Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura
BREAKING NEWS 1 Saksi Tak Hadiri Sidang Suap Fee Proyek Lampura, Majelis Hakim Minta Bacakan BAP
Dalam persidangan teleconference suap fee proyek Lampung Utara, Rabu (20/5/2020), hanya dua saksi yang akan hadir.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
Namun semuanya dibantah oleh Rahmat Hartono.
"Jadi anda tetap pada keterangan anda terkait APBD?" sahut Ketua Majelis Hakim Efiyanto, Rabu (13/5/2020).
"Tetap, bahwa saya gak tahu," tegas Hartono.
Bantah Dianggap Berbohong
Terus bantah semua keterangan para saksi lainnya, Majelis Hakim nilai keterangan Rahmat Hartono bohong.
Mantan Ketua DPRD Lampung Utara dianggap memberi keterangan palsu dalam persidangan teleconference suap fee proyek Lampung Utara, Rabu (13/5/2020).
Dalam kesaksiannya, Rahmat Hatono membantah adanya permintaan uang dari DPRD Lampung Utara kepada pemerintah kabupaten sebesar Rp 5 miliar untuk pengesahan APBD 2015.
"Benar tidak pernah? Jika ada penyampaian apbd 2015 ada permintaan lima miliar, Rp 1 miliar untuk ketua Gerinda Rp 1 miliar PDIP, Rp 1 miliar untuk Demokrat dan selebihnya anggota DPRD, anda sudah disumpah," kata JPU Taufiq Ibnugroho.
Disinggung adanya komunikasi dengan Desyadi kepala BPKAD bersama wakil ketua III DPRD Lampura Arnol, lagi-lagi Rahmat membantahnya dan tidak pernah ada pertemuan.
"Saksi Desyadi pernah menyampaikan intinya alokasi proyek oleh perusahan yang terafiliasi dengan DPRD untuk APBD 2016, intinya kalau APBD ini pengen lancar maka meminta proyek Rp 30 miliar," jelas JPU.
"Saya minta kejujuran anda karena Desyadi sudah menjelaskan bahwa ada permintaan 30 miliar, dan itu anda yang menyampaikan," gertak JPU.
"Semua itu hanya omongannya dan gak mungkin kepala daerah mau, mau disahkan atau gak November kalau gak disahkan gak dapat gaji DPR-nya," jawab Hartono.
"Ini saksi Desyadi sudah disumpah," sahut JPU.
"Saya juga sudah disumpah, saya gak pernah hubungi Desyadi, ngapain kalau pengen enak ya saya langsung ke Bupati enak, tapi saya gak mau," jawab Hartono dengan nada tinggi.
Hartono pun membantah adanya sejumlah aliran uang dari Syahbudin yang diberikan kepadanya dari tahun 2016 hingga 2017.
"Anda pernah menjadi DPO tersangka perkara korupsi tapi ditingkat pra peradilan menang, gak mungkin kamu berhenti begitu saja, jangan bohong," timpal Efiyanto.