Hanya 6 Bulan, Ekspor Kopi Lampung Tembus Rp 1,8 Triliun

Pada semester I 2019, total ekspor kopi Lampung periode Januari-Juli 2019 mencapai 90,2 ton atau senilai Rp 1,8 triliun.

Penulis: Ana Puspita Sari | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Ana
Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil (dua dari kiri) bersama stakeholder terkait menunjukkan biji kopi saat pelepasan ekspor kopi biji asal Lampung tujuan Algeria di PT Sulotco Jaya Abadi, Senin (5/8/2019). 

Jumadh menambahkan, pihaknya juga memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha dengan sistem layanan digitalisasi, sehingga pelaku usaha tidak perlu datang ke kantor layanan cukup via online saat melakukan permohonan pemeriksaan (PPK Online).

Di tempat yang sama, Head of Buying Station PT Sulotco Jaya Abadi Mulyono Susilo mengatakan, Algeria merupakan salah satu negara tujuan ekspor kopi dari PT Sulotco Jaya Abadi.

Selain Algeria, PT Sulotco Jaya Abadi juga secara reguler mengekspor kopi ke negara lainnya seperti Jerman, Italia, China, Korea, Jepang, dan Malaysia.

Dewan Kopi dan Aeki Bahas Impor Kopi dengan Pemprov Lampung

"Algeria sudah puluhan tahun ambil kopi dari kita. Sekarang negara-negara baru memang banyak sih. Perluasan sekarang kebanyakan ke negara-negara di kawasan Eropa Timur, Afrika, dan Timur Tengah," jelasnya.

Mulyono menambahkan, pada 2018 lalu PT Sulotco Jaya Abadi berhasil mengekspor sekitar 1.300 ton kopi.

Sedangkan tahun ini per Juli 2019 sudah mencapai 1.600 ton.

Ditargetkan sampai akhir tahun 2019 bisa mencapai 5.000 ton.

Diakui Mulyono, permintaan kopi Indonesia di pasar dunia boleh dikatakan stabil dan cenderung meningkat.

Hanya, saat ini masih ada hambatan terkait masalah suplai bahan baku karena untuk dalam negeri sendiri produksinya naik turun berdasarkan kondisi panen dan cuacanya.

Terkait hal tersebut, PT Sulotco Jaya Abadi juga melakukan upaya untuk memenuhi permintaan kopi di negara tujuan ekspor.

Yakni dengan sebisa mungkin melakukan pembinaan langsung ke petani, petani diarahkan bagaimana untuk pemakaian pupuk yang efisien dan cost produksi juga rendah.

Kedua, petani juga diajarkan sistem cara pangkas, sehingga dapat memilih cabang-cabang yang benar-benar produktif agar produktivitas kopi meningkat.

Problem yang ada di Indonesia, lanjut dia, adalah produktivitas kopi yang masih rendah dengan rata-rata untuk kopi robusta sebesar 800-1.000 kilogram per satu hektare.

Angka tersebut jauh bila dibandingkan Vietnam yang sudah mencapai 3 ton per hektare.

"Nah ini kita target, kita nggak usah ngomong 3 ton dulu. Dari yang semula 800-1.000 kilogram itu menjadi 1,5-2 ton per hektare. Itu memang yang kita targetkan 3-5 tahun ke depan bisa tercapai," imbuh dia.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved