Sidang Vonis Zainudin Hasan

Zainudin Terdiam Divonis 12 Tahun, Bayar Uang Pengganti Rp 66,7 M dan Hak Politik Dicabut 3 Tahun

Terdakwa kasus suap fee proyek infrastruktur di Dinas PUPR Lampung Selatan yang juga bupati nonaktif, Zainudin Hasan, divonis 12 tahun penjara.

Editor: Teguh Prasetyo
Tribunlampung.co.id/Wahyu Iskandar
Zainudin Hasan Divonis 12 Tahun Penjara dan Bayar Uang Pengganti Rp 66 Miliar 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Terdakwa kasus suap fee proyek infrastruktur di Dinas PUPR Lampung Selatan yang juga bupati nonaktif setempat, Zainudin Hasan, divonis 12 tahun penjara dalam sidang di PN Tanjungkarang, Kamis (25/4/2019).

Vonis ini lebih rendah dibanding tuntutan jaksa sebesar 15 tahun penjara.

Zainudin pun terdiam ketika mendapatkan vonis tersebut.

Ia mengaku pikir-pikir atas vonis itu. Sementara Jaksa Penuntut Umum KPK Wawan Yunarwanto juga menyatakan pikir-pikir atas vonis yang lebih rendah dari tuntutan ini.

Dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawaty menyatakan, Zainudin secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersamaan.

"Mengadili, satu menyatakan terdakwa Zainudin Hasan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) secara bersamaan," ungkap Mien dalam persidangan, kemarin.

"Kedua menjatuhi hukuman pidana kepada terdakwa Zainudin Hasan dengan penjara selama 12 tahun dan denda Rp 500 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 5 bulan," imbuh Mien.

Mien pun juga menjatuhi pidana tambahan kepada Zainudin dengan mewajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 66.772.092.145.

Raibnya Fakta dalam Sidang Vonis Zainudin Hasan: Aliran Dana ke Nanang Ermanto Hingga DPRD

Pidana tambahan ini sama dengan tuntutan jaksa pada sidang sebelumnya.

"Paling lama dalam waktu satu bulan setelah putusan ini berkuatan tetap. Jika tidak membayar uang pengganti semua barang disita untuk dilelang. Jika uang tidak mencukupi maka diganti pidana kurungan salama 1,6 tahun," tegas Mien.

Tak hanya itu majelis hakim sepakat menjatuhi hukuman pencabutan hak untuk dipilih.

"Menjatuhkan hukuman pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah selesai menjalani hukuman pokok," tandasnya.

Sementara itu, majelis hakim anggota Gustina Ariyani mengatakan, pertimbangan yang memberatkan terdakwa yakni terdakwa sebagai kepala daerah tidak mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi.

"Kedua tidak mencegah praktik korupsi namun malah ikut ikutan. Ketiga tersangka tidak hanya sekali melakukan perbuatan kejahatan tapi dua perbuatan kejahatan yakni korupsi dan TPPU yang terbagi dalam empat dakwaan," sebutnya.

Lanjut Gustina hal yang meringankan terdakwa mengakui kesalahan.

"Dalam persidangan bertindak sopan dalam persidangan dan memiliki tanggungan keluarga," sebutnya.

Adapun majelis hakim sepakat perbuatan Zainudin memenuhi semua unsur dakwaan yakni pasal 12 a tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, pasal 12 i mengenai dia ikut proyek di PUPR, ketiga pasal 12B yakni gratifikasi, dan keempat pasal 3 mengenai TPPU.

BREAKING NEWS - Divonis 12 Tahun Penjara, Apa Komentar Zainudin Hasan?

Zainudin Hasan mengaku pikir-pikir atas putusan tersebut.

"Saya perlu waktu. Saya pikir-pikir," kata Zainudin.

Hal senada diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPJ) KPK Wawan Yunarwanto.

"Kami juga menyatakan pikir-pikir," ujar jaksa Wawan.

Karena kedua belah pihak menyatakan pikir-pikir, maka sidang pun ditutup.

"Karena pikir-pikir, sidang belum berkuatan inkrah, tapi sidang ditutup," kata Mien.

Saat diwawancarai usai sidang, Zainudin Hasan tak mau banyak bicara.

Puluhan pertanyaan yang dilempar awak media tidak satupun dijawab olehnya.

Tangannya pun memberi isyarat untuk tidak meminta komentar terhadapnya atas putusan penjara selama 12 tahun.

"Itu ada kuasa hukum, dengan mereka saja," ungkap Zainudin dengan tenang, kemarin.

BREAKING NEWS - Zainudin Hasan Divonis 12 Tahun Penjara dan Bayar Uang Pengganti Rp 66 Miliar

Terlalu Tinggi

Kuasa Hukum Zainudin Hasan, Robinson dari Alfonso Firm & Law menyatakan, putusan tersebut masih terlalu tinggi.

"Menurut kami masih tinggi, kalau melihat tuntutan 15 tahun, dua pertiganya itu 10 tahun. Tapi ini 12 tahun. Ya kami menganggap itu terlalu tinggi," ungkap Robinson setelah sidang.

Menurut dia, beberapa fakta yang disampaikan di pledoi tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim.

Sehingga semua pasal dakwaan dinyatakan terbukti.

"Sementara kami menganggap yang pasal 12i terkait pemborongan secara langsung tidak terbukti tapi menurut majelis seperti itu," katanya.

"Seperti tadi (oleh Mejelis Hakim) dibilang kliru, padahal itu nyata-nyata keterangan saksi Bobby Zulhaidar yang dia sendiri memegang peranan di perusahaan KKI. Sedang majelis menilai itu secara tidak langsung milik terdakwa itu, tapi kita harus hormati keputusan majelis," imbuhnya.

Robinson pun menyatakan, bahwa pihaknya pikir-pikir terhadap putusan majelis hakim.

"Seperti yang disampaikan tadi pikir-pikir dulu, yang pasti kita koordinasi dengan keluarga beliau," tambahnya.

Robinson pun belum bisa menyatakan akan banding atas putusan ini.

"Belum bisa sampaikan, kami berkoordinasi dengan pihal keluarga dengan terdakwa sendiri dan kita punya waktu tujuh hari," tandasnya.

BREAKING NEWS - Sidang Vonis Zainudin Hasan Diskor Satu Jam

Fakta "Menghilang"

Jaksa Penuntut Umum KPK Wawan Yunarwanto mengatakan, beberapa fakta persidangan tidak disampaikan dalam putusan.

Seperti, aliran fee yang masuk ke DPRD Lampung Selatan dan Wakil Bupati Lampung Selatan Nanang, serta gratifikasi berdasarkan penerbitan izin menteri kehutanan Zulkifli Hasan.

"Iya makanya ada perbedaan, pertama mengenai hilangnya fakta atau hakim tidak sepakat dengan JPU tentang gratifikasi berdasarkan penerbitan izin dari menteri kehutanan Zulkfi Hasan," jelas Wawan sesuai sidang di PN Tipikor Tanjungkarang, Kamis (25/4/2019).

Wawan menyebutkan, fakta gratifikasi yang muncul dan terbukti hanya aliran dana Rp 200 juta dari Thomas Riska.

Sedang pengalihan uang ke rekening Gatot Suseno dan Sudarman, masuk TPPU.

"Jadi fakta itu tidak muncul diputusan, dan dakwaan ketiga gratifikasi yang terbukti hanya Rp 200 juta yang diberikan oleh Thomas Rizka, serta dakwaan TPPU sebatas pada pengalihan uang ke rekening Gatot Suseno dan Sudarman. Sehingga fakta Zulkifli Hasan tidak muncul," tegas Wawan.

Untuk fakta soal aliran dana ke DPRD Lampung Selatan dan Wakil Bupati Lampung Selatan, terus Wawan, juga tidak diungkapkan.

"Dan itu sudah kami uraikan lengkap bahwa uang-uang itu diberikan ke Nanang Ermanto dan kepada DPRD Lampung Selatan ada semua. Tapi diputusan saya tidak menemukan atau nanti diputusan lengkap ada. Kami juga belum tahu, yang jelas hakim tadi tidak membacakan," tambahnya.

BREAKING NEWS - Tiba di PN Tanjung Karang, Zainudin Hasan Tampak Tenang Jelang Sidang Vonis Hari Ini

Wawan Yunarwanto juga mengatakan dari hasil sidang putusan perkara Zainudin ini pihak belum mengungkap perkara baru.

"Masih belum, kami belum ada rencana atau kegitan mengenai pengembangan perkara ini," sebutnya.

Wawan pun menyatakan juga masih pikir-pikir terkait putusan yang telah disampaikan majelis hakim.

"Kami pikir-pikir dan sampaikan pada pimpinan dulu untuk menentukan sikap kedepan. Jadi kami menunggu keputusan inkrah, sampai tujuh hari kedepan jika tidak ada yang banding, nanti baru kami dalami dulu apakah dilakukan pengembangan dan siapa saja yang akan dikembangkan," tegasnya.

Saat ditanya penegasan gambaran pengembangan yang seperti apa, Wawan mengaku akan menyampaikan ke pimpinan dahulu.

"Yang jelas kami sampaikan ke pimpinan dahulu, apaupun sikapnya kami akan bertindak, saat ini kami belum bisa menentukan sikap, karena kami masih pikir-pikir," tandasnya.

Zainudin Hasan Siap Terima Vonis Hari Ini, Penasehat Hukum: Apapun Keputusannya, Itu Jalan Terbaik

Cukup Tinggi

Eko Raharjo, akademisi hukum Unila mengatakan, jika melihat putusan majelis hakim terhadap kasus korupsi yang menjerat Zainudin Hasan, Bupati Lampung Selatan nonaktif, ini cukup tinggi.

Meskipun vonis ini dibawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum 15 tahun.

"Jika kita menghitung dengan rumus 2/3 dari 15 tahun tuntuan, maka vonis 12 tahun itu sudah tinggi. Ini menginggat ada beberapa aspek yang mempengaruhi tinggi rendahnya putusan yang diberikan hakim kepada terdakwa," katanya. 

Misalnya, dari aspek fakta-fakta persidangan seperti alat-alat bukti, unsur kesalahan, dan juga unsur melawan hukum, juga termasuk unsur yang mungkin meringankan.

Karena terdakwa di sini juga dijerat dengan pasal TPPU.

Jika saya melihat dari hampir semua kasus korupsi di Lampung yang menjerat kepala daerah, vonis ini sepertinya yang paling tinggi.

Apalagi terdakwa juga diharuskan untuk membayar uang pengganti yang nilainya tidak kecil.

Dan jika tidak bisa mengembalikan dalam waktu yang sudah ditentukan asetnya akan disita untuk negara.

"Namun vonis ini tentu belum memiliki kekuatan hukum tetap, karena terdakwa masih punya kesempatan untuk menggunakan haknya banding atau kasasi. Begitu juga jaksa masih bisa melakukan banding jika tidak menerima putusan tersebut," ujarnya. 

Artinya baik terdakwa maupun JPU sama-sama masih punya waktu untuk memutuskan apakah akan menerima atau menggunakan hak mereka untuk banding.

Dengan vonis ini tentunya kita publik Lampung berharap kasus ini bisa menjadi contoh agar tidak ada lagi pejabat /kepala daerah di Lampung yang melakukan tindakan korupsi. 

(tribunlampung.co.id/hanif mustafa/romi rinando)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved