Tribun Bandar Lampung

Kejati Lampung Masih Bungkam soal Penjemputan Sugiarto Wiharjo alias Alay, Takut Kabur Lagi?

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung masih bungkam terkait waktu kedatangan buron kakap Sugiarto Wiharjo alias Alay ke Lampung.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
tribun lampung
Sugiarto Wiharjo alias Alay menjalani sidang di PN Tanjungkarang Januari 2012 silam. 

Kejati Lampung Masih Bungkam soal Penjemputan Sugiarto Wiharjo alias Alay, Takut Kabur Lagi?

Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung masih bungkam terkait waktu kedatangan buron kakap Sugiarto Wiharjo alias Alay ke Lampung.

Menurut Kasi Penkum Kejati Lampung Agus Ari Wibowo, pihaknya juga masih menunggu informasi terkait kedatangan Alay.

"Kami masih nunggu informasi juga," ungkapnya, Kamis, 7 Februari 2019.

Ari pun belum bisa menyampaikan keberadaan Alay saat ini lantaran prosedur keamanan.

Pasalnya, Alay sudah dua kali kabur dan menjadi buron sebelum akhirnya ditangkap di Tanjung Benoa, Bali, Rabu, 6 Februari 2019.

"Tim sudah meluncur ke sana (Bali). Untuk kapan datangnya, belum bisa kami sampaikan," katanya.

"Karena kami juga menjaga keamanan tim (penjemput)," imbuhnya.

Ari pun berjanji memberi informasi jika Alay sudah sampai di Kejati Lampung.

"Kalau sudah ke sini, kami rilis. Sabar dulu," tandasnya.

KPK Warning Satono

Pasca tertangkapnya buron legendaris asal Lampung Sugiarto Wiharjo alias Alay, KPK pun memberi peringatan keras kepada Satono.

Alay ditangkap oleh tim intelijen Kejaksaan Tinggi Bali bersama tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di daerah Tanjung Benoa, Bali, saat sedang makan bersama keluarga, Rabu, 6 Februari 2019.

Keberhasilan penangkapan Alay membuat aparat penegak hukum semakin percaya diri.

KPK pun meminta Satono untuk segera menyerahkan diri.

Mantan bupati Lampung Timur ini bersama-sama Alay melakukan korupsi hingga merugikan keuangan negara Rp 106,8 miliar. 

Buron Legendaris Lampung Alay Sudah Ditangkap, Kini KPK Warning Satono

KPK turut memburu dua buron legendaris asal Lampung ini sejak diterima permintaan fasilitasi dari Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Tinggi Lampung pada Mei 2017.

Juru Bicara KPK RI Febri Diansyah mengatakan, pihaknya sudah saling berkoordinasi dengan penegak hukum, baik Polri maupun Kejaksaan Agung, untuk mencari dan menemukan Satono dan Alay.

Febri pun memperingatkan kepada Satono yang sudah dijatuhi vonis 15 tahun penjara di tingkat kasasi untuk menyerah.

"Kami memperingatkan agar DPO Satono segera menyerahkan diri ke Kejaksaan RI untuk menjalani pidananya," ungkap Febri melalui siaran pers yang diterima Tribunlampung.co.id, Rabu.

Febri meminta masyarakat yang mengetahui informasi tentang keberadaan Satono untuk segera menginformasikan ke kantor kepolisian setempat.

"Bisa juga menghubungi kejaksaan atau menghubungi Call Center KPK 198," timpalnya.

Terkait penangkapan Sugiarto Wiharjo alias Alay, Febri menuturkan, berawal saat tim KPK mendapatkan informasi mengenai keberadaan sang DPO.

"Kemudian kami berkoordinasi dengan Bidang Intel Kejaksaan Tinggi Bali untuk mengecek informasi atas keberadaan terpidana Alay di wilayah hukum Provinsi Bali," ucapnya.

Rupanya informasi tersebut benar.

Buru 20 DPO Lagi, Kejati Lampung Sebut Satono dan Alay Paling Sulit Dicari

Rabu, 6 Februari 2019 sekitar pukul 15.40 Wita, tim KPK bersama tim intelijen Kejaksaan Tinggi Bali mendapati Alay tengah makan bersama keluarga di sebuah restoran hotel di daerah Tanjung Benoa, Bali.

"Selama masa pencarian, terpidana Alay selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan identitas berbeda," ujar Febri.

Menurut Febri, penangkapan Alay merupakan bentuk sinergi antara KPK dan kejaksaan dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi.

"Kami harap kerja sama yang lebih intensif ini dapat menghasilkan kinerja yang positif dalam pemberantasan korupsi," tandasnya.

Alay sendiri menjadi buron setelah adanya Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 510 K/PID.SUS/2014 tanggal 21 Mei 2014.

Alay terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut.

Bos Bank Tripanca ini dijatuhi pidana penjara 18 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta serta pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 106,8 miliar. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved