Erupsi GAK
Setelah Gunung Anak Krakatau Meletus, Warga Lampung Selatan Cium Bau Belerang
Warga Kalianda, Lampung Selatan mengaku mencium bau belerang setelah peristiwa Gunung Anak Krakatau meletus pada Jumat (10/4/2020) malam.
Penulis: Yoso Muliawan | Editor: Ridwan Hardiansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, LAMPUNG SELATAN - Warga Kalianda, Lampung Selatan mengaku mencium bau belerang setelah peristiwa Gunung Anak Krakatau meletus pada Jumat (10/4/2020) malam.
Gunung Anak Krakatau erupsi pada Jumat (10/4/2020) malam.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM di situs magma.vsi.esdm.go.id/, letusan Gunung Anak Krakatau terjadi sebanyak 2 kali pada Jumat malam.
Letusan pertama terjadi pada pukul 21.58 WIB, dengan estimasi kolom abu mencapai ketinggian 357 meter di atas permukaan laut.
Sementara, letusan GAK kedua terjadi pada pukul 22.35 WIB, dengan estimasi kolom abu mencapai ketinggian 657 meter di atas permukaan laut.
• Warga Masih Berkumpul di Depan Rumah hingga Dini Hari Setelah Dengar Letusan Gunung Anak Krakatau
• BREAKING NEWS: Dengar Letusan Gunung Anak Krakatau, Warga Lampung Selatan Lari ke Tempat Tinggi
• Detik-detik Gunung Anak Krakatau Meletus Gemparkan Warga, Getaran Terasa hingga Jawa Barat
Warga Kalianda, Lampung Selatan, Agung mengungkapkan, warga mencium bau belerang setelah terdengar dentuman saat Gunung Anak Krakatau meletus.
"Bau belerang tercium," kata Agung, Sabtu (11/4/2020) dini hari.
Setelah mendengar suara letusan Gunung Anak Krakatau, Agung menuturkan, warga langsung mengungsi.
Mereka memilih pergi ke tempat lebih tinggi, yaitu kawasan perbukitan.
Hingga Sabtu (11/4/2020) dini hari, warga masih mengungsi di bukit-bukit.
"Terutama, warga yang di pesisir langsung mengungsi ke tempat lebih tinggi. Warga di pesisir (Kecamatan) Rajabasa banyak yang ngungsi," ungkap Agung.
Warga yang mengungsi, lanjut Agung, berasal dari Desa Kunjir, Way Muli, Rajabasa, dan desa lain yang berada di daerah pesisir Lampung Selatan.
Keluarkan asap berbentuk cendawan
Sebelumnya, aktivitas Gunung Anak Krakatau di tengah Selat Sunda masih fluktuatif.
Rabu (12/2/2020) sekira pukul 14.00 WIB, sempat terlihat asap putih dari kawah.
Kepulan asap kawah Gunung Anak Krakatau sempat terlihat oleh Tribunlampung dari Tanjung Tua, Bakauheni.
Kepulan asap ini terlihat membumbung dan membentuk cendawan (jamur).
Andi Suardi, penanggung jawab Pos Pantau Gunung Anak Krakatau di Desa Hargo Pancuran, Kecamatan Rajabasa, juga mengaku sempat terlihat adanya asap kawah berwarna putih pada Rabu siang.
Asap ini berasal dari aktivitas embusan kawah Gunung Anak Krakatau.
Ketinggian asap mencapai 25-50 meter dari puncak Gunung Anak Krakatau.
“Tadi siang memang ada embusan kawah yang disertai asap. Untuk embusan ini hanya satu kali terlihat. Ketinggian asap kawah teramati sekira 25-50 meter dari puncak,” kata dia.
Andi mengatakan, aktivitas Gunung Anak Krakatau cenderung menurun pada dua hari terakhir.
Sebelumnya, Senin (10/2/2020), sempat teramati adanya asap kawah setinggi 1.000 meter berwarna pekat.
Sementara pada Selasa (11/2/2020) hingga dini hari tadi, data magma VAR Badan Geologi, PVMBG Kementerian ESDM Pos Pantau Gunung Anak Krakatau mencatat ada tiga kali letusan dengan amplitudo 36-37 mm dan durasi 46-85 detik.
Lalu gempa embusan sebanyak 5 kali dengan amplitudo 5-30 mm dan durasi 25-43 detik.
Gempa frekuensi rendah sebanyak 5 kali dengan amplitudo 3-14 mm dan durasi 5-15 detik.
“Juga teramati adanya gempa mikro tremor yang terekam dengan amplitudo 0,5-27 mm (dominan 10 mm),” kata Andi.
Juga terlihat adanya asap kawah putih dengan intensitas tipis hingga tebal berketinggian 150 dari puncak.
Status Gunung Anak Krakatau masih pada level II Waspada.
Nelayan dan pengunjung dilarang mendekati gunung api yang berada di Selat Sunda itu dalam radius 2 kilometer dari kawah.
Gempa 10 kali
Pada Februari 2020, tercatat terjadi 10 kali gempa akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau (GAK), kembali menunjukan adanya peningkatan yang fluktuatif.
Sejak Selasa (11/2/2020) dini hari hingga pukul 12.00 WIB, tercatat ada dua kali gempa letusan dengan amplitudo 36-37 mm, dan durasi 46-85 detik.
Penanggungjawab Pos Pantau GAK di Desa Hargo Pancuran Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Andi Suardi mengatakan, selain letusan, dari data Magma VAR Badan Geologi, PVMBG Kementerian ESDM, juga teramati adanya gempa hembusan satu kali dengan amplitudo 5 mm dan durasi 25 detik.
Kemudian, kata Andi, juga teramati adanya gempa low frekuensi sebanyak 5 kali dengan amplitudo 3-14 mm dan durasi 5-15 detik.
“Asap kawah tidak teramati, tapi untuk gempa mikrotremor terekam dengan amplitudo 0,5 – 4 mm (dominan 1 mm),” kata Andi kepada Tribunlampung.co.id, Selasa (11/2/2020).
Sebelumnya, imbuh Andi, pada Senin (10/2/2020), GAK sempat mengalami peningkatan aktivitas.
Andi menuturkan, tercatat ada 8 kali letusan yang mengeluarkan asap kawah berwarna hitam dengan intensitas tebal, berketinggian mencapai 1.000 meter.
Letusan ini, menurut Andi, memiliki amplitudo 27-40 mm dan durasi 58-127 detik.
Kemudian, lanjut Andi, teramati adanya gempa hembusan 5 kali dengan amplitudo 12-31 mm dan durasi 18-92 detik.
Serta, ada gempa tektonik jauh sebanyak 1 kali dengan amplitudo 35 mm, S-P: 11 detik dan durasi 96 detik.
“Untuk gempa mikro tremor pada Senin kemarin tercatat dengan amplitudo 0,5 – 32 mm (dominan 2 mm),” kata Andi Suardi.
Hingga saat ini, imbuh Andi, gunung api di tengah Selat Sunda, yang kini memiliki ketinggian 157 mdpl ini, statusnya masih level II waspada.
Di mana masyarakat dan pengunjung, dilarang mendekati kawah dalam radius 2 kilometer. (Tribunlampung.co.id/Yoso Muliawan)