Berita Nasional

Cerita Jenderal Hoegeng, Sosok Kapolri Jujur yang Tak Pernah Mau Dikawal

Hoegeng Iman Santoso yang pernah menjabat Kapolri pada 1968-1971 dikenal sebagai sosok yang sederhana, antisuap, dan tidak silau pada kemewahan.

Intisari-Online.com
Mantan Kapolri Hoegeng Iman Santoso dikenal sebagai sosok yang sederhana, antisuap, dan tidak silau pada kemewahan. 

Apa alasan Pak Hoegeng tidak mau dikawal?

Beliau mau dekat sama masyarakat. Jangan sampai ada barrier (penghalang) antara beliau dengan masyarakat. Bahkan di rumah kami dulu, begitu beliau diangkat jadi Kapolri, datang batu bata, semen, material lainnya untuk membangun pos jaga. Beliau tidak mau, sehingga tidak ada pos jaga di rumah kami. Sama sekali tidak ada, sehingga semua orang boleh datang ke rumah kami.

Sebagai cucu, apakah Rama Jaya punya pengalaman dibonceng sepeda oleh Eyang Hoegeng?

Waktu masih tinggal di Jalan Madura Nomor 8, Jakarta, saya sering diajak keliling, jalan-jalan sore, naik sepeda. Dari rumah beliau, melintasi kali, muter ke belakang Jalan Surabaya, Cilacap, balik lagi, masuk ke Sultan Syahrir, Jalan Madura lagi.

Saat itu saya lihat semua orang kenal beliau. Di sepanjang jalan disapa sama orang-orang. Mereka menyapa, “Pak Hoegeng…Pak Hoegeng…Pak Hoegeng.”

Sebagai putra Jenderal Pol Purn Hoegeng, kejujuran seperti yang dicontohkan?

Kebetulan saya selalu mendampingi beliau dari saat menjabat Kapolri, waktu itu saya masih SMA, sampai beliau tidak ada (wafat pada 14 Juli 2004). Jadi masih sangat melekat apa-apa yang beliau pernah contohkan pada kami sekeluarga.

Pertama, beliau membedakan betul antara urusan keluarga dan kedinasan. Beliau tidak suka ada keluarga yang menginjakkan kaki di Mabes Polri.

Kedua soal kejujuran. Menurut beliau, kejujuran di atas segalanya. Selanjutnya disiplin, terutama disiplin waktu. Menurut beliau, kalau kita bisa tepat waktu, pekerjaan apapun dapat diselesaikan secara baik.

Apakah ada peristiwa yang menggambarkan betapa disiplinnya Pak Hoegeng?

Saya punya teman baik, namanya Broery Pesolima (penyanyi terkenal di era 1970-an). Kebetulan pada suatu malam Minggu dia ditangkap polisi karena ikut kebut-kebutan dan kemudian dikumpulkan di halaman Polda Metro Jaya.

Malam itu saya diajak Papi datang ke Polda Metro. Tiba-tiba Broery keluar dari barisan orang-orang yang ditangkap lalu menyapa Papi. “Selamat malam Om, saya Broery temannya Aditya,” ujar Broery. Papi menjawab, “Kamu tadi berada di barisan sebelah mana, cepat kembali ke situ.”

Ternyata cara itu tidak laku, meskipun memang benar Broery itu sahabat saya, rumahnya malah di belakang rumah keluarga kami. Itu contoh bagaimana Papi membedakan antara urusan keluarga pribadi dengan urusan dinas. (tribun network/dennis)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved