Perawat Lampura Tersandung Kasus Hukum
Sidang Kedua Kasus Jumraini Digelar, Kuasa Hukum: Dakwaan JPU Tidak Jelas, Tidak Lengkap
Sidang Kedua Kasus Jumraini Digelar, Kuasa Hukum: Dakwaan JPU Tidak Jelas, Tidak Lengkap
Penulis: anung bayuardi | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, KOTABUMI - Pengadilan Negeri Kotabumi, Lampung Utara, menggelar sidang lanjutan dengan agenda eksepsi dari Jumraini, perawat yang tersandung hukum, Selasa, 15 Oktober 2019.
Persidangan perdana perkara Jumraini, seorang perawat yang tersandung masalah hukum akibat mengobati orang sakit, telah digelar di Pengadilan Negeri Kotabumi pada Selasa, 8 Oktober 2019 sekira pukul 13.20 WIB.
Bertindak selaku Ketua Majelis Hakim Eva MT Pasaribu dengan anggota Rika Emilia dan Suhadi Putra Wijaya.
Sedangkan, jaksa penuntut umum Dian Fatmawati dan Budiawan, serta kuasa hukum dari terdakwa, Candra Septimaulidar dan Jasmen Nadeak.
Dalam pembacaan eksepsi, salah seorang tim kuasa hukum terdakwa, Candra Septimaulidar, mengatakan, pihaknya berterima kasih kepada majelis hakim yang mengabulkan pengalihan penahanan terhadap terdakwa Jumraini.
"Kepada majelis hakim dan jaksa penuntut umum demi tegaknya keadilan, dakwaan merupakan unsur dari acara hukum pidana, hakim dapat melihat secara arif dan bijak dalam permasalahan hukum yang menimpa klien kami," kata Candra Septimaulidar, Selasa, 15 Oktober 2019.
• Mengharukan, Suami Jumraini Menangis Lihat Istri Gendong Anaknya di Ruang Sidang
• BREAKING NEWS - Hakim Setujui Permohonan Penangguhan Penahanan, Spontan Jumraini Lakukan Ini
Candra Septimaulidar mempertanyakan, apakah dakwaan terhadap Jumraini yang disangkakan dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, apakah sudah tepat benar dan mutlak dengan bukti-bukti kejadian yang sebenarnya?
“Kami berpendapat, dakwaan terhadap jaksa penuntut umum tidak jelas, tidak lengkap, tidak cermat,” ujar Candra Septimaulidar dalam persidangan.
Sehingga, lanjut Candra Septimaulidar, menurut pasal 143 ayat 2 KUHPidana, dakwaan harus dibatalkan.
Berdasarkan alat bukti yang disampaikan seperti gunting dan pisau kecil, terus Candra Septimaulidar, tidak ada.
"Ini sesuai dengan pemeriksaan alat bukti pada proses pra-peradilan beberapa waktu lalu," ucap Candra Septimaulidar.
Kemudian, imbuh Candra Septimaulidar, soal terdakwa di jerat Pasal 84 ayat (2) dan pasal 86 ayat 1 UU RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, dakwaan menggunakan saksi ahli yang ahli dalam keilmuannya.
"Sedangkan terdakwa didakwa menggunakan undang-undang kesehatan, ahli yang dijadikan saksi bukan termasuk tenaga kesehatan," tegas Candra Septimaulidar.
"Perbuatan terdakwa Jumraini mengakibat meninggalnya Alexandra, di mana korban mengalami kematian karena sepsis."
"Terdakwa tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban terjadinya sepsis."
"Sepsis merupakan kondisi peradangan seluruh tubuh yang disebabkan oleh infeksi, sepsis penyakit yang mengancam tubuh ketika terjadi infeksi."
"Dalam tenaga kesehatan, butuh pembuktian yang akurat dan komprehensif," papar Candra Septimaulidar.
Selain itu, kata Candra Septimaulidar, Jumraini memiliki izin dalam hal keperawatannya di RSU Ryacudu.
Adapun saat korban mendatangi rumahnya, kata Candra Septimaulidar, terdakwa menolong korban sebagai pertanggungjawaban moral sebagai tenaga kesehatan, jika ada yang mengalami kondisi gawat.
"Dengan ini, kami dari penasehat hukum berkenan memutus perkara menerima eksepsi dari penasehat hukum."
"Surat dakwaan jaksa penuntut umum tidak memenuhi syarat materil, serta dakwaan dari jaksa penuntut umum batal atau dibatalkan," ucap Candra Septimaulidar.
Sidang kemudian akan dilanjutkan pada Kamis, 17 Oktober 2019 dengan agenda menjawab eksepsi, dari jaksa penuntut umum, pada pukul 08.30 WIB.
“Kita lanjutkan sidang berikutnya, ada acara di PN Kotabumi,” ujar Eva.
Ketua DPW PPNI Lampung Dedi Afrizal, yang turut mengawal kasus Jumraini, menceritakan, persoalan yang terjadi terhadap Jumraini bermula saat ada seorang warga yang meminta bantuannya untuk diobati.
“Kondisi warga itu saat datang ke rumah Jumraini karena terinfeksi, akibat tertusuk paku," katanya.
"Kemudian dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit. Namun oleh pihak keluarga tidak langsung dibawa ke rumah sakit."
"Selang beberapa hari baru lah dibawa ke rumah sakit, dan nyawa warga tersebut tidak tertolong,” jelasnya.
Dakwaan Jaksa
Pada sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dian Fatmawati dalam membacakan dakwaannya, Jumraini didakwa karena lalai melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap korban Alex sehingga menyebabkan meninggal dunia.
Kejadian tersebut berawal pada bulan Desember 2018 peristiwa berawal dari Alexandra mendatangi terdakwa untuk mengobati bisul di kaki kanan pada 18 Desember 2018.
Namun setengah jam kemudian dirinya pulang ke rumah, dengan alasan tidak jadi berobat.
“Korban bilang kepada Karim saudaranya tidak jadi berobat kepada bu Jumraini,” katanya.
Sehari berikutnya, korban kembali mendatangi terdakwa hari Rabu tanggal 19 Desember 2018, sekira pukul 16.00 WIB atau setidak – tidaknya pada suatu waktu lain dalam bulan Desember di tahun 2018, bertempat di rumah terdakwa Jumraini A.Md, Kep Binti Fuad Agus Sofran yang berada di Desa Peraduan Waras, RT 005, RW 001, Kecamatan Abung Timur Kabupaten Lampung Utara atau setidak – tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kotabumi, yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini.
• BREAKING NEWS - Hakim Setujui Permohonan Penangguhan Penahanan, Spontan Jumraini Lakukan Ini
• BREAKING NEWS - Sidang Sempat Molor, Ini Dakwaan Jaksa Terhadap Perawat Jumraini
Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan kematian.
”Perbuatan terdakwa JUMRAINI A.Md.Kep Binti FUAD AGUS SOFRAN sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 84 ayat (2) dan pasal 86 ayat 1 UU RI No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan yang ancaman hukumannya paling lama lima tahun penjara,"
Dan juga didakwa Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1)” Perbuatan terdakwa JUMRAINI A.Md.Kep Binti FUAD AGUS SOFRAN. (tribunlampung.co.id/anung bayuardi)