Berita Nasional

Jadi Pejuang setelah Lihat Bapaknya Ditembak Mati, Ngatimin Kini Jual Mainan

Kisah pejuang kemerdekaan jadi mata-mata tentara Indonesia karena sakit hati ayahnya ditembak mati tentara Belanda.

TribunSolo / Adi Surya
Mata-mata tentara Indonesia, Ngatimin Citro Wiyono (87) saat bercerita tentang kisahnya di kediamannya, Kaplingan RT. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Kisah seorang pejuang kemerdekaan yang menjadi mata-mata tentara Indonesia karena sakit hati ayahnya ditembak mati tentara Belanda.

Ingatan ayahnya ditembak mati tentara Belanda saat menggandeng dirinya dan sang adik masih terekam jelas dalam ingatannya.

Mereka saat itu tengah berlari di jalanan kampung halamannya, Desa Paulan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar untuk mencari tempat persembunyian.

Pasalnya, ayahnya tengah diburu tentara dan antek Belanda karena dianggap pejuang.

Ayahnya langsung tersungkur dan meninggalkannya dan sang adik sendirian di tengah jalanan kampung.

Begitulah memoar kematian sang ayah yang masih terpatri dalam ingatan Ngatimin Citro Wiyono (87), seorang pejuang.

Rumah Ayu Ting Ting Didatangi Banyak Orang saat Atta Tunjukkan Mobil yang Bikin Takjub

Ambulans Dihalangi Mobil Kijang, Pasien Anak yang Kritis Meninggal Dunia

Sarwendah Belikan Hadiah Ultah untuk Ruben Onsu, Betrand Peto Tak Percaya Lihat Harganya

Pernah Berseteru, Nikita Mirzani Kini Dukung Jerinx: Nora Alexandra Diberi Pekerjaan

Nadanya begitu emosional dan meninggi tatkala menceritakan kematian sang ayah saat Agresi Militer II tahun 1948.

Ayah Ngatimin muda dicap penjuang lantaran sering membantu membangun parit perangkap tank di jalan-jalan kampung.

TONTON JUGA

Terlebih lagi, kediaman Ngatimin tak jauh dari pangkalan udara tentara belanda 'Panasan' atau yang kini dikenal dengan Landasan Udara (Lanud) Adi Soemarmo.

"Pada waktu itu pukul 24.00 WIB, ayahku ikut gotong royong membuat jebakan tank di jalan kampung. Dibikin lubang selebar dan sepanjang tank dengan kedalaman 1,5 meter," kata Ngatimin, Minggu (16/8/2020).

Antek-antek Belanda, lanjut Ngatimin, ikut serta dalam gotong royong itu sembari mendata orang yang terlibat.

Itupun langsung dilaporkan kepada tentara Belanda.

"Antek-antek Belanda menyamar pakai ikat merah putih ikut-ikutan di dalamnya," tuturnya.

Tentara Belanda mulai memburu para pejuang yang ada di kampung halaman Ngatimin muda dengan bekal data antek mereka.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Solo
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved