Bandar Lampung
Kisah 5 Mahasiwa Itera Bawa Limbah Udang ke Rising Star Agrifood Innovation Challenges 2021
Itera menjadi salah satu wakil Indonesia sebagai Superstar Team dalam ajang Rising Star Agrifood Innovation Challenges 2021 pada Agustus mendatang.
Penulis: sulis setia markhamah | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Lima mahasiswa Teknologi Pangan dan Teknik Material Institut Teknologi Sumatera (Itera) menjadi salah satu wakil Indonesia sebagai Superstar Team dalam ajang Rising Star Agrifood Innovation Challenges 2021 pada Agustus mendatang.
Mereka adalah Zayna Sayyida Ulya, Ichsan Rafi Alamsyah dan Imam Nur Arifin dari Program Studi Teknologi Pangan, serta M Arsy Aqilla Putra R dan Daniel Christoper Munthe dari Prodi Teknik Material.
Melalui gagasan pemanfaatan limbah kulit udang jadi penyedap makanan ramah lingkungan, saat ini tim mahasiswa Itera yang mengusung nama Wastera (waste/ limbah dan tera / Itera) ini tengah mempersiapkan diri untuk presentasi gagasan pada Agustus 2021.
Ketua tim Wastera Zayna Sayyida Ulya menceritakan, ide pengolahan limbah kulit udang ini bermula dari keresahan yang dialaminya.
Baca juga: Tes CPNS dan P3K 2021 Metro Digelar di Itera
"Saya tinggal di daerah dekat pantai dan banyak tambak udang di Lampung Timur. Di sana saya melihat banyak bagian udang yang dibuang dan tidak dimanfaatkan, terkhususnya bagian kulit, kepala, dan ekor," ujar Zayna melalui WhatsApp, Kamis (8/7/2021).
Zayna mengaku sedang berada di Lampung Timur bersama timnya untuk mengambil limbah udang.
Melihat kondisi tersebut, perempuan berhijab itu mencoba mencari tahu kandungan apa saja yang ada di dalam limbah udang.
"Ternyata limbah kulit dan kepala udang mengandung asam glutamat yang bisa dijadikan bahan baku pembuatan penyedap rasa," beber perempuan kelahiran Labuhan Maringgai, Lampung Timur, 18 Juni 2001 ini.
Akhirnya ia bersama tim mencoba membawa ide ini untuk mengikuti kompetisi Rising Star Agrifood Innovation Challenges yang didukung oleh Thought for Food (TFF) Foundation Global.
Baca juga: 2.971 Calon Mahasiswa Lolos SBMPTN 2021 di Itera
Kompetisi yang secara eksklusif dihidupkan oleh Indonesia, Malaysia, dan Thailand Growth Triangle University Network (IMT-GT UNINET) dan Green Growth Asia Foundation (GGAF), dan didukung TFF Foundation Global.
"Kompetisi ditujukan untuk mengumpulkan ide dan inovasi terkait pengembangan solusi dari tantangan mendesak mengenai sektor pertanian dan pangan yang ada di dunia," ungkapnya.
"Kemudian kami lolos menjadi salah satu tim superstar dari Indonesia yang akan melaju ke tahap selanjutnya di bulan Agustus 2021," jelas mahasiswi Teknologi Pangan semester 4 itu.
Terkait pengolahan limbah kulit udang menjadi penyedap makanan, dijelaskan Zayna, dimana limbah kulit udang yang mengandung asam glutamat kurang lebih 30 persen, berfungsi sebagai komponen utama penyedap rasa.
"Limbah yang didapat dibersihkan kemudian dikeringkan dan dihaluskan. Lalu dicampurkan dengan rempah-rempah tambahan," urainya.
Ide ini juga bertujuan untuk mengurangi kenaikan angka food loss (sampah makanan) di Indonesia dan berperan dalam mengurangi pencemaran lingkungan.
“Ide produk juga untuk mengurangi kekhawatiran masyarakat terhadap pandangan negatif dari penggunaan penyedap rasa. Kini di pasaran sudah ada penyedap rasa yang 100 persen tanpa campuran komponen buatan. Harapannya kami bisa turut berkontribusi,” ujar Zayna.
“Semoga apa yang kami coba gagas dan lakukan dapat menginspirasi masyarakat luas untuk terus melihat potensi yang ada pada limbah, sehingga bisa dimanfaatkan menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah,” imbuhnya.
Tim Wastera M Arsy Aqilla Putra R menambahkan, saat ini mereka tengah mematangkan persiapan untuk presentasi gagasan.
Bahkan akan mendapatkan mentoring langsung dari Founder Thought For Food pada 14 Juli mendatang.
Rencananya, tim Wastera kembali melakukan eksperimen pada Senin (12/7/2021) mendatang.
Percobaan terus dilakukan untuk mendapatkan formula penyedap rasa yang pas.
"Kami masih terus mematangkan persiapan untuk finalisasi produk agar segera launching dan menunggu pengumuman tahap selanjutnya dari penyelenggara kompetisi," beber pria kelahiran Denpasar, 20 Oktober 2001 itu.
Salah satu hambatan dan tantangannya diakuinya adalah keterbatasan sarana dan prasarana serta waktu kerja tim yang terbatas.
"Tapi apa pun itu tidak menjadi alasan bagi kami," tambahnya.
Ada 2 tim lainnya dari Indonesia selain Tim Wastera, yaitu dari Universitas Syiah Kuala dan tim campuran dari beberapa kampus.
Ia mengaku tidak tahu persis berapa jumlah peserta dari Indonesia yang submit mengikuti ajang ini di tahap awal Juni 2021 lalu.
The Rising Star Agri-Food Innovation Challenges adalah kompetisi yang secara eksklusif dihidupkan oleh Indonesia, Malaysia, dan Thailand Growth Triangle University Network (IMT-GT UNINET) dan Green Growth Asia Foundation (GGAF), didukung Thought For Food (TFF) Foundation global.
Kompetisi Rising Star Agrifood Innovation Challenge 2021 memperebutkan hadiah sebesar 5.000 dolar AS untuk juara pertama dan 2.500 dolar AS untuk peringkat kedua.
Dosen Program Studi Teknologi Pangan Itera Ilham Marvie mengatakan, pihaknya terus melakukan pendampingan kepada tim Wastera terkait persiapan presentasi.
"Nantinya tim Indonesia akan bertemu dengan 4 tim dari Malaysia dan 3 tim dari Thailand. Selain menunggu tim lainnya yang saat ini masih proses seleksi tahap 2," jelas Marvie.
Pihak Itera sendiri berharap penyedap makanan ini ke depannya bisa masuk dunia industri untuk dipergunakan sebagai bumbu pengganti.
"Termasuk bisa dikembangkan masyarakat di daerah Lamtim untuk mengolah limbah menjadi produk bermanfaat," tambah dia.