Presiden BJ Habibie Murka Sampai Berdiri dari Tempat Duduknya, Eks Jenderal Kopassus Jadi Sasaran
Namun siapa sangka, BJ Habibie ternyata pernah memarahi seorang eks Jenderal Kopassus.
Penulis: Wakos Reza Gautama | Editor: wakos reza gautama
BJ Habibie marah. Ia langsung berdiri dari tempatnya duduk.
"Pak Sintong, saya tidak mau seperti itu!" sergah BJ Habibie dengan nada marah.
• BJ Habibie Meninggal Dunia, Wapres Jusuf Kalla Panjatkan Doa: Kita Kehilangan Putra Terbaik Bangsa
BJ Habibie menarik kedua kain saku dari celana dan dua saku dari baju model safari yang dikenakannya.
"Lihat! Ekspor nol. Impor nol. Saya tidak punya uang. Bagaimana saya membangun negara ini? Saya tidak mau melakukan sesuatu yang kontra produktif!"
Melihat hal itu Sintong kaget. Ia tidak pernah melihat BJ Habibie semarah itu.
Akhirnya Sintong paham bahwa BJ Habibie tidak akan merubah pendiriannya mengenai pemisahan jabatan Menteri Hankam/Panglima ABRI.
Sintong juga menyadari bahwa posisinya hanyalah penasehat presiden.
Sintong kemudian berkata bahwa dirinya mendukung keputusan presiden yang menyatakan jabatan Menhankam/Panglima ABRI tetap menjadi satu.
Keputusan ini diambil untuk memudahkan kontrol dan Wiranto diangkat kembali sebagai Menhankam/Pangab.
Setelah percakapan tersebut, Sintong pamit keluar dari ruangan dengan tata cara militer.
Tanpa disangka, Presiden BJ Habibie mengejarnya. Mereka berdua berangkulan di dalam ruangan.
"Kita kan saudara pak Sintong," ujar BJ Habibie.
Sintong menjawab, "Kalau Pak Habibie mengangkat Wiranto sebagai Menhankam/Panglima ABRI, maka bapak harus memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wiranto untuk menguasai Angkatan Bersenjata. Tidak ada seorang jenderal pun yang boleh menghadap Bapak, kecuali Wiranto."
Usul ini disetujui BJ Habibie. BJ Habibie tidak memperkenankan perwira tinggi ABRI termasuk kepala staf Angkatan menghadap presiden, kecuali bersama atau atas permintaan Panglima ABRI.
BJ Habibie juga berjanji akan memberikan wewenang penuh kepada Wiranto untuk memimpin Angkatan Bersenjata.
Ini berbeda dengan era Soeharto dimana presiden masih bisa mengendalikan Panglima ABRI.
Sementara di era Habibie, Panglima ABRI punya wewenang kekuasaan penuh memimpin Angkatan Bersenjata.
Sebagai timbal balik, Wiranto menunjukkan loyalitasnya kepada BJ Habibie.
(Tribunlampung.co.id/Wakos Gautama)