Kasus Suap Lampung Tengah
Bunyana Merasa Diperalat karena Mustafa Adiknya: Padahal Saya Sudah Mempertaruhkan Nyawa
Mantan anggota DPRD Lampung Tengah Bunyana merasa diperalat dalam proses ketok palu pengesahan APBD 2018.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Mantan anggota DPRD Lampung Tengah Bunyana merasa diperalat dalam proses ketok palu pengesahan APBD 2018.
Pasalnya, saat itu Mustafa yang notabene adalah adik kandungnya menjabat sebagai Bupati Lampung Tengah.
Hal ini diakui Bunyana saat memberi keterangan tanpa disumpah dalam sidang perkara dugaan suap dan gratifikasi eks Bupati Lampung Tengah Mustafa di PN Tanjungkarang, Bandar Lampung, Kamis (22/4/2021).
Bunyana mengatakan, adanya fee dalam proses ketok palu DPRD atas APBD 2018 bermula dari rencana mengajukan pinjaman ke PT SMI.
"Rencana awal yang dipinjam Rp 500 miliar, tetapi disetujui Rp 300 miliar karena PAD Lamteng tidak bisa membayar Rp 500 miliar," ujarnya.
Bunyana menuturkan, saat itu ada yang setuju dan tidak hingga akhirnya ada permintaan uang.
"Ada (permintaan uang). Tapi saya kurang tahu karena saya bukan unsur pimpinan, dan Natalis Sinaga (Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah) menghubungi saya agar bisa bertemu dengan Mustafa. Tetapi saya tak tahu apa isi pertemuannya," beber Bunyana.
Setelah pertemuan kemudian berlangsung rapat paripurna pengesahan APBD 2018 dan setiap anggota mendapatkan uang.
"Jadi saya diperintahkan oleh Ketua Natalis untuk mengambil sejumlah uang yang peruntukkan bagi seluruh dewan di Lampung Tengah sesuai dengan porsi masing-masing partai, dan uang diantar oleh Saudara Erwin Mursalin, ajudan Mustafa," sebut Bunyana.
Bunyana menjelaskan, uang yang diserahkan sebesar Rp 2 miliar di Rumah Makan Mbok Wito, Bandar Lampung.
"Uang itu diberikan ke sopir saya, Dahrizal. Setelah itu dibawa ke Lampung Tengah dan saya lupa," bebernya.
JPU KPK Taufiq Ibnugroho pun membacakan BAP agar Bunyana mengingat lagi keterangannya.
"Saya sampaikan kardus itu berisi proposal. Kemudian saya suruh Dahrizal pergi jauh-jauh membawa uang satu kardus beserta mobilnya, karena saya takut terjaring KPK, dan ada perintah Natalis Sinaga untuk menunggu aman," ujar JPU KPK Taufiq Ibnugroho membacakan BAP.
"Beberapa hari kemudian saya dihubungi oleh Natalis, untuk menghubungi Dahrizal dan segera mengantarkan uangnya. Lalu saya telepon Dahrizal untuk membawa uang itu. Saya sampaikan lagi, jangan dibuka-buka kardus itu karena itu proposal, dan Dahrizal mengiyakan. Setelah menyerahkan kardus itu ke sopir Sugiri, lalu kunci mobil Innova putih diserahkan ke saya," imbuh JPU.
Taufiq Ibnugroho pun menanyakan dari penyerahan apakah Bunyana mendapatkan uang.
"Saya dapat Rp 30 juta dari Mukadang. Awalnya saya sempat kecewa karena saya memperjuangkan uang Rp 2 miliar. Padahal situasi saat itu sangat genting, dan saya merasa dimanfaatkan karena saya dekat dengan Mustafa, adik saya," jawab Bunyana.
Bunyana pun langsung menemui Roni Ahwadi yang masih satu fraksi untuk menyampaikan rasa kecewanya.
"Karena saya itungannya dapat segitu, semestinya Rp 45 juta. Padahal saya sudah mempertaruhkan nyawa saya," katanya.
"Oh, sampai Anda bilang di BAP ini, ‘Tega sekali kau. Saya sudah mengurusi berhari-hari malah seperti ini kepada perempuan," sahut Taufiq Ibnugroho.
Taufiq Ibnugroho pun mempertegas lagi keterangan Bunyana dengan membacakan BAP.
"Jadi uang Rp 30 juta saya kembalikan ke Mukadang dengan harapan ada tambahan dari Roni. Setelah gak ada tambahan, saya ambil lagi uang itu ke DPRD Lamteng," kata Taufiq.
Taufiq kembali membacakan BAP terkait penerimaan uang ketok palu APBD 2017 bahwa menerima uang Rp 800 juta dari Erwin Mursalim, orang suruhan Mustafa.
"Jadi saat itu di jalan tiba-tiba ada titipan, diberi ransel. Soalnya tidak ada pembicaraan. Dan tiba-tiba Natalis menghubungi. Uang itu dibagikan kawan-kawan," tandasnya. ( Tribunlampung.co.id / Hanif Mustafa )