Tribun Pringsewu
2 Hari Tak Pulang ke Rumah, Saat Ditemukan Gadis Remaja Ini Ternyata Dicabuli Pacar Sendiri
2 Hari Tak Pulang ke Rumah, Saat Ditemukan Gadis Remaja Ini Ternyata Dicabuli Pacar Sendiri
Penulis: Robertus Didik Budiawan Cahyono | Editor: Noval Andriansyah
RTK lantas diamankan ke Mapolsek Pringsewu Kota guna dilakukan penyidikan lebih lanjut.
RTK terancam Pasal 82 junto 76E Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Karena pelaku juga masih di bawah umur sehingga penyidikkannya juga mengacu pada UU Perlindungan Anak tersebut.
Terjadi di Lampung Tengah
Kasus pencabulan anak di bawah umur juga pernah terjadi di Lampung Tengah.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lampung Tengah menangani kasus yang terbilang membuat setiap orang berpikir dalam-dalam.
Tidak seperti kasus pencabulan yang ditangani LPA pada umumnya, di mana biasanya orang dewasa menjadi pelaku, kali ini justru pelaku dan korban adalah sama-sama anak di bawah umur.
Ketua LPA Lamteng Eko Yuwono mengatakan, kasus dugaan pencabulan di Kecamatan Bangun Rejo dilakukan bocah kelas 1 SD berinisial F (7) terhadap korbannya B (4).
Kejadiannya ketika F mengajak B bermain di belakang rumah.
Di sana rupanya terjadilah adegan atau perbuatan yang tak lazim, yang laiknya dilakukan orang dewasa.
Kasus tersebut memang tidak bergulir hingga ke ranah hukum kepolisian, hal itu dikarenakan pelaku masih jauh dari anak di bawah umur, sementara yang bisa mendapatkan penanganan hukum bila memasuki usia 12 tahun.
"Sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA, anak di bawah umur 12 tahun ketika melakukan tindak pidana tidak bisa dipidana," kata Eko Yuwono kepada Tribun Lampung, Minggu (1/9).
Dalam ketentuan UU SPPA lanjut Eko Yuwono, penyidik Bappas dan Peksos melakukan kesepakatan, apakah anak terlapor dikembalikan ke orangtua atau dititipkan di LPKS (Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial) untuk dibina, dikuatkan oleh Pengadilan Negeri.
Eko mengatakan, "Yang ingin kami sampaikan dengan adanya kasus tersebut adalah, pengawasan orangtua terhadap anak, pemberian barang elektronik handphone kepada anak, sehingga mereka bisa mengakses apa saja," katanya.
Karena lanjut Eko, saat dirinya menanyakan kepada F prihal perbuatan yang sudah ia lakukan, F mengatakan jika ia banyak menonton video melalui akun YouTube di handphone.
"Para orangtua kita imbau untuk lebih mengawasi anak-anaknya bermain, serta tidak memberikan handphone android dan sejenisnya kepada anak, terlebih tanpa pengawasan," imbuhnya.