Awalnya Pingsan, PNS Meninggal Akibat Terserang DBD di Metro, Anggota DPRD: Tugas Dokter Itu Apa

Seorang PNS meninggal akibat terserang DBD di Metro, Senin (11/2/2019) malam. Sebelum meninggal, PNS bernama Azhari Pamungkas (30)

shutterstock
Ilustrasi. Awalnya pingsan, PNS meninggal akibat terserang DBD di Metro 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, METRO - Seorang PNS meninggal akibat terserang DBD di Metro, Senin (11/2/2019) malam.

Sebelum meninggal, PNS bernama Azhari Pamungkas (30) mengeluh badannya pegal-pegal.

Keluhan tersebut disampaikan kepada istrinya, Lisa.

Azhari Pamungkas merupakan PNS yang bertugas di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Metro.

"Suami saya sebelumnya dirawat di Klinik Azizah," kata Lisa, Rabu (13/2/2019).

"Dirawat di sana kondisinya semakin memburuk, kemudian dirujuk ke RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung."

"Demamnya sudah dari Selasa atau Rabu minggu lalu," terang Lisa.

Anak Driver Ojol Dilarikan ke RS Terserang DBD Tingkat 4, Sang Orangtua Minta Pengasapan

Ia mengaku, keluarga awalnya tidak merasa curiga dengan kondisi korban.

Karena itu, keluarga hanya membawa korban berobat ke Puskesmas.

"Karena dikira sakit biasa, makanya hanya dibawa ke puskesmas."

"Beliau juga masih aktif, hanya mengeluh badannya pegal-pegal," terangnya.

Pada Minggu (10/2/2019) malam, korban tidak sadarkan diri.

Hingga dibawa ke RS Muhammadiyah Metro.

Namun karena rumah sakit penuh, pihak keluarga berinisiatif membawa ke Klinik Azizah.

Azhari sempat dirawat sehari semalam di klinik tersebut.

Dari hasil diagnosis darah, trombosit Azhari jauh di bawah normal.

Yakni pada angka 3.500.

Herman HN Copot Jabatan 2 PNS Gara-gara Kasus Sabu

"Trombosit sudah segitu harus dirawat di ICU."

"Akhirnya dibawa ke RSUD Abdoel Moeloek," tuturnya.

Hingga akhirnya, korban akhirnya meninggal dunia.

Wakil Ketua Komisi I Nasrianto Effendi, yang juga kerabat korban, menyesalkan adanya kasus PNS meninggal akibat terserang DBD.

Padahal, dewan telah beberapa kali mengingatkan pemerintah untuk serius menangani kasus DBD.

Hal itu untuk meminimalisasi korban di kalangan masyarakat.

"Dan lebih kita sayangkan lagi, apakah puskesmas, klinik, sampai rumah sakit itu tidak jeli. Mereka kan lebih paham," kata Nasrianto Effendi.

"Harusnya mewanti-wanti korban ada potensi DBD atau apa begitu, karena memang ini lagi musimnya," imbuhnya.

Terlebih, terang Nasrianto, adanya penolakan dari beberapa rumah sakit di Metro.

Berkat DBD, Peternak Ikan Cupang Kantongi Rp 15 Juta per Bulan

Penolakan dengan alasan kamar penuh.

"Padahal, korban dalam posisi kritis. Masak disuruh ke Bandar Lampung."

"Tugas dokter dan RS itu apa sebenarnya. Miris sekali," tandasnya.

Menurutnya, penanganan pasien DBD tidak butuh ruang operasi.

Tapi perlu penanganan yang intensif dan serius.

"Artinya kamar itu kan bisa dikesampingkan. Bukan itu yang jadi faktor utama."

"Tapi kok ini terbalik," ungkapnya.

Sekretaris Kota (Sekkot) Metro Nasir AT mengaku prihatin dengan kabar PNS meninggal akibat terserang DBD.

Padahal, pemerintah selalu sosialisasi soal pencegahan dan bahaya.

"Ini yang kita prihatin. Kalau PNS saja tidak tahu gejala DBD, bagaimana dengan masyarakat umum."

"Ini berarti sosialisasi cuma pencegahan. Bukan soal penanganan dan gejalan seperti apa kalau terkena," ujarnya.

Ia mengaku, telah meminta dinas kesehatan untuk serius perihal sosialisasi gejala, efek samping, hingga pencegahan DBD.

Lampung Urutan 6 Kasus DBD Tertinggi di Indonesia

Karena ketidaktahuan, kekurangpekaan, penyakit DBD bisa dianggap sebagai demam biasa.

"Sudah saya minta. Seperti sosialisasi tsunami lah. Kan diberi tahu kalau air surut, habis gempa, sampai ngungsi ke tempat yang lebih tinggi."

"Artinya, mulai dari gejala sampai penanganan itu lengkap. Kita minta tidak korban lagi," tuntasnya. (indra simanjuntak)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved