami sudah tahu soal itu. Tapi, kami belum laksanakan. Masih menunggu arahan lebih lanjut dari pusat, akan seperti apa nantinya," kata Kepala Bidang Sumber Daya Manusia, Umum, dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Bandar Lampung Nurman di ruang kerjanya, Senin (21/1/2019).
Ia menjelaskan, ketentuan urun biaya tersebut akan berlaku untuk jenis layanan kesehatan yang bisa menimbulkan penyalahgunaan.
• Berobat Pakai BPJS Kesehatan Tak Gratis Lagi, Ini Rincian Biaya yang Harus Dibayar Setiap Berobat
"Adapun penetapan jenis-jenis layanan kesehatan yang akan berlaku untuk aturan itu mengacu usulan BPJS Kesehatan, organisasi profesi, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan," ujarnya.
Nurman menerangkan lagi, usulan terkait jenis-jenis layanan kesehatan untuk urun biaya mesti memiliki data dan analisis pendukung.
"Selanjutnya, Kemenkes membentuk tim yang terdiri atas pengusul tersebut, akademisi, dan pihak terkait, untuk melaksanakan kajian dan uji publik serta membuat rekomendasi," paparnya.
Fasilitas kesehatan pun, sambung Nurman, wajib menginformasikan kepada peserta mengenai jenis layanan kesehatan yang terkena urun biaya beserta nilainya.
"Ke depan, peserta atau keluarganya harus memberi persetujuan kesediaan membayar urun biaya sebelum mendapatkan pelayanan.
Aturan besaran urun biaya itu berbeda antara rawat jalan dan rawat inap," jelasnya.
"Kalau sudah fix (pasti), pasti kami sosialisasikan."
Warga Kecewa Seandainya Berlaku
Seandainya aturan urun biaya nanti berlaku alias berobat pakai BPJS Kesehatan harus bayar, sejumlah warga menyatakan kecewa.
Agus warga, Kelurahan Campang Raya, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung, merasa berat harus membayar lagi setelah membayar iuran bulanan.
"Bayaran (iuran) setiap bulan itu untuk apa? Harusnya kan kembali untuk warga, bukan malah harus bayar lagi," tukasnya.
Sutini (40), warga Pesawaran, menolak jika permenkes itu berlaku.
"Saya sudah lama ikut BPJS Kesehatan. Pemerintah harus pikirkan lagi kalau mau menerapkan itu," ujarnya di Rumah Sakit Advent Bandar Lampung.
Kualitas Harus Meningkat
Sementara Ermanita, keluarga pasien peserta JKN, tak mempersoalkan adanya aturan urun biaya. Dengan catatan, ada peningkatan kualitas layanan kesehatan.
"Selama nilainya masih wajar. Tapi, harus ada peningkatan kualitas pelayanan," katanya di sela-sela mengantar ayahnya menjalani operasi katarak total di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek, dari rujukan Rumah Sakit Menggala, Tulangbawang.
Manajer Pemasaran dan Hubungan Masyarakat RS Advent, Otot Sudarmono, memastikan pihaknya belum memberlakukan permenkes itu.
"Informasi permenkes ini sudah saya dapat. Tapi, kami belum memberlakukannya. Kami mengikuti kebijakan BPJS," katanya.
Kepala Subbagian Humas RS Immanuel Alquirina menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan soal aturan tersebut.
"Kami akan tanya ke pihak BPJS. Sejauh ini, kami belum memberlakukan," ujarnya.
Senada, Kasubbag Humas RSUAM Ahmah Safri memastikan pihaknya belum menerapkan aturan urun biaya itu.
"Belum kami terapkan. Tunggu instruksi BPJS, karena mereka yang menentukan. Itu kan turunan regulasinya belum ada," jelasnya.
Permenkes 51/2018
Dalam Permenkes Nomor 51 Tahun 2018 tertera ketentuan bahwa berobat jalan maupun rawat inap menggunakan fasilitas JKN di BPJS Kesehatan tak lagi gratis.
Peserta harus membayar dengan tarif bervariasi, tergantung tipe kelas rumah sakit.
Aturan tersebut, menurut BPJS Kesehatan, bisa mengendalikan mutu dan biaya di fasilitas kesehatan.
Merujuk Kontan dan Kompas.com, Kemenkes telah menerbitkan Permenkes 51/2018. Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi M Arief menepis anggapan bahwa pemberlakuan biaya itu semata untuk menekan defisit neraca BPJS.
"BPJS sendiri tidak menganggap ini bagian dari upaya menurunkan defisit sehingga kami minta peserta mengurun biaya," ujar Budi di kantor pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Jumat (18/1/2019).
Budi menjelaskan, aturan itu bertujuan mengedukasi masyarakat. Pihaknya ingin masyarakat nantinya menggunakan pelayanan kesehatan seperlunya.
"Jadi, jika sakitnya tidak parah, seperti batuk dan pilek, tidak perlu ke dokter untuk periksa dan minta obat," katanya.
Budi mengklaim ada banyak temuan di lapangan bahwa peserta JKN menggunakan layanan kesehatan yang tidak terlalu penting.
Kondisi ini, menurut dia, turut membuat biaya klaim dari RS membengkak.
Berobat Pakai BPJS Kesehatan Tak Gratis Lagi, Ini Rincian Biaya yang Harus Dibayar Setiap Berobat
Berobat jalan menggunakan BPJS Kesehatan kini tak lagi gratis. Peserta BPJS Kesehatan harus mengeluarkan sejumlah uang setiap berobat jalan atau rawat inap di rumah sakit, dengan tarif bervariasi tergantung tipe kelas rumah sakit.
Aturan baru pungutan bagi peserta BPJS Kesehatan yang berobat jalan dan rawat inap ke rumah sakit ini tertuang dalam Peraturan Menkes Nomor 51 Tahun 2018.
Melalui aturan baru urun biaya, kini BPJS Kesehatan mewajibkan pesertanya membayar biaya tambahan tiap melakukan kunjungan.
Aturan urun biaya ini menurut BPJS Kesehatan dapat mengendalikan mutu dan biaya di fasilitas kesehatan.
Dikutip dari Kontan dan Kompas.com pada Jumat (8/1/2019), Kementrian Kesehatan secara resmi menerbitkan Peraturan Menkes Nomor 51 Tahun 2018.
Aturan tersebut nantinya mengatur soal urun biaya dan juga selisih biaya untuk JKN-KIS.
Berdasarkan aturan tersebut, ada tambahan biaya bagi peserta untuk rawat jalan dan rawat inap nantinya.
Rincian Biaya
Berikut rincian aturan urun biaya yang nantinya diterapkan bagi para peserta BPJS Kesehatan.
Tiap kali peserta melakukan kunjungan untuk rawat jalan, akan ada biaya yang besarannya sudah disesuaikan dengan ketentuan:
a. sebesar Rp 20.000 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B
b. sebesar Rp 10.000 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D, dan klinik utama
c. paling tinggi sebesar Rp 350.000,00 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) untuk paling banyak 20 (dua puluh) kali kunjungan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan.
Sedangkan untuk rawat inap, besaran urun biayanya adalah 10 persen dari biaya pelayanan.
Angkanya dihitung dari total tarif INA CBG's setiap kali melakukan rawat inap, atau paling tinggi Rp 30 juta.
Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan membayar klaim RS dikurangi besaran urun biaya tersebut.
Urun biaya dibayarkan oleh peserta kepada fasilitas kesehatan setelah pelayanan kesehatan diberikan.
Sementara itu, untuk selisih biaya, diterapkan kepada peserta yang mau ada kenaikan pelayanan kesehatan lebih tinggi dari haknya.
Misalnya, peserta kelas perawatan 3 ingin dirawat di kelas perawatan di atasnya. Permenkes tersebut tidak melarang peningkatan hak kelas rawat di rumah sakit.
Namun, ada konsekuensi pembayaran selisih biaya yang harus ditanggung oleh peserta JKN-KIS yang bersangkutan.
Untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 3 ke kelas 2, dan dari kelas 2 ke kelas 1, maka peserta harus membayar selisih biaya antara tarif INA CBG's antarkelas.
Sementara untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 1 ke kelas di atasnya, seperti VIP, maka peserta harus membayar selisih biaya paling banyak 75 persen dari tarif INA CBG's kelas 1.
Sedangkan untuk rawat jalan, peserta harus membayar biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak Rp 400.000 untuk setiap episode rawat jalan.
Baik urun biaya maupun selisih biaya tidak berlaku untuk Penerima Bantuan luran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah atau Pusat.
Meski rinciannya sudah dikeluarkan, pihak BPJS Kesehatan menyatakan aturan ini belum berlaku dan masih akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat.