Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura
Eks Kadisdag Lampura Pusing Banyak Aparat Ikut Campur dalam Proyek di Dinas Perdagangan
Mantan Kepala Dinas Perdagangan (Kadisdag) Lampung Utara Wan Hendri mengeluhkan banyak penegak hukum ikut campur terhadap pekerjaan yang ada di Disdag
Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Mantan Kepala Dinas Perdagangan (Kadisdag) Lampung Utara Wan Hendri mengeluhkan banyak penegak hukum ikut campur terhadap pekerjaan yang ada di Disdag.
Hal tersebut diungkapkan Wan Hendri saat disinggung penggunaan uang terhadap penerimaan paket fee proyek pertama kali yang diserahkan oleh terdakwa Hendra Wijaya Saleh dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 27 Januari 2020.
Wan Hendri menuturkan, pada Tahun 2019, pihaknya mengadakan tiga pekerjaan yakni pembangunan pasar Comok, pasar Tata Karya, dan pasar Karang Sari.
"(Terdakwa) menang, tapi saya kurang tahu pakai perusahaan apa, menang dua pasar Comok dan pasar Tata Karya dan pasar Karang Sari itu (yang dapat) si Dede," kata Wan Hendri.
Kemudian, lanjut Wan Hendri, sekitar Agustus 2019 dilakukan pencairan termin pertama terhadap paket proyek tersebut berlangsung, sehingga terdakwa diwajibkan untuk membayarkan komitmennya.
• Detik-detik Kontraktor Ditangkap KPK di Lampung, Sedang Tidur Terbangun Pintu Diketuk
• Debat soal Uang Fee Proyek, JPU KPK Konfrontir Kepala BPKAD dan Eks Kadisdag Lampura
• Kadisdag Wan Hendri Pernah Didatangi Orang Kepercayaan Bupati Agung, Bahas Peruntukan Fee Proyek
• Kerjakan 6 Proyek di Lampura, Candra Safari Pakai Duit Sendiri: Katanya Kas Daerah Kosong
"Setahu saya setelah pencarian 20 persen, beliau (Hendra) serahkan uang Rp 200 juta di rumah Rozi, saat itu saya butuh Rp 250 juta, karena fee proyek hanya Rp 200 juta, maka terdakwa (Hendra) menganjurkan untuk mengambil ke Dede untuk fee proyek pasar Karang Sari sebesar Rp 50 juta," beber Wan Hendri.
"Uang itu kemudian ke mana?" tanya JPU Dian.
"Diserahkan ke pihak lain, ada dari penegak hukum," jawab Wan Hendri.
JPU pun menanyakan penggunaan uang tersebut apakah atas perintah dari bupati.
"Jadi begini, waktu sidak (inspeksi mendadak) saya ngomong ke pak bupati (Agung Ilmu Mangkunegara), kok penegak hukum pada masuk, saya pusing, katanya pak bupati, selasaikan saja pak kadis, selagi merah-merah (uang) itu laku, bisa diselesaikan, kalau gak laku susah kita," jelas Wan Hendri menirukan perkataan bupati.
Wan Hendri menjelaskan, adapun penyerahan uang diberikan kepada Pejabat Kejaksaan Lampung Utara dan Polda Lampung.
"Ada di Kejaksaan Lampung Utara, Kasi Pidsus Van Barata Rp 50 juta melalui stafnya, kemudian Kasi Intel Pak Hafiz Rp 150 juta, itu dua tahap melalui saudara Iwan, Sekretaris Administrasi Pembangunan, Polda (Lampung) ada juga melalui Pak Rossi, staf tipikor Rp 100 juta, (diserahkan) melalui staf saya Ujang," terang Wan Hendri.
Debat soal Uang Fee Proyek, JPU KPK Konfrontir Kepala BPKAD dan Eks Kadisdag Lampura
Debat terkait penyerahan uang fee proyek, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK konfrontir 2 saksi.
Kedua saksi yang saling berdebat tersebut adalah mantan Kadis Perdagangan Lampung Utara Wan Hendri dan Kepala BPKAD Lampura Desyadi.
Wan Hendri dan Desyadi dihadirkan JPU KPK dalam lanjutkan sidang suap fee proyek di Lampura atas perkara Hendra Wijaya Saleh, di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin, 27 Januari 2020.
Selain Wan Hendri dan Desyadi, JPU KPK juga menghadirkan saksi lainnya yakni Kabid Keamanan Ketertiban Kadisdag Lampung Utara Ridwan, Bendahara Disdag Syahroni, Bendahara Tugas Pembantu Disdag Aliuyusran, dan Direktur CV Tata Cabi.
Dalam persidangan, Desyadi mengaku hanya menerima uang dari Wan Hendri sebesar Rp 100 juta terkait dengan fee proyek.
Namun, Wan Hendri mengungkapkan, jika ia menyerahkan uang sebesar Rp 345 juta untuk Bupati nonaktif Lampura Agung Ilmu Mangkunegara (AIM) melalui Desyadi.
Wan Hendri menjelaskan, pada Tahun 2018, ia melakukan pertemuan dengan bupati untuk meminta petunjuk terkait rekanan yang mengerjakan paket proyek.
"Tapi pak bupati mengatakan udah hal hal itu (ploting proyek dan fee) bicara sama Ami atau Desyadi," tutur Wan Hendri.
Pada Tahun 2018, lanjut Wan Hendri, ada 3 paket proyek yakni Pasar Bangun Jaya dengan fee proyek sebesar Rp 260 juta, Pasar Ogan Jaya dengan fee proyek Rp 200 juta, dan pembangunan gedung metrologi.
"Gedung metrologi nilai paket Rp 1,3 miliar dengan fee proyek 20 persen, tapi yang ada baru Rp 460 juta," papar Wan Hendri.
Wan Hendri pun mengaku sebagian uang fee proyek dari total Rp 460 juta, diserahkan kepada Desyadi sebesar Rp 345 juta beserta rinciannya.
"Memang sebelumnya ada bon kepada saudara Agun (rekanan) yang memenangkan paket proyek, minta Rp 100 juta, karena Pak Plt (Bupati Lampura) Widodo minta dikondisikan, tinggal Rp 345 juta saya serahkan Desyadi beserta rincian," beber Wan Hendri.
Wan Hendri mengatakan, pemberian dilakukan pada November 2018 saat ada pengajian rutin di Lapangan Pemda dengan dimasukkan kedalam tas serempang.
"Saya serahkan melalui Desyadi, tapi saya sempat dimarahi karena pakai catatan, katanya (Desyadi) jangan pakai catatan, pak bupati marah," sebut Wan Hendri.
Mendengar kesaksian tersebut, Desyadi serta merta membantah jika ia hanya menerima uang sebesar Rp 100 juta.
"Beliau (Wan Hendri) hanya menitipkan uang Rp 100 juta melakui tas kecil dan ada catatannya, itu saat pengajian ustaz Al Hapsi, Januari (2019) awal dan saya sampaikan ke Pak AIM lalu saya serahkan kertas ke Pak AIM, disuruh pegang (catatan) dan jangan ada catatan lagi," jelas Desyadi.
"Lalu setengah jam saya diberitahu jika uang tersebut diserahkan ke Hendra Kanada, Caleg Partai Nasdem, karena dia (AIM) pinjam uang dengan jaminan sertifikat, dan Rp 25 juta dikasihkan ke Ridho," imbuh Desyadi.
"Jadi yang benar ini siapa? Tadi keterangan saksi Wan Hendri uangnya Rp 345 juta, tapi anda sebutkan Rp 100 juta, lebih baik saya konfrontir dulu," tanya JPU KPK Dian ke Desyadi.
"Saya rasa bukan ustaz Al Hapsi, saya ingat itu bulan November 2018, ustaznya itu perempuan dan bisa dilihat kebenarannya, setelah selesai pengajian, Pak Desyadi saya hampiri," timpal Wan Hendri.
Wan Hendri kembali menjelaskan, bahwa dalam tas tersebut berisikan uang Rp 345 juta dengan kertas rincian 15 persen dari nilai paket pasar comok Rp 1 miliar, 15 persen untuk pasar ogan jaya senilai Rp 1,3 miliar, dan 15 persen paket pasar prabu jaya senilai Rp 1,3 miliar.
"Saya masukkan ke tas srempang dan saya serahkan langsung, Desyadi tahu isinya uang," ungkap Wan Hendri.
"Saya sudah disumpahkan yakin, bulan November (2018) gak ada, saya yakin! Uang itu saya kasihkan ke Hendra Kanada Rp 75 juta dan Ridho Rp 25 juta," timpal Desyadi.
Desyadi mengaku, dasar menerima uang tersebut lantaran mendapat titipan dari Wan Hendri.
"Karena saya dianggap dekat dengan AIM selaku staf," ucap Desyadi.
Detik-detik Kontraktor Ditangkap KPK di Lampung, Sedang Tidur Terbangun Pintu Diketuk
Kontraktor di Lampung, ditangkap KPK, terkait dengan OTT Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, saat sedang tidur malam hari.
Saat OTT KPK, Candra Safari mengaku tak menyadari jika Kadis PUPR Lampung Utara tertangkap.
"Waktu OTT, saya hanya dapat berita kalau yang tertangkap Kadisdag, dan saya biasa saja, lihat berita juga," katanya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 27 Januari 2020.
Candra pun mengaku saat OTT sedang tertidur dan dia terbangun sekira pukul 00.00 WIB lantaran ada tamu yang datang.
"Ada yang ngetok pintu, saya ditanya kenal Pak Syahbudin, saya bilang kenal, dan mereka memperkenalkan diri dari KPK, dan diminta ikut ke Jakarta malam itu juga," tandasnya.
Persidangan atas terdakwa Candra Safari usai, Majelis Hakim pun menunda persidangan dengan agenda tuntutan.
"Mohon waktu 2 minggu yang mulia," kata JPU Taufiq Ibnugroho.
"10 hari saja, Kamis tanggal 6 Februari 2020 hari kamis," tandasnya.
Pakai Duit Sendiri
Untung tak seberapa, banyak pengeluaran di setoran fee proyek.
Dalam persidangan terdakwa Candra Safari mengakui jika komitmen proyek yang ditawarkan Kadis PUPR Syahbudin cukup tinggi.
"Memang tinggi awalnya pak Kadis bilang kita pakai komitmen itu dulu, 35 persen, kalaupun dalam perjalanan pekerjaan ada hambatan akan dikurangi maka saya kerjakan," kata Candra di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 27 Januari 2020.
Kata Candra, pembayaran sempat menunggak, sehingga untuk paket proyek 2017 ia menggunakan dana pinjaman.
"Pakai uang sendiri, pak Kadis bilangnya sabar dulu saja, masih diurus," tuturya.
Candra pun mengaku mendapat paket proyek sebanyak 6 paket pada tahun 2018.
"4 punya kadis 2 punya saya. Dan seperti sebelumnya uang pribadi dalam mengerjakan dan belum dibayar karena Kas daerah kosong, yang bilang Bendahara Endah Mukti, disampaikan suruh tunggu saja kalau ada uang kami masukkan," tegasnya.
Baru pada tahun 2019, lanjut Candra, disampaikan oleh Endah jika ada dana masuk akan dibayar untuk prioritas tahun anggaran 2018 dulu.
"karena produk TA 2018 akan dipakai, yang 2017 baru dicicil tapi baru 4 paket yang dibayar, kurang lebih Rp 900 juta," tuturnya.
Candra pun mengaku dari sekian proyek ta 2017 dan 2018 yang baru dicairkan pada tahun 2019, ia hanya mendapatkan keuntungan lima persen.
"Itungannya kurang lebih Rp 100 juta, dan saat itu hanya Rp 80 juta yang saya terima," tuturnya.
Candra pun mengaku memberikan uang terimakasih kepada Pokja.
"Kepada Mery 1 persen pas cair, cuman Rp 5 juta, dan saya juga kasih ke tim PHO, PPK, PPTK, bahasanya uang terimakasih," sebutnya.
Setelah dua minggu, Candra mengaku mendapat telfon dari Syahbudin yang mana menanyakan jatah setoran fee.
"Dia bilang baik mana jatah saya, saya bilang tunggu pak bayar dulu hutang tahun 2017 dan 2018. Tapi pak Kadis bilang jangaan dulu, ini sudah ditunggu soalnya, bayangan saya itu bos atau atasan Syahbudin yang nunggu," jelas Candra.
Candra pun mengaku jika Syahbudin meminta fee sebesar Rp 500 juta dalam pencairan pertama kali tersebut.
"Minta Rp 500, karena sudah pernah saya kasih Rp 100 ditahun 2018, maka saya pikir saya berikan uang Rp 350 juta dulu terus di bilang ini kurang Rp 150 juta," serunya.
Candra pun menuturkan jika hak Syahbudin sebesar Rp 750 juta.
"Saya banyak hutang karena pekerjaan, dan uang Rp 350 juta itu uang yang tersisa pada pembayaran untuk pekerjaan tahun 2017 dan 2018 pembayarannya," tandasnya.
Pekerjaan Bagus
Berawal dari pekerjaan yang bagus, Candra Safari diberi kepercayaan mengerjakan paket proyek Lampung Utara.
Hal ini terungkap saat terdakwa Candra Safari memberi keterangan dihadapan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri, Tanjungkarang, Senin 27 Januari 2020.
"Awalnya tahun 2016, saya ikut pekerjaan Hendri Yandi (Pegawai Pemkab) ada empat paket," kata Direktur CV Dipasanta Pratama.
Singkat cerita, kata Candra, saat dia melakukan pengawasan di lapangan, Kadis PUPR Syahbudin dan Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara melakukan sidak.
"Saat itu lagi gelar hotmix ditelpon pak kabid, bilang kalau kadis dan pak bup sidak, saya pas di lanpangan sehingga awal berkenalan dengan pak Kadis disitu," tuturnya.
"Lalu Pak Bup tanya ini kerjaan siapa, dijawab Hendri, mungkin tahu kerja saya bagus, lalu pas ketemu pak kabid bilang kenapa gak kerja sendiri, tapi ada komit didepannya, Saya bilang gak punya duit, kalau gitu kerja dengan saya aja, dua paket, bayar di akhir," imbuhnya.
Kemudian kata Candra, ia mendapatkan dua nomor paket proyek dan diminta menemui Pokja.
"Di Pokja saya diberi HPS," tuturnya.
Meski mendapat dua perkerjaan, Candra mengaku mengerjakan delapan paket proyek milik Kadis PUPR Syahbudin.
"Bahasanya ada 10 paket, 2 punya saya 8 paket pak Kadis, jadi biar gak ketahuan (jika Kadis punya paket pekerjaan) jadi 10 paket itu (diakui) punya saya," bebernya.
Candra pun mengaku tak mampu jika mengerjakan 10 paket proyek tersebut maka ia meminjam perusahaan lainnya.
"Kalau 10 paket proyek perusahaan saya gak mampu paling 3 paket akhirnya saya pinjam perusahan temen," tuturnya.
Setelah mendapat HPS tersebut, Candra mengaku melakukan pertemuan dengan Syahbudin disebuah rumah makan di Lampung Utara.
"Dalam pertemuan itu, ditanyai sudah ketemu pokja tidak, saya bilang sudah, dan saat itu saya nemui di Pokja Kanjeng Mery (Mery Imelda Sari) saya ketemunya di kantor ULP," bebernya.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilian Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang fee proyek Lampung Utara, Senin 27 Januari 2020.
Dalam persidangan kali ini diagendakan dengan keterangan saksi dalam perkara Hendra Wijaya Saleh dan keterangan terdakwa dalam perkara Candra Safari.
Pantauan Tribun, sidang pertama digelar dengan keterangan terdakwa dalam perkara Candra Safari.
Dalam keterangan saksi, JPU masih mendalami status terdakwa dalam memimpin CV dipasanta Pratama dan pola bagaimana terdakwa mendapatkan proyek di Lampung Utara.
Diantara para pengunjung saksi pun terlihat Wan Hendri Kadisdag Kabupaten Lampung Utara.
Belakangan diketahui Wan Hendri hadir dalam persidangan untuk menjadi saksi dalam perkara Hendra Wijaya Saleh. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)