Sebulan 3 Warga Lampung Jadi Korban Fintech Ilegal

Masyarakat Lampung, khususnya yang ingin berinvestasi atau meminjam uang, wajib waspada dengan lembaga financial technology (fintech) ilegal.

Ilustrasi
Ilustrasi - Masyarakat Lampung, khususnya yang ingin berinvestasi atau meminjam uang, wajib waspada dengan lembaga financial technology (fintech) ilegal. 

Pihaknya mengarahkan masyarakat yang mengalami intimidasi atau perbuatan tidak menyenangkan dari fintech ilegal untuk melapor ke kepolisian.

"Setiap provinsi ada Satgas Waspada Investasi (SWI). Kami selalu koordinasi, karena Polda (Lampung) juga punya tim cyber. Kalau sudah ranah perbuatan pidana atau perbuatan tidak menyenangkan, ke polda," ujar Dwi. "Kami juga membuat laporan kalau fintech itu belum ada di rilis kami. Kami masukkan ke SWI pusat, nanti yang nutup (Kementerian) Kominfo (Komunikasi dan Informatika)," sambungnya.

Modus berikutnya fintech ilegal, ungkap Dwi, tawaran pinjaman mengatasnamakan koperasi simpan pinjam (KSP). Koperasi ini menawarkan pinjaman dengan meminta uang di muka. Alasannya, sebagai biaya administrasi.

"Sekarang banyak juga pihak mengatasnamakan (KSP) menawarkan pinjaman. Modusnya beda. Menawarkan Rp 50 juta, minta biaya admin di depan, misalnya Rp 5 juta. Beberapa nasabah terkecoh. Ternyata setelah setor Rp 5 juta, pihak yang meminjamkan uang itu tidak bisa dihubungi lagi," jelas Dwi.

Terkait nilai kerugian para pengadu, pihaknya belum memperoleh data pasti, mengingat aduan tersebut bersifat konsultasi.

"Para nasabah juga tidak memberikan berkas-berkas segala macam," kata Dwi.

105 Fintech Ilegal

Satgas Waspada Investasi (SWI) menemukan 105 fintech peer to peer lending ilegal. Mereka menawarkan pinjaman kepada masyarakat melalui aplikasi percakapan dan pesan singkat di ponsel. Informasi mengenai daftar perusahaan yang tidak memiliki izin dari otoritas berwenang ini bisa diakses melalui Investor Alert Portal pada www.sikapiuangmu.ojk.go.id.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing dalam jumpa pers virtual bersama Badan Reserse Kriminal Polri, Jumat, menyampaikan, fintech peer to peer lending ilegal itu sengaja memanfaatkan kondisi melemahnya perekonomian masyarakat akibat pandemi Covid-19.

"Mereka mengincar masyarakat yang saat ini kesulitan ekonomi dan membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif," kata Tongam. "Pinjaman fintech ilegal ini sangat merugikan masyarakat karena mengenakan bunga tinggi, jangka waktu pinjaman pendek, dan mereka selalu meminta untuk mengakses semua data kontak di handphone," sambungnya.

Tongam menjelaskan, permintaan data pribadi tersebut sangat berbahaya karena bisa digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan. "Ini sangat berbahaya, karena data bisa disebarkan dan digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan," ujarnya.

Adapun total fintech peer to peer lending ilegal yang ditangani SWI sejak tahun 2018 hingga Juni 2020 mencapai 2.591 entitas. SWI terus berkoordinasi dengan berbagai pihak khususnya Polri dalam pencegahan tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi.

"Pihak kepolisian sudah tergabung dalam SWI. Semua temuan SWI juga selalu kami teruskan kepada pihak kepolisian untuk segera dilakukan penindakan sesuai ketentuan. Penindakan yang cepat sangat diperlukan untuk mencegah para pelaku investasi ilegal dan fintech ilegal beroperasi kembali yang bisa merugikan masyarakat," jelas Tongam.

Jangan Mudah Percaya

Terkait fenomena fintech ilegal, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Lampung Komisaris Besar Pol Zahwani Pandra Arsyad mengimbau masyarakat tidak mudah memercayai jasa pinjaman uang yang ujungnya justru memberatkan. Apabila tak ada jalan lain dan memang harus melakukan pinjaman, masyarakat harus memastikan aplikasi itu terdaftar secara resmi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved