Cerita Jenderal Polisi Hoegeng yang Rajin Bikin Catatan Harian

Cerita Mantan Kapolri Jenderal Hoegeng Iman Santoso yang rajin buat catatan harian. Jenderal Polisi Hoegeng lolos dari fitnah.

Dok. KOMPAS/Istimewa
Ilustrasi Mantan Kapolri Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso. 

Sebagaimana dituturkan Suhartono, Hoegeng pernah dipanggil Presiden Soekarno.

Ilustrasi Hoegeng Iman Santoso bersama istri tercinta, Merry Roeslani.
Ilustrasi Hoegeng Iman Santoso bersama istri tercinta, Merry Roeslani. (Kompas.com/Repro)

Saat itu, Presiden ingin menanyakan kebenaran kabar yang menyebut Hoegeng ingin menggulingkan atasannya saat itu, yakni Soetjipto Joedodihardjo.

Saat itu, Soetjipto menjabat sebagai Kapolri sekaligus Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Pangak).

Ketika ditanya langsung oleh Presiden, Hoegeng terkejut lantas bertanya,"Siapa yang bilang?"

Presiden Soekarno lantas menyebut satu nama.

Hoegeng lalu minta agar dirinya dikonfrontasi dengan orang tersebut.

Presiden setuju dan menjadwalkan pertemuan dengan orang yang bersangkutan untuk mengkonfrontasi tuduhan itu.

Saat dikonfrontasi dengan orang tersebut, Hoegeng tidak lupa membawa buku besar yang menjadi catatan hariannya.

Di hadapan Presiden, Hoegeng membenarkan bahwa dirinya memang didatangi oleh orang yang bersangkutan di kantor dan di rumahnya.

Secara rinci, Hoegeng menyebutkan tanggal dan pertemuannya, serta isi detail pembicaraannya.

Hoegeng juga membeberkan jawabannya setelah diajak orang yang bersangkutan untuk menggulingkan Menteri/Pangak Jenderal Pol Soetjipto.

"Dalam pertemuan itu, Hoegeng memang diajak untuk ikut menggulingkan Menpagak. Namun, di catatan buku itu, Hoegeng menyatakan tak bersedia ikut mendongkel Menteri/Pangak. Selama Pak Tjipto adalah atasan Hoegeng, Hoegeng tidak mau mendongkelnya. Apapun alasannya," tegas Hoegeng.

"Jadi jangan memutarbalikkan fakta begitu Mas, Wong sampeyan sendiri yang mengajak untuk mendongkel Pak Tjipto, mengapa Hoegeng yang kemudian dituduh?" jelas Hoegeng sambil membacakan dan menunjukkan catatan Kepada Presiden dan orang yang bersangkutan.

Di catatan itu, Hoegeng menunjukkan orang tersebut dua kali dan ke rumahnya saat mengajak Hoegeng untuk ikut menumbangkan Soetjipto.

Namun, Hoegeng tetap tidak bisa dibujuk untuk merebut jabatan orang lain tanpa hak dan mengorbankan orang lain.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved