Tribun Bandar Lampung

Mahasiswa Baru Unila Mengaku Dianiaya Senior, Mahusa Sebut Korban Telan 3 Obat Vertigo

Azam membenarkan Rifaldi sempat pingsan karena merasa tidak mampu mengikuti kegiatan diksar yang diadakan di Gunung Betung, Pesawaran, tersebut.

Penulis: Bayu Saputra | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Bayu Saputra
Ketua Mahusa FH Unila Azam Dwi Putra membantah aniaya peserta diksar. 

Mahasiswa Baru Unila Mengaku Dianiaya Senior, Mahusa Sebut Korban Telan 3 Obat Vertigo

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - UKM Mahusa Unila menyesalkan adanya laporan kasus dugaan penganiayaan ke polisi.

Mahasiswa baru Fakultas Hukum Unila Rifaldi Dwi Prasetya melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang dialaminya ke Polda Lampung.

Ia mengaku mendapat perlakuan tak manusiawi dari kakak tingkatnya  saat mengikuti pendidikan dasar sebuah UKM Mahusa Unila.

Azam Dwi Putra, ketua UKM Mahasiswa Fakultas Hukum Sayangi Alam (Mahusa) Unila, menyesalkan adanya laporan ke polisi tersebut.

"Sepihak tanpa klarifikasi, tidak adanya jalur kekeluargaan yang harus ditempuh. Kita melakukan pendidikan total ada 13 orang. Delapan peserta diklatsar dan lima peserta diklatap," kata Azam di gedung IKA FH Unila, Rabu (18/9/2019).

Azam membenarkan Rifaldi sempat pingsan karena merasa tidak mampu mengikuti kegiatan diksar yang diadakan di Gunung Betung, Pesawaran, tersebut.

Menurut Azam, pada pagi harinya Rifaldi langsung dipulangkan oleh panitia.

Namun, Azam membantah tudingan panitia telah menganiaya Rifaldi.

Diduga Dianiaya Senior Saat Diksar, Mahasiswa Unila Lapor ke Polda Lampung

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa Polinela Ditusuk Adik Tingkatnya, 2 Mahasiswa Unila juga Terlibat

Azam menduga Rifaldi pingsan karena meminum tiga butir obat vertigo sekaligus.

"Jadi peserta ini, diakui oleh peserta diksar lainnya, memang meminum tiga obat vertigo agar pingsan. Dan itu diakui juga oleh peserta tersebut," kata Azam.

Dia menjelaskan, saat itu panitia langsung memisahkan Rifaldi untuk ditangani.

"Pada saat itu, terlihat peserta tersebut seperti overdosis. Matanya ke atas. Kukunya biru dan bibir pecah-pecah," jelas Azam.

Dia kembali menegaskan bahwa tidak ada penganiayaan terhadap Rifaldi.

"Itu gak benar. Karena di Mahusa ada standar pendidikannya. Kalau ada (hukuman), itu pun hanya push up," beber Azam.

"Kalaupun ada pemukulan, juga bukan yang membahayakan. Jadi bukan pukulan yang membabi buta," lanjutnya.

Untuk itu, dia menyayangkan laporan yang dilakukan Rifaldi.

Ia pun berencana balik melaporkan Rifaldi atas perkara pencemaran nama baik lembaga.

"Mahusa bersedia jika ada panggilan dari pihak kepolisian. Kami (Mahusa) tidak akan pernah lari," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, diduga mendapat perlakuan kasar saat menjalani pendidikan dasar (diksar), seorang mahasiswa Fakultas Hukum Unila melapor ke Polda Lampung, Rabu (18/9/2019).

Mahasiswa tersebut bernama Rifaldi Dwi Prasetya (19), warga Labuhan Ratu, Bandar Lampung.

Ia mengaku mendapat perlakuan tak manusiawi saat mengikuti diksar UKM Mahusa Unila.

"Saat sebelum diksar saya memang lagi sakit karena sempat dirawat dua hari," kata Rifaldi.

Rifaldi menjelaskan, diksar diikuti 12 mahasiswa di Gunung Betung, Pesawaran, pada 12-15 September 2019.

Rifaldi menuturkan, saat itu ia mengaku tidak kuat dan minta izin pulang.

Namun, ia malah mendapat perlakuan kasar.

"Saat ditanya senior siapa yang tidak kuat dan izin pulang, saya ngangkat (tangan). Tapi saya malah dipanggil dan dipisahin. Saya dipukulin, nanti masuk barisan lagi. Jadi setiap ada sesi saya selalu bilang enggak kuat, saya dibawa ke hutan, dipukulin," bebernya.

Puncaknya terjadi pada hari kedua.

Rifaldi dibawa oleh lima seniornya berinisial A, F, D alias F, dan G, ke hutan.

Dianiaya Sesama Mahasiswa di Bandar Lampung, Sheva Mengalami Luka Tusuk

"Kacamata saya diambil dan digebukin sampai pingsan. Saya dipaksa bangun, ditendang-tendang. Katanya enggak usah pura-pura pingsan, laki kok lemah," tuturnya.

Ibu Rifaldi, Novi Ursal (49), berharap kasus ini ditindaklanjuti oleh aparat dan pihak kampus.

"Kami sudah membawa bukti visum dari RSUAM. Kalau biasa, saya masih terima. Tapi kalau sampe pemukulan kan berujung pidana. Anak saya itu bibirnya pecah ditonjok, kukunya hampir lepas, kepalanya ditendang, dada ditonjok, perut diinjek, enggak manusiawi," tandasnya. (Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra) 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved