Zainudin Hasan Dituntut 15 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politik 5 Tahun

Jaksa KPK menuntut Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan dengan pidana penjara selama 15 tahun.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan dituntut pidana penjara selama 15 tahun dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Tanjungkarang, Senin, 1 April 2019. 

Zainudin Hasan Dituntut 15 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politik 5 Tahun

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Setelah 5,5 jam surat tuntutan dibacakan, akhirnya jaksa KPK menuntut Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan dengan pidana penjara selama 15 tahun.

Tuntutan dibacakan oleh jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Tanjungkarang, Senin, 1 April 2019.

Wawan menyatakan, terdakwa secara sah melawan hukum dengan melakukan perbuatan tindak korupsi dan TPPU sesuai dengan yang tertuang dalam pasal 12a, 12i, dan 12b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 dan pasal 3 tentang TPPU.

"Menuntut dengan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 15 tahun dikurangi selama ditahan, dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan," ungkap Wawan.

Sempat Tertunda, Sidang Tuntutan Zainudin Hasan Dipastikan Digelar Senin Besok

Sidang Pleidoi Banjir Air Mata, Agus BN Minta Maaf ke Anak-Istri dan Zainudin Hasan

"Kemudian pencabutan hak pilih publik selama lima tahun setelah terdakwa menjalani hukuman pokoknya," imbuhnya.

Adapun hal yang memberatkan yakni terdakwa tidak mewujudkan pemerintahan yang bersih.

"Sebagai kepala daerah, harusnya (Zainudin Hasan) berperan aktif dalam menghapus praktik KNN, serta terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Yang meringankan, terdakwa sopan dan punya keluarga," tandasnya.

Terima Fee Proyek Rp 37 Miliar

Bupati nonaktif Lampung Selatan, Zainudin Hasan, mengakui terima aliran dana terkait fee proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) setempat.

Namun, uang yang masuk ke kantongnya tidak sebesar yang didakwakan jaksa penuntut umum pada KPK.

Zainudin mengaku cuma menerima uang Rp 37 miliar dari hasil fee proyek Dinas PUPR pada tahun 2016 dan 2017.

Sedangkan dalam dakwaan jaksa, Zainudin disebut meraup fee proyek sebesar Rp 72 miliar sejak menjabat sebagai bupati tahun 2016 sampai tahun anggaran 2018.

Pengakuan itu disampaikan Zainudin dalam sidang lanjutan perkara suap fee proyek di Dinas PUPR Lamsel dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Sabtu (18/3).

Zainudin menuturkan, uang yang ia terima dari setoran fee proyek pada 2016 sekitar Rp 20 miliar, dan tahun 2017 sebesar Rp 17 miliar.

Sedangkan tahun anggaran 2018 tidak ada aliran uang yang masuk ke kantong Zainudin karena proyek belum berjalan.

Zainudin tidak menampik sebagian uang tersebut digunakan untuk membeli aset-aset dan membiayai keperluan kegiatan dengan masyarakat.

Namun, ia menyebut pembelian aset tersebut bukan keinginannya, melainkan karena ditawarkan oleh Agus Bhakti Nugroho, anggota DPRD Lampung yang menjadi orang kepercayaan Zainudin.

"Saya ini gak pernah mau beli, tapi ditawarin oleh Agus BN. Misalnya, ruko Alzier (mantan Ketua DPD 1 Golkar Lampung), kemudian vila Thomas Rizka (pengusaha pulau wisata Tegal Mas). Jadi, saya ini gak tahu. Saya juga gak tahu soal floating-floating proyek," kata dia.

Sejumlah keterangan Zainudin dalam agenda pemeriksaan terdakwa ini, ditolak oleh JPU Wawan.

 BREAKING NEWS - Zainudin Hasan Ngaku Cuma Terima Uang Fee Proyek Rp 37 Miliar Selama 2 Tahun

Keduanya bahkan sempat berdebat.

Menurut JPU, Zainudin menerima uang Rp 72 miliar dengan rincian tahun 2016 Rp 35 miliar, tahun 2017 sebesar Rp 28,669 miliar, dan tahun 2018 sekitar Rp 8,4 miliar.

Bantahan lain Zainudin tentang keberadaan PT Baramega Citra Mulia Persada, perusahaan batu bara yang beroperasi di Kalimantan Selatan.

Ia menyebut tidak tahu tentang PT Baramega.

Namun, JPU punya pendapat berbeda. Jaksa meyakini ada hubungan terkait kepemilikan saham Zainudin di PT Baramega dengan aliran dana per bulan sebesar Rp 100 juta kepada Zainudin selaku komisaris di perusahaan tersebut.

Menurut jaksa, izin eksploitasi untuk PT Baramega diterbitkan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan tepat dua hari pasca-Zainudin duduk sebagai komisaris di perusahaan tersebut.

"Apakah Saudara tahu soal izin eksploitasi PT Baramega ini diberikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang juga kakak kandung Saudara, setelah Saudara duduk sebagai komisaris?" kata JPU Ariawan.

Zainudin menyatakan tidak tahu, termasuk dari mana ia membeli saham di PT tersebut.

"Saya tidak tahu, kalau jumlah sahamnya sekitar 5-10 persen saja" kata Zainudin.

Tak puas dengan jawaban tersebut, JPU Ariawan mencecar Zainudin terkait kapal PT Jhonlin yang beroperasi di Kalsel untuk mengangkut batu bara milik PT Baramega.

"Jadi ini satu kebetulan, PT Baramega Anda beli, kemudian selang berapa hari keluar izin eksploitasi dari kakak Anda Menteri Kehutanan (Zulkifli Hasan). Kemudian kapal angkut yang bawa batu baranya juga milik Anda," tanya Ariawan.

Namun, Zainudin kembali menjawab tidak tahu.

 BREAKING NEWS - Zainudin Hasan Bantah Beli Aset dari Fee Proyek Rp 72 Miliar

Merasa Khilaf

Sementara itu, Hakim Baharudin Naim mempertanyakan kebenaran dan alasan Zainudin Hasan melarang Wakil Bupati Lamsel Nanang Ermanto untuk bermain proyek.

"Saudara benar pernah melarang Nanang untuk bermain proyek, alasannya kenapa?" tanya Baharudin.

Zainudin mengamini larangan tersebut. Ia menyebut larangan itu bukan cuma diberlakukan untuk Nanang saja, tapi juga keluarga terdekatnya.

"Saya memang larang main proyek, bahkan keluarga terdekat saya juga tidak ada yang main proyek," ucap Zainudin.

Jawaban ini membuat hakim merasa heran. Sebab, Zainudin tidak menyampaikan larangan serupa kepada Agus BN, orang dekatnya dan menjadi terdakwa dalam yang sama.

"Itulah, Yang Mulia, saya merasa bersalah, saya khilaf. Namanya manusia, saya alfa," kata Zainudin.

Usai persidangan, JPU Wawan menilai keterangan Zainudin yang cenderung menjawab tidak tahu akan menjadi pertimbangan.

Sebab, semua pihak punya penilaian yang didukung fakta-fakta selama persidangan dan sudah terkonfirmasi ada saksi dan bukti.

Meski begitu, JPU menyoroti pengakuan Zainudin ihwal pemberian uang kepada Nanang Ermanto dan Ketua DPRD Lamsel Hendry Rosadi serta para anggota DPRD.

"Tadi ada juga yang diakuinya dan tidak dibantah, misalnya pemberian uang ke wakil bupati, kemudian uang yang ke ketua DPRD dan anggota DPRD. Jadi, kita tunggu saja setelah putusan ini," kata Wawan.  (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved