Kisah Warga Bandar Lampung Berpuasa di Amerika Serikat Saat Wabah Corona Melanda
Warga Kemiling, Bandar Lampung ini mengatakan, dirinya menjalankan ibadah puasa selama 16 jam, lebih lama sekitar 3 jam dibandingkan di Indonesia.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Menjalankan ibadah Ramadan di luar negeri tentu berbeda dengan di Indonesia.
Perbedaan waktu, cuaca, budaya, makanan, menjadi tantangan sendiri berpuasa di negeri orang.
Ini seperti dialami warga Bandar Lampung, Deni Burhasan, yang sedang menyelesaikan pendidikan di Universitas Southern California (USC) Amerika Serikat.
Pria yang tengah menyelesaikan pendidikan di University of Southern California (USC) ini membeberkan, ibadah puasa kali ini terasa sekali perbedaannya akibat wabah virus corona.
• Profesor Hamid, Penggembala Kambing asal Lampung Tengah yang Jadi Dosen di Negeri Paman Sam
• Bandar Lampung Disebut Zona Merah, Pemprov Lampung Pastikan Tak Terapkan PSBB
• Bupati Agung Minta Fee Proyek Pakai Kode Ikan 40 Kg
• Cerita Pasien Sembuh di Lampung, Jadikan Bahagia sebagai Obat Corona
Saat dihubungi Tribunlampung.co.id, Rabu (29/4/2020) pukul 10.30 WIB, di Los Angeles, California, Deni seddang berada di kosan yang jaraknya hanya sekitar 20 menit dari kampus tempatnya menimba ilmu.
Biasanya saat momen Ramadan tahun lalu, Deni mengaku memiliki banyak kegiatan.
Dari buka puasa bareng sesama teman muslim, ngaji bareng, ikut kajian, terawih di masjid, menunggu waktu berbuka (ngabuburit) dan lainnya.
"Kalau sekarang kebanyakan di rumah, nonton YouTube, ngaji lewat video call," ungkap pria kelahiran 30 Mei 1993 itu.
Warga Kemiling, Bandar Lampung ini mengatakan, dirinya menjalankan ibadah puasa selama 16 jam, lebih lama sekitar 3 jam dibandingkan di Indonesia.
Untuk kebutuhan berbuka dan santap sahur, Deni berbelanja sendiri ke minimarket Ralph atau Trader Joe's.
Deni bahkan langsung berbelanja kebutuhan selama sebulan agar tidak kembali minimarket lagi selama puasa.
"Karena situasinya begini, jadi saya belanja langsung buat kebutuhan sebulan. Jadi nggak perlu balik-balik lagi ke marketnya. Untuk buka dan sahur saya masak sendiri dengan bahan makanan yang sudah dibeli," tutur pria berperawakan tidak terlalu gemuk ini.
Menu yang biasa disantapnya seperti ayam goreng, salad, salmon, mi, dan lainnya yang praktis-praktis.
Deni mengaku begitu merindukan masakan khas Indonesia seperti seruit, pindang, tumis kangkung, sambel tempe dan lainnya dimana sulit ditemukan di tempatnya tinggal saat ini.
"Kangen makanan khas rumah. Termasuk suasana berbuka puasa dengan keluarga di rumah," kata dia.
Biasanya Deni pulang ke Lampung menjelang Lebaran untuk kumpul bersama keluarga besarnya. Namun kali ini tidak bisa dilakukannya karena situasi yang kurang mendukung.
Meskipun menjalankan puasa jauh dari keluarga dan berada di negeri orang di tengah situasi pandemi, Deni berharap bisa lebih memaksimalkan ibadahnya.
"Berharap bisa lebih memaksimalkan ibadah walaupun suasananya begini. Terus pada sehat selalu dan terbebas dari virus corona," beber Deni yang tinggal di kos 1064 W 39th Los Angeles, California ini.
Mengenai suasana di Los Angeles sendiri, menurut Deni semenjak semakin banyak kasus corona di Amerika, suasana menjadi lebih sepi.
"Suasana sepi semenjak makin banyak kasus corona di Amerika, kampus pun sepi karena perkuliahannya online sampai akhir semester dan wisuda bahkan dibatalkan," terangnya.
Diakuinya dirinya hanya keluar saat hendak membeli kebutuhan yang urgen saja demi meminimalkan interaksi.
"Di setiap store atau tempat makanan juga sudah diberlakukan antrian dengan jarak dua meter, petugasnya bener-bener mengontrol physical distancing di sini," timpalnya. (Tribunlampung.co.id/Sulis Setia M)