Tribun Tanggamus
Empat Bulan Tidak Turun Hujan, Ratusan Hektare Sawah di Tanggamus Puso
Petani pasrah karena usaha sudah dilakukan meski hasilnya tidak sebanding. Ada juga ptani mempercepat waktu panen.
Penulis: Tri Yulianto | Editor: martin tobing
Laporan Wartawan Tribun Lampung Tri Yulianto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, KOTA AGUNG - Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Tanggamus menyatakan, sekitar 118 hektare sawah di kabupaten ini mengalami kekeringan dan gagal panen dampak kemarau.
Kabid Tanaman Pangan DKP Tanggamus Iyen Mulyani mengatakan, kekeringan terjadi di Pekon Tanjung Heran Kecamatan Pugung totalnya 47 hektare.
Sedangkan di Kecamatan Bulok terjadi di Pekon Banjarmasin, Sukamara, Suka Agung seluas 71 hektare
"Upaya dari kami selama ini sudah memberikan bantuan pompa air yang digunakan untuk menyedot air dari sumur bor.
"Memang untuk sumur bor terbatas kedalamannya maksimal 60 meter. Jika lebih dari itu perlu izin pertambangan dan wewenangnya juga bukan bidang pertanian lagi,” ujarnya kemarin.
Matoha, salah satu petani di Pekon Suka Agung, Kecamatan Bulok menjelaskan, mengalami gagal panen pada musim tanam kali ini. Itu dipicu empat bulan terakhir tidak ada air yang membasahi sawahnya.
• Dinas Satu Pintu Tanggamus Bakal Luncurkan Pelayanan Perizinan Online Ratu Sikop, Seperti Apa Itu?
"Kalau dibilang rugi ya pasti rugi. Sebab biaya dari awal menanam, bayar yang kerja, sampai biaya bensin untuk sedot air sudah keluar, tapi tetap tidak bisa panen," ujarnya.
Merujuk kondisi itu Matoha pasrah karena usaha sudah dilakukan meski hasilnya tidak sebanding. Kondisi serupa dialami petani lain bahkan ada yang lebih parah.
"Kalau punya saya tiga petak tidak panen, tapi ada juga yang lebih parah sampai satu hektare tidak panen. Ini tidak kapok dan jangan kapok. Kalau petani kapok berarti gagal jadi petani," tegasnya.
Petani lainnya Sutris menerangkan, mempercepat waktu panen agar kerugian tidak bertambah parah. Sebab jika dibiarkan, padi justru rusak sedangkan biaya penyedotan air juga bakal terus bertambah.
"Ini mending masih bisa panen, sawah lainnya tidak bisa karena baru ada buahnya sudah kering sawahnya," kata Sutris.
• Warga Bakal Dilatih Usaha Mandiri Pelestarian Hutan Lindung dan Hutan Konservasi
Terkait hasil panen lanjutnya, hanya dapat sekarung gabah untuk satu petak sawah. Jumlah itu selisih jauh dibanding saat musim hujan yang bisa mendapatkan empat karung gabah.
“Jika ukuran satu hektare kini hanya dapat dua ton. Sedangkan saat musim hujan bisa enam ton,” ujar Sutris.
Habis Rp 900 Ribu Beli Bensin
Persawahan di Pekon Suka Agung seluas lebih dari 50 hektare rawan terkena puso saat kemarau. Kondisi itu pun dipicu sawah di pekon setempat tadah hujan, serta tidak ada sumber air besar untuk aliran air irigasi.
Alhasil, selama ini petani hanya membuat sumur-sumur bor dengan kapasitas air maksimal dua hari habis. Petani pun harus berkorban lagi membeli bahan bakar agar mesin penyedot air beroperasi.
• Berusia 4 Tahun, Balita Asal Tanggamus yang Menderita Hidrosepalus Ini Hanya Bisa Berbaring
Sutris, petani asal Pekon Suka Agung menyatakan, saat musim kemarau menghabikan 20 jeriken bensin untuk sedot air. Dana yang dikeluarkan untuk membeli bensin sekitar Rp 900 ribuan.
“Kondisi tanah yang pecah-pecah sekarang ini dibutuhkan waktu dua hari untuk membasahi sawah".
"Meski sehari kemudian sawah kembali kering. Sehingga langkah yang bisa diambil hanya mempercepat waktu panen,” terangnya. (*)