Anak saya tidak terlambat masuk sekolah, cuma pernah tinggal kelas. Dia juga baru tamat SD tahun ini, jadi kenapa harus ambil paket," ungkapnya.
Isfadilla pun mengaku dirinya semakin bingung setelah lamaran anaknya untuk masuk ke salah satu SMP swasta di Karimun juga berakhir dengan penolakan.
"Jujur saya bingung, masuk negeri ditolak, masuk swasta pun ditolak, alasannya sama juga aturan batasan usia," katanya.
Isfadilla khawatir kondisi psikologis anaknya Mn. Ia cemas Mn bertindak nekat karena malu tidak sekolah.
"Kini saya beri perhatian lebih, kalau dia kenapa-kenapa, saya pantau terus," ujar Isfadilla.
Kepala Dinas Pendidikan Karimun, Bakri Hasyim yang dicoba untuk dikonfirmasi terkait permasalahan ini mengaku sedang sibuk. Ia mengaku tengah menerima tamu.
"Saya lagi ada tamu adik-adik mahasiswa," kata Bakri Hasyim singkat melalui telepon.(*)
PPDB Banyak Dikeluhkan Orangtua, Ini Penjelasan Mendikbud
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi mengatakan, sistem zonasi yang digunakan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 merupakan jalan untuk menemukan solusi-solusi atas permasalahan pendidikan di Indonesia.
Hal ini dia sampaikan ketika ditanya soal banyaknya keluhan masyarakat yang menyebut infrastruktur belum merata di Indonesia.
Infrastruktur itu meliputi sarana dan prasarana sekolah hingga kesenjangan guru.
"Ibarat wajah kalau dari jauh kelihatan halus, tetapi kalau setelah di-close-up dekat kelihatan bopeng-bopengnya itu.
Ini setelah tahu masalah ini, akan kita selesaikan per zona mulai dari ketidakmerataan peserta didik, kesenjangan guru, ketidakmerataan guru, jomplangnya sarana prasarana antar sekolah," ujar Muhadjir di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2019).
Muhadjir mengatakan, melalui sistem zonasi ini, pemerintah daerah akan lebih fokus melihat masalah yang ada di sekolah-sekolah daerahnya.
Pemerintah daerah bisa sadar banyak sekolah yang perlu ditingkatkan mutunya.
Muhadjir juga mengingatkan bahwa peningkatan itu hanya bisa dilakukan oleh pemerintah daerah.
"Karena uangnya ada di daerah, ya tinggal kita meminta mereka agar membenahi banyaknya kontroversi.
Bahwa sudah banyak yang sadar bahwa di daerahnya sekolahnya masih belum sebagus seperti yang didengung-dengungkan," ujar Muhadjir.
Mengenai kurangnya sekolah negeri di beberapa daerah, Muhadjir mengakui, hal ini menjadi salah satu masalah dalam sistem zonasi.
Sebab, tidak semua zona memiliki sekolah negeri yang cukup untuk menampung siswa di wilayah tersebut.
Menurut Muhadjir, sistem ini justru juga akan mempermudah pemerintah memetakan kebutuhan sekolah negeri baru.
"Jadi akan ketahuan nanti, kecamatan mana yang enggak ada SMP-nya atau hanya ada ada 1 SMA. Coba dulu-dulu kan enggak ada yang tahu itu, daerah tenang-tenang saja," ujar Muhadjir.
Akibat sistem ini, banyak juga siswa yang tak tertampung sekolah negeri.
Akhirnya mereka memilih masuk ke sekolah swasta.
Muhadjir mengatakan, kondisi ini justru bisa memaksa Pemda untuk meningkatkan kualitas sekolah swasta.
Dengan demikian, kata dia, sekolah negeri dan swasta di setiap daerah mengalami perbaikan dari segi infrastruktur dan kualitas pengajarannya.
"Tanggung jawab pemda untuk meng-upgrade sekolah swasta agar standar minimum sekolah swasta dapat terpenuhi," kata Muhadjir.
Muhadjir memahami dirinya menjadi target kekesalan masyarakat terhadap sistem zonasi ini.
Padahal, pihak yang seharusnya paling punya tanggung jawab besar adalah pemerintah daerah.
Pemda punya tanggung jawab meningkatkan kualitas sekolah secara merata di wilayah masing-masing.
"Memang yang disumpah serapah itu saya, tetapi yang bertanggung jawab, yang diprotes itu ya daerah-daerahnya.
Daerah harus menyadari, harus sadar, dan segera bertindak untuk memenuhi layanan dasar kepada rakyat-rakyatnya," ujar Muhadjir.