Tribun Bandar Lampung
Nanang dan Hendry Rosyadi Kembali Bersaksi di Sidang Lanjutan Agus BN dan Anjar
Pengadilan Tipikor Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi fee setoran proyek di dinas PUPR Lampung Selatan.
Penulis: Romi Rinando | Editor: Reny Fitriani
Laporan wartawan Tribun Lampung Romi Rinando
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG - Pengadilan Tipikor Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi fee setoran proyek di dinas PUPR Lampung Selatan dengan dua terdakwa Agus Bhakti Nugroho Anggota DPRD Lampung non aktif dan Anjar Asmara mantan kadis PU PR Lamsel, Kamis (24/1/2019).
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Mansyur Bustami agedanya mendengarkan keterangan tujuh saksi yakni Plt. Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto, Ketua DPRD Lampung Selatan Hendry Rosyadi, Sekda Lampung Selatan Fredy SM.
Kemudian, Kadis Pendidikan Lampung Selatan Thomas Amiriko, Ahmad Burhanudin ketua Baznas Lampung Selatan, Farhan Wahyudi selaku rekanan, dan Tirta Saputra PNS.
Antar 4 Kardus Berisi Uang
Anggota nonaktif DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR) Lampung Selatan Anjar Asmara, buka-bukaan di sidang lanjutan fee proyek dengan terdakwa Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan (nonaktif).
Keduanya membeberkan aliran dana setoran fee proyek dan pembagian paket proyek kepada dua sosok elite di Lampung Selatan.
Agus BN bersaksi mengantarkan secara langsung uang ke rumah Ketua DPRD Lampung Selatan, Hendry Rosadi. Uang senilai Rp 2 miliar itu dikemas dalam empat kardus.
• Kronologi Bupati Mesuji Terjaring KPK, Posting HOAX Sebelum Jemput KPK di Kantor Polisi
• 3 Bupati di Lampung Terjaring KPK dalam Setahun
• Uang Suap Rp 2 Miliar Dimasukkan 4 Kardus, Anggota Nonaktif DPRD Lampung Agus BN Siap Mubahalah
Sementara Anjar menyebut memberikan paket proyek senilai Rp 10 miliar kepada Plt Bupati Lampung Selatan, Nanang Ermanto.
Kesaksian Agus dan Anjar, yang juga berstatus terdakwa dengan berkas terpisah dalam perkara ini, diungkapkan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjung Karang, Senin (14/1/2019).
Pada kesempatan yang sama, Nanang dan Hendry membantah terima paket proyek dan aliran dana fee proyek.
Sidang lanjutan yang dipimpin Hakim Ketua Mien Trisnwaty menghadirkan tujuh orang saksi. Mereka adalah Nanang Ermanto, Hendry Rosadi, Anjar Asmara, Agus BN, Hermansyah Hamidi (mantan Kadis PUPR), Syahroni (Kabid Pengairan), dan Thomas Amriko (Kadis Pendidikan Lamsel).
Dalam keterangannya, Agus BN dan Anjar mengungkap aliran dana fee setoran proyek dan pemberian paket proyek senilai Rp 18 miliar kepada DPRD Lamsel, dalam rangka pengesahaan APBD.
Menurut Agus, pada Desember 2016 atas perintah terdakwa Zainudin Hasan, ia menjalin komunikasi dengan DPRD terkait pengesahaan dan pembahasaan APBD tahun 2017. Saat itu komunikasi yang dilakukan Sekda dengan DPRD mengalami kebuntuan.
• BREAKING NEWS - Agus BN Mengaku Disuruh Zainudin Hasan Buang Catatan Uang Setoran Fee Proyek
• Ciduk Bos PT Subanus Lampung, KPK Bawa Kardus Mi Instan Berisi Duit
• Sebelum Dibawa KPK Terkait OTT di Lampung, Bupati Khamami Posting Kata Ini di Facebook
"Waktu itu sekitar Desember 2016, Rp 2 miliar untuk DPRD saya yang antar. Uang saya taruh di kardus, kalau tidak salah tiga sampai empat kardus. Saya ambil dari rumah dinas Bupati, di Kalianda. Siang-siang saya antar, saya yang angkat, saya bawa sendiri pakai mobil Avanza," beber Agus.
Di rumah dinas Ketua DPRD, Agus bertemu Hendry Rosadi dan dua anggota DPRD Lamsel dari Fraksi PDIP dan Fraksi PKS.
"Yang bukakan pintu waktu itu Pakde, sopir ketua DPRD," ujarnya.
Kesaksian Agus ihwal pemberian uang kepada DPRD diperkuat oleh Anjar yang menyebut adanya pemberian paket proyek senilai Rp 18 miliar kepada DPRD. Pasalnya, DPRD saat itu mengancam tidak akan mengesahkan APBD.
Menurut Anjar, sekitar Desember 2017 seusai paripurna ia dipanggil oleh Hendry Rosadi. Saat itu, pihak DPRD meminta uang untuk pengesahan APBD tahun 2017 sebesar Rp 20 miliar.
"Waktu itu setelah paripurna saya dipanggil ketua dewan, di situ sudah ada beberapa wakil ketua DPRD. Mereka menyampaikan ada pengesahan APBD, dan minta Rp 20 miliar. Saat itu mereka ngaku sudah menyampaikan ke sekda, tapi sekda tidak merespon," kata Anjar.
Anjar merasa tidak memiliki kompeten untuk menyanggupi permintaan wakil rakyat. karena itu, ia melapor kepada Sekda.
"Saya sampaikan permintaan dewan. Kata sekda waktu itu mereka minta Rp 15 M, tapi dengan saya Rp 20 miliar. Akhirnya waktu itu disetujui Rp 18 miliar paket pekerjaan. Besoknya APBD langsung disahkan," kata Anjar.
Siap Mubahalah
Sementara Hendry membantah telah menerima uang dan paket proyek seperti yang disampaikan Agus BN dan Anjar.
"Tidak pernah, saya tidak pernah ulur-ulur APBD. Semua pembahasaan APBD on the track dari bulan 11 sudah dibahas, soal proyek saya tidak tahu," ujar Hendry.
Hakim Ketua Mien Trisnawaty pun mengkonfrontir Agus BN terkait bantahan Hendry. Agus merespons cepat.
Dengan suara lantang Agus menyatakan siap melakukan mubahalah (dua pihak yang saling memohon dan berdoa kepada Allah agar yang Maha Kuasa melaknat dan membinasakan atau mengazab pihak yang batil (salah) atau menyalahi kebenaran) jika pernyataan yang disampaikannya tidak benar.
"Saya siap mubahalah Yang Mulia, jika itu tidak benar," kata Agus.
Sementara Nanang juga membantah menerima paket pekerjaan sebesar Rp 10 miliar, sesuai kesaksian Anjar Asmara.
"Saya gak tahu. Tapi, Pak Bupati memerintahkan tidak main paket," kata Nanang menjawab pertanyaan Hakim Anggota Samsudin.
"Jadi Anda tahu jika Anda mendapatkan proyek Rp 10 miliar itu?" tanya ulang Samsudin.
"Baru hari ini," jawab Nanang agak lama.
Hakim Samsudin merasa kurang puas dengan jawaban Nanang. Ia pun mengkonfrontir kesaksian Anjar.
"Baik saya konfrontir ke Pak Anjar, bagaimana Pak Anjar?" tanya Samsudin.
"Dia (Nanang) minta langsung ke saya paket pekerjaan. Tahun 2017 minta Rp 5 miliar, dan 2018 minta Rp 10 miliar, total dia minta Rp 15 miliar," ungkap Anjar.
"Karena sudah penuh saya kasih proyek senilai Rp 10 miliar. Bahkan, beliau beberapa kali menanyakan kapan lelang dari proyek ini, sejak tahun 2017," beber Anjar.
Anjar menambahkan, sekitar 10 hari sebelum OTT, Nanang sempat meminta uang untuk beli tiga unit ruko seharga Rp 10 miliar.
"Tapi Pak Bupati (Zainudin) menelepon dan membatalkan. Akhirnya dia minta uang Rp 300 juta, demikian saya sesuai dengan BAP," tegas Anjar.
"Sudah dengar?" tanya Samsudin kepada Nanang.
Lebih lanjut Samsudin menanyakan Nanang soal uang diserahkan kepada KPK pasca-OTT. Nanang menyebut sudah mengembalikan Rp 480 juta kepada penyidik KPK.