Irjen Polisi Gatot Eddy Pramono Jadi Wakapolri, IPW Langsung Berkomentar
Pertama, dia pernah dijagokan internal polri untuk menjadi Kapolri. Kedua, prestasi di pendidikan kepolisian Gatot cukup menonjol
Neta S Pane mengungkapkan, informasi yang diperoleh IPW, ada dua ganjalan yang membuat TR Kabareskrim untuk Irjen Listyo Sigit Prabowo belum juga dikeluarkan.
Dua ganjalan itu adalah faktor agama, dan karena dianggap masih terlalu muda, yakni lulusan Akpol 1991.
"Padahal selama ini sudah beberapa kali Kabareskrim dijabat oleh perwira non Muslim, dan yang bersangkuran tidak masalah dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya."
"Begitu juga faktor usia dan faktor angkatan Akpol yang dianggap masih terlalu muda, selama ini juga tidak masalah," tutur Neta S Pane.
Ia mencontohkan Dai Bachtiar dan Tito Karnavian saat diangkat sebagai Kapolri juga dianggap masih terlalu muda.
"Tapi keduanya tetap bisa bekerja profesional. Jadi, tidak ada masalah jika Jokowi dan Idham sudah memilih Sigit menjadi Kabareskrim, segera saja keluarkan TR-nya."
"Justru, jika diambangkan selama 20 hari akan muncul berbagai spekulasi yang bisa mengganggu nila-nilai Promoter Polri," papar Neta S Pane.
Untuk menyelesaikan masalah ini, menurut Neta S Pane, Komisi III DPR perlu memanggil Kapolri Idham Azis, untuk mempertanyakan kenapa posisi Kabareskrim dibiarkan kosong selama 20 hari.
"Dan jika sudah menetapkan Irjen Sigit sebagai Kabareskrim, kenapa TR-nya tidak kunjung dikeluarkan?"
"Ada apa sesungguhnya di tubuh Polri setelah Idham Azis diangkat sebagai Kapolri?" Tanyanya.
Berbagai pertanyaan ini, kata Neta S Pane, harus digali Komisi III terhadap Kapolri Idham Azis.
"Agar kinerja Polri dalam melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat tidak terganggu dan tidak terjadi kebingungan yang berkepanjangan di internal Polri," bebernya.
Sebelumnya, Neta S Pane menilai mutasi terhadap 206 perwira Polri lewat surat telegram yang keluar pada Jumat (8/11/2019), sangat menarik dicermati karena sangat aneh.
"Yakni, posisi Kabareskrim yang kosong dan sangat vital untuk diisi oleh figur baru, justru belum terisi dalam mutasi ini. Ada apa dengan Polri?" Tanyanya, Sabtu (9/11/2019).
IPW menilai, mutasi di tubuh Polri kali ini terlihat sangat aneh.
"Bagaimana tidak? Yang posisinya kosong sekarang ini kan jabatan Kabareskrim setelah Idham Azis menjadi Kapolri."
"Tapi kenapa jabatan yang kosong itu belum diisi dalam mutasi ini, justru yang dimutasi sejumlah posisi yang sesungguhnya belum begitu mendesak untuk direposisi," papar Neta S Pane.
Dari mutasi kali ini, kata Neta S Pane, IPW menilai ada empat fenomena yang patut dicermati dalam perkembangan dinamika di tubuh Polri.
Pertama, katanya, adanya tarik menarik yang kuat menyangkut posisi Kabareskrim.
Ia menilai ada indikasi intervensi jalur kekuasaan untuk mendudukkan figur tertentu sebagai Kabareskrim.
Sementara, ulasnya, internal Polri menilai figur tersebut masih sangat junior dan menginginkan tampilnya figur senior yang menjadi Kabareskrim baru.
Tarik menarik ini, menurut Neta S Pane, membuat penunjukan Kabareskrim yang baru berjalan sangat alot, tidak secepat penunjukkan Plt Kapolri maupun Kapolri baru.
Sehingga, paparnya, TR mutasi yang keluar Jumat siang itu tidak bisa menampilkan Kabareskrim baru.
"Kedua, dari mutasi ini terlihat Idham Azis sebagai Kapolri baru mulai menunjukkan kekuatannya dengan menyusun orang-orangnya maupun pendukungnya," papar Neta S Pane.
"Penempatan Niko Alfinta dan M Fadil dalam mendapat job bintang dua, di staf ahli Kapolri makin nyata menunjukkan bintang mereka bakal bersinar terang."
"Sehingga diprediksikan dalam waktu dekat keduanya akan segera menjadi Kapolda Sumut dan Kapolda Sulsel," beber Neta S Pane.
Ketiga, lanjutnya, mutasi ini menunjukkan juga secara nyata 'kekuatan lama' di Polri begitu cepat digeser Idham Azis.
Dan, paparnya, figur-figur milik kekuatan lama itu ditempatkan pada posisi-posisi yang kurang strategis dan turun kelas.
"Sehingga, adanya isu tiga matahari yang sempat menerpa Polri sepertinya bakal lenyap."
"Sebab, lewat mutasi ini terlihat kekuatan-kekuatan lama tersebut mulai digeser dan kekuatan baru mulai muncul memperkuat posisi," katanya.
Apakah pergeseran-pergeseran ini akan membuat Polri makin terkonsolidasi? Menurut Neta S Pane, publik harus menunggu mutasi-mutasi lanjutan.
"Namun dengan adanya tarik-menarik yang kuat menyangkut posisi Kabareskim, menunjukkan matahari-matahari di Polri makin menunjukkan pengaruhnya," urai Neta S Pane.
Hal itu, katanya, tidak seperti dalam penunjukkan Plt Kapolri dan Kapolri baru, di mana mereka cenderung landai.
"Fenomena keempat, selama ini polisi yang menjadi Ketua KPK adalah jenderal bintang dua (Irjen) purnawirawan, dan itu tidak ada masalah."
"Jika sekarang ketua KPK terpilih Firli dinaikkan pangkatnya menjadi bintang tiga sebelum menduduki kursi ketua KPK, berarti ada perubahan strategi di tubuh Polri."
"Dalam melihat keberadaan lembaga anti-rasuah tersebut," ucapnya.
Perubahan strategi itu, katanya, bisa jadi untuk memperkuat KPK dengan pimpinan jenderal bintang tiga.
Sekaligus, menurutnya, memperkuat wibawa Ketua KPK agar tidak mudah dilecehkan atau dianggap remeh oleh pegawai KPK maupun oleh Wadah Pegawai KPK.
"Dengan naiknya pangkat ketua KPK menjadi Komjen, otomatis keberadaan KPK setara dengan BNN maupun BNPT, yang selama ini dipimpin jenderal bintang tiga."
"Dampak lainnya, Ketua KPK Komjen Firli berpeluang pula untuk menjadi calon Kapolri pasca-Idham Azis, yang akan pensiun pada Januari 2021," cetusnya. (*)