Tribun Bandar Lampung

Cerita Penderita Talasemia Dapatkan Darah untuk Transfusi, Jemput Pendonor hingga ke Luar Kota

para penderita harus mencari pendonor darah untuk melakukan transfusi apabila stok persediaan darah di PMI ataupun bank darah RS mulai menipis.

Penulis: Debby Rizky Susilo | Editor: Reny Fitriani
Dokumentasi Pribadi
Gita Putri (27) salah satu penyandang talasemia di Bandar Lampung yang sedang melakukan transfusi darah di RSUD Abdul Moeloek. Cerita Penderita Talasemia Dapatkan Darah untuk Transfusi, Jemput Pendonor hingga ke Luar Kota 

Laporan Reporter Tribun Lampung Debby Rizky

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Penderita kelainan sel darah merah yang diturunkan (Talasemia) di Bandar Lampung tiap tahunnya terus menaik.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung pada tahun 2019 terdapat 165 pasien yang melakukan rawat jalan secara rutin di RSUD Abdul Moeloek.

Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia harus melakukan tranfusi darah sepanjang hidupnya dikarenakan belum ditemukan obat untuk penyakit genetis ini.

Hal tersebut membuat para penderita harus mencari pendonor darah untuk melakukan transfusi apabila stok persediaan darah di PMI ataupun bank darah rumah sakit mulai menipis.

Seperti apa ceritanya?

Cerita Calon Jemaah Haji Lampung Batal Berangkat ke Tanah Suci, Padahal Sudah Tunggu 10 Tahun

BREAKING NEWS Viral Tawuran di Bandar Lampung, Pelajar Bubar Setelah Sabhara Melintas

PT KAI Wajibkan Penumpang Kereta Api Gunakan Masker dan Face Shield

Hadimulyono (35) merupakan salah satu penderita talasemia.

Pria yang kerap disapa Hadi ini terdeteksi memiliki kelainan sel darah merah sejak usianya 4 tahun.

Tiap bulannya ia harus menjalankan transfusi darah hingga 2 kantung darah agar dapat bertahan hidup.

Kepada Tribunlampung.co.id ia menceritakan perjuangannya untuk mendapatkan darah hingga menjemput pendonornya.

Kesulitan ia temui apabila sudah memasuki waktu melakukan transfusi darah dan persedian darah di bank darah rumah sakit ia berobat mengalami kekosongan.

Ia harus mencari sendiri bantuan hidupnya untuk bertahan.

"Mau tidak mau harus menjemput pendonornya sendiri apabila pendonor tidak ada kendaraan. Mau bagaimana lagi saya butuh dan syukur adayang bisa memberikan darahnya. Waktu itu saya di Bandar Lampung dan teman saya di Hanura, Pesawaran jadi jemput untuk melakukan transfusi darahnya," cerita Hadi kepada Tribunlampung.co.id, Rabu (3/6/2020).

Sebagai orang yang peduli terhadap sesama penderita, ia menjadi penolong apabila penderita lain belum memiliki darah untuk transfusi.

Hadi kerap melakukan pencarian pendonor darah dengan segala usaha yang bisa ia lakukan.

Mulai daari menghubungi dan mendatangi teman dan kerabatnya.

"Kalau sedang mencari darah, bisa keliling-keliling mencari siapa yang mau, lewat sms telepon sampai datang ke rumah keluarga dan kawan minta tolong bantuan untuk diminta darahnya," ungkapnya.

Hadi pernah merasakan saat waktunya melakukan transfusi dan belum mendapatkan darah.

Ia hanya bisa mengharapkan bantuan orang lain.

Sebagai penderita talasemia apabila sudah waktunya melakukan transfusi mereka akan merasakan lelah, letih dan lesu sehingga tidak bisa melakukan hal lainnya.

Kesulitan ini ditambah lagi dengan adanya pandemi Covid-19 yang sangat membatasi kegiatan.

Hadi sangat merasa kesulitan untuk mengajak kenalannya untuk melakukan donor darah karena harus ke rumah sakit.

Dimana stigma masyarakat rumah sakit adalah tempat pasien yang terpapar virus Corona.

Kesulitan lainnya ditemui para penderita talasemia saat hendak melakukan transfusi darah di rumah sakit tempat mereka berobat.

Rumah sakit yang tidak memiliki persediaan darah membuat pasien harus mencari sendiri darah yang mereka butuhkan.

Fasilitas Unit Transfusi Darah (UTD) rumah sakit yang belum memadai juga membuat para pendonor dan pasien talasemia harus berbesar hati.

Hadi menambahkan persediaan darah mudah saja didapatkan dengan bantuan dari UTD PMI akan tetapi terhalang prosedurnya dari rumah sakit tempat kita berobat yang memiliki UTD tersendiri.

Penderita lainnya, Gita Putri (27) ia sudah melakukan transfusi darah dari umur 7 tahun.

Wanita berhijab ini terlihat pucat dan lelah saat ditemui, hal ini sesuai dengan tanda penyakit talasemia yang tampak pucat, lesu dan mudah sakit.

Butuh waktu untuk menerima keadaan bagi Gita.

Kesulitan dalam pencarian darah pun dirasakan Gita sehingga transfusi yang dilakukannya seadanya saja.

"Awalnya belum mengerti apa-apa, setelah usia 11 tahun aku menanyakan semuanya kepada orang tua. Kenapa apa aku bisa bolak-balik ke rumah sakit dan stiap bulan harus disuntik dan tambah darah. Pernah berada di posisi sampai susah sekali mencari darah. Minta tolong sana-sini tetapi tetap tidak ada yang bisa mendonorkan darahnya hingga akhirnya hanya masuk (transfusi) darah 2 kantong yang seharusnya 3 kantong," ungkap Gita.

Tidak hanya itu, Gita merasakan sedih ketika harus terus melakukan teransfusi darah hingga sampai harus merasakan dijauhi teman-temannya karena penyakit yang dideritanya.

Padahal penyakit talasemia hanya dapat ditularkan secara genetis.

Ia juga mengalami perundungan karena memerlukan tambahan darah setiap bulannya.

Menyikapi hal tersebut Gita memiliki cara mengatasinya.

"Sekarang sudah biasa akan hal tersebut. Aku selalu ingat orang tuaku. Mereka juga yang menjadi satu-satunya penyemangatku dalam bertahan dengan sakit ini," ujarnya.

Gita juga mengatakan keluarga yang memiliki golongan darah cocok menjadi pendonor tetap tiap 2 bulanan untuk mencukupi tambahan darah yang dibutuhkan para penderita talasemia.

Keprihatian akan sulitnya mendapatkan darah membuat munculnya perhimpunan baru bagi penderita maupun keluarga penderita talasemia.

Terdapatnya Perhimpunan Orang Tua Penyandang Thalassemia Indonesia (POPTI) Cabang Bandar Lampung dan Perhimpunan Penyandang Thalassemia Indonesia (PPTI) Cabang Bandar Lampung menjadi jaringan komunikasi para keluarga dan penyandang untuk serba-serbi talasemia.

Sekretaris POPTI Ning Sunarnya mengatakan adanya perhimpunan ini menjadi dukungan bagi keluarga maupun penyandang talasemia dalam menghadapi proses pemgobatannya.

"Adanya perhimpunana ini diharapkan menjadi support terhadap orangbtua dan penderita talasemia. Kami sering melakukan sharing dan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengetahui talasemia. Selain itu tujuannya untuk mengedukasi masyarakat dlaamnupanya pemutusan mata rantai genetis penularan penyakit talasemia," ungkap Ning.

Kedua perhimpunan ini memiliki rumah singgah yang bertempat di Jalan Onta Gang Onta 5, Kedaton, Bandar Lampung.

Rumah singgah ini dapat menjadi tempat rawat jalan bagi penyandang talasemia dari luar Bandar Lampungbsaat melakukan pengobatan di rumah sakit.

"Untuk pasien yang berobat biasanya singgah di rumah ini, karena banyak juga pasien yang berasal dari luar Bandar Lampung. Sembari sharing dengan sesama penyandang juga dapat menjadi hiburan bagi penyandang karena tidak harus melakukan lengobatan full di rumah sakit," jelas Ning.(Tribunlampung.co.id/ Debby Rizky)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved