Kasus Suap Lampung Selatan
Sidang Suap Fee Proyek Lampung Selatan Jilid II, Saksi Setor ke Syahroni 21 Persen
Gilang Ramadhan saat bersaksi dalam perkara suap fee proyek Lampung Selatan jilid II dengan terdakwa Hermansyah Hamidi dan Syahroni.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Selama mendapatkan proyek dari tahun 2016 hingga 2018, saksi Gilang Ramadhan mengaku menyetorkan semua fee proyek ke terdakwa Syahroni.
Hal ini diungkapkan Gilang saat bersaksi dalam perkara suap fee proyek Lampung Selatan jilid II dengan terdakwa Hermansyah Hamidi dan Syahroni di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (31/3/2021).
Gilang mengatakan fee setiap paket proyek yang didapatkannya sebesar 21 persen dari nilai pagu proyek.
"Jadi ada uang yang untuk pak bupati kadis lalu lain lain. Untuk bupati 10 sampai 15 persen, lalu sisanya Kadis PUPR dan jajaran, lalu panitia lelang satu persen," terangnya dalam persidangan di PN Tanjungkarang, Rabu (31/3/2021).
JPU KPK Taufiq Ibnugroho pun menanyakan setoran uang Rp 400 juta kepada Gilang.
"Ya saya pernah transfer penyerahan itu bulan November 2016, itu bagian dalam proyek," jelas Gilang.
Taufiq pun menjelaskan dalam BAP bahwa Gilang menyerahkan sejumlah uang ke Syahroni tidak sekali.
"Ada permintaan uang tahun 2016 sejumlah Rp 300 sampai Rp 400 juta lalu tahun 2017 Rp 900 juta diserahkan Hermansyah Hamidi melalui Syahroni, kemudian tahun 2018 sejumlah Rp 400 juta dan Rp 168 jutaan, ada lagi?" tanya Taufiq.
"Dia pinjam 250 juta yang katanya kalau gak bisa mengembalikan dalam bentuk proyek," jawab Gilang.
"Ya itu sama saja, katanya pinjam, kalau permintaan mobil?" sahut Taufiq.
"Itu untuk timnya Agus BN, dan itu mobil pajero tapi belum jadi, untuk kampanye," jawab Gilang.
Dapat Proyek Rp 25 Miliar
Mantan terpidana suap fee proyek Lampung Selatan Gilang Ramadhan mengaku pertama kali ikut pekerjaan setelah mengenal Syahroni.
Hal ini diungkapkan Gilang saat bersaksi dalam perkara suap fee proyek Lampung Selatan jilid II dengan terdakwa Hermansyah Hamidi dan Syahroni di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (31/3/2021).
"Saya dapat pekerjaan di Dinas PU Lamsel dari 2016 sampai 2018, awalnya saya dikenalkan dengan Syahroni oleh Risky teman saya," ungkap Gilang.
Gilang menuturkan jika saat itu Syahroni hanya pejabat biasa namun memiliki peran strategis dalam Dinas PUPR Lampung Selatan.
"Risky menyampaikan jika Syahroni ini yang mengambil kebijakan di PUPR, setelah bertemu dengan Syahroni, saya bilang mau ikut proyek di Lamsel, dan disampaikan dilihat dulu tapi harus komiten atau setoran," tuturnya.
Gilang mengatakan setelah pertemuan tersebut ia diajak Syahroni untuk bertemu dan berkenalan secara langsung dengan Hermansyah Hamidi.
"Saat itu di Hotel Horizon, dan disampaikan silahkan berkoodinasi langsung dengan Syahroni," bebernya.
Gilang pun mengaku mendapatkan sejumlah pekerjaan namun ia tak mengingat lagi paket pekerjaan yang didapatkan.
"Ditahum 2017, prosesnya sama juga, setoran juga, tapi gak ketemu Hermansyah Hamidi tapi langsung dengan Syahroni, dan saat itu setoram Rp 900 juta, itu 20 persen dari pagu," terang Gilang.
Sementara pada tahun 2018, Gilang mengaku mendapatkan ploting proyek sebesar Rp 25 miliar.
"Tapi saat itu saya diminta Syahroni menemui Agus Bhakti Nugroho, dan saya diminta untuk jadi ketua pemuda barisan PAN, saat itu saya masih di Nasdem jadi belum saya jawab," tuturnya
Gilang menerangkan Syahroni kembali menghubungi untuk datang bertemu dengan Agus BN di rumah Zainudin Hasan di Jalan Bani Hasan.
"Disana saya dikenalkan bahwa saya masuk PAN, setelah itu saya ngobrol singkat dengan mengenalkan ke Zainudin Hasan," bebernya.
Dari perkenalan itu, Gilang mengaku mendapat tawaran paket proyek dari Agus BN sebesar Rp 50 miliar.
"Tapi turun jadi Rp 25 miliar, dan untuk koordinasi awal saya diminta setor lima persen oleh pak Anjar Asmara (Mantan Kadis PUPR 2018), tapi saya keberatan dan ditengahi oleh pak Agus BN jadi 2 persen, lalu saya setorkan Rp 400 juta kepada Sopir Syahroni," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan delapan saksi dalam sidang lanjutan perkara suap fee proyek Lampung Selatan jilid II.
Persidangan yang digelar secara telekonfrensi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (31/3/2021), diagendakan keterangan saksi.
Adapun saksi yang dihadirkan ada delapan orang dari unsur swasta dan juga legislatif.
Delapan saksi tersebut yakni, Gilang Ramadhan mantan terpidana suap fee proyek atau mantan Direktur PT Prabu Sungai Andala.
Kemudian Rusman Effendi Direktur CV Bekas Abadi, Ahmad Bastian Anggota DPR RI, Tulus Martin Direktur PT Aya Pujian.
Lalu Hartawan Direktur CV Taji Malela, Syaifullah Direktur CV Delima Jaya, Erwan Effendi Direktur PT Bumi Lampung Persada dan Tedi Arifat alias Aat Komisaris PT Bumi Lampung persada
Kedelapan saksi ini diperiksa secara bersamaan.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Negeri Tanjungkarang akhirnya menggelar sidang perkara suap fee proyek Lampung Selatan babak kedua, Kamis (25/2/2021).
Sidang ini merupakan lanjutan perkara suap fee proyek yang telah menjerat mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan, mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara serta mantan Anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho.
Ketiganya telah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang pada medio 2019 dan tengah menjalani masa pidananya.
Sementara kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa dua terdakwa pejabat teras di Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.
Keduanya dijerat lantaran diduga telah mengumpulkan dan mengalirkan sejumlah uang hasil komitmen fee dari rekanan kepada mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan pada tahun 2016-2017.
Keduanya yakni Hermansyah Hamidi (59) warga jalan Cut Nyak Dien Kota Bandar Lampung dan Syahroni (48) Jalan Pramuka Rajabasa Bandar Lampung.
Hermansyah Hamidi sendiri terakhir menjabat sebagai Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Kabupaten Lampung Selatan.
Namun saat tahun 2016, terdakwa Hermansyah menjabat sebagai pelaksana tugas Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan dan baru menjabat definitif tahun 2017.
Sedangkan Syahroni menjabat sebagai Kadis PUPR Lampung Selatan yang mana pada saat terjadinya dugaan korupsi tersebut tahun 2016 yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Keuangan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan.
Lalu pada tahun 2017, terdakwa Syahroni menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Bina Program Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan dan pertengahan di tahun yang sama sebagai Kepala Bidang (Kabid) Pengairan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan.
Atas perbuatan mengumpulkan dan mengalirkan komitmen fee proyek pada tahun 2016 dan 2017 keduanya didakwakan pasal 12 huruf a dan pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. ( Tribunlampung.co.id / Hanif Mustafa )