Jenderal Purnawirawan TNI Diduga Selundupkan Senjata dari Aceh ke Jakarta, Polisi Ungkap Caranya

Kepolisian merilis cara Jenderal Purnawirawan TNI, Mayjen TNI Soenarko memiliki senjata ilegal.

KOMPAS.com/ABBA GABRILIN
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen M Iqbal (tengah), Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Sisriadi (kiri), dan Kepala Sub Direktorat I Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Pol Daddy Hartadi (kanan), saat jumpa pers di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta, Selasa (11/6/2019). 

Sekitar 2009, staf intel Kodam IM menerima penyerahan tiga pucuk senjata laras panjang secara sukarela dari masyarakat di Aceh Utara.

Ketiga jenis senjata yang diserahkan yakni dua pucuk AK-47 dan satu pucuk senjata M-16 A1 laras pendek.

"Kebetulan tiga pucuk diserahkan kepada saya di antaranya dua pucuk AK-47 dan satu pucuk senjata M-16 A1 laras pendek. Kondisi senjata tersebut saya lihat sendiri bahwa tidak layak untuk sebuah pertempuran," tutur dia.

Temuan tiga senjata itu kemudian dilaporkan oleh Chandra ke Soenarko.

Atas perintah Soenarko, dua senjata AK-47 disimpan di gudang.

Sementara, senjata M-16 A1 disimpan di kantor staf intel Kodam IM.

Menurut Chandra, rencananya senjata M-16 A1 itu akan diberikan ke museum milik Kopassus.

Sebelum dikirimkan, senjata dimodifikasi pada bagian popor, penutup laras dan teropong bidik untuk pertempuran jarak dekat.

"Ini jelas bahwa Pak Narko tidak pernah memiliki senjata itu. Seperti yang dikatakan Pak Wiranto, Moeldoko dan Tito," kata Chandra.

Kemudian pada 2018 ketika masa penugasan Chandra berakhir, Soenarko meminta agar Chandra mengirimkan senjata tersebut ke Jakarta.

Namun, perintah itu tidak dapat dilaksanakan karena Chandra sudah telanjur kembali ke Jakarta.

Perintah untuk mengirim senjata ke Jakarta juga disampaikan ke Heri, warga sipil yang sehari-hari membantu Soenarko di Aceh.

"Dengan catatan Pak Narko mengatakan bahwa ketika nanti mengirim senjata ke Jakarta tolong dilaporkan ke Kasdam IM Brigjen Daniel agar mendapat surat pengantar," kata Chandra.

Senjata tersebut, kata Chandra kemudian dikirimkan pada 15 Mei 2019 dari Aceh ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Garuda.

Senjata dikirimkan sesuai prosedur dan dilengkapi dengan surat pengantar dari Brigjen (Purn) Sunari, seorang anggota TNI yang ditugaskan di Badan Intelijen Negara (BIN).

Namun, setibanya di bandara Soekarno Hatta, muncul persoalan.

Chandra mengatakan, Sunari tidak mengaku pernah membuat surat pengantar.

Keanehan lainnya, pengirim senjata tidak mengakui telah mengirimkan senjata itu.

Chandra tidak menjelaskan siapa pengirim yang dimaksud.

Selain itu, Chandra mengaku tidak mengetahui kenapa senjata tersebut baru dikirimkan pada 15 Mei 2019.

"Nah ini menjadi persoalan, aneh dan pengirimannya ini melalui prosedur yang resmi. Apsec, yaitu security bandara mengatakan itu senjata. Kalau selundupan mungkin ditutupi terigu atau apa. Itu satu bukti kalau Pak Narko tidak pernah menyelundupkan senjata apapun," ucap Chandra.

Adapun, Soenarko sudah ditetapkan tersangka terkait kepemilikan senjata api ilegal.

Kivlan Zen: dari Kabar Melarikan Diri hingga Kini Ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Makar

Selain Soenarko, tentara aktif Praka BP juga sudah ditahan.

Saat ini, Soenarko menjadi tahanan Mabes Polri dan dititipkan di Rumah Tahanan Militer Guntur, sedangkan Praka BP menjadi tahanan TNI di Rumah Tahanan Militer Guntur.

Soenarko sebelumnya dilaporkan ke Bareskrim Polri.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Polri Ungkap Kronologi Dugaan Penguasaan Senjata Ilegal oleh Mantan Danjen Kopassus Soenarko, Mantan Bawahan Bela Soenarko soal Pengiriman Senjata dari Aceh ke Jakarta, dan Polri Pastikan Senjata Api Ilegal Diduga Milik Soenarko Berfungsi dengan Baik

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved