Bandar Lampung
Pedagang Minyak Goreng Kaget, Pemerintah Bakal Larang Peredaran Minyak Curah Mulai 1 Januari 2022
Para pedagang di Bandar Lampung mengaku kaget terkait kebijakan pemerintah melarang peredaran minyak goreng curah mulai 1 Januari 2022.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Para pedagang di Bandar Lampung mengaku kaget terkait kebijakan pemerintah melarang peredaran minyak goreng curah mulai 1 Januari 2022.
Meski begitu para pedagang mengaku siap mengikuti kebijakan tersebut.
Informasi terkait pelarangan ini disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, pada 24 November lalu.
Ia mengatakan, kebijakan tersebut ditempuh untuk mengantisipasi adanya lonjakan harga pada komoditas minyak goreng.
Sebab, minyak goreng curah tergantung harga crude palm oil (CPO).
Baca juga: Harga Minyak Goreng Kemasan di Bandar Lampung Naik Hingga Rp 37 Ribu
Ketika CPO naik, minyak goreng curah langsung naik.
Selain itu menurut Oke, minyak goreng kemasan bersifat bisa disimpan untuk jangka panjang, maka harganya relatif terkendali.
Mengetahui kabar pelarangan ini, Sasa, seorang pedagang di Bandar Lampung mengaku kaget sebab minyak goreng curah masih diminati masyarakat.
"Biasanya sih yang beli pedagang minyak-minyak curah. Minyak curah ini relatif stabil harganya. Turun naiknya tidak jauh. Saat ini satu kilogram minyak goreng curah sekitar Rp 20 ribuan," kata dia, Jumat (26/11/2021).
Parno, pedagang lainnya mengaku belum tahu dengan kebijakan tersebut.
Baca juga: Harga Minyak Goreng di Beberapa Pasar di Bandar Lampung Alami Kenaikan
Namun ia menyatakan siap mengikuti mekanisme pasar dengan catatan semua pedagang mematuhinya.
"Ya kalau memang tidak dibolehkan kita ngikut saja. Yang penting kalau tidak boleh, ya semua tidak boleh dagang. Kita takut kalau memang ga boleh, tapi nanti ada aja yang jual. Intinya adil lah," kata dia.
Sementara Sukar, pedagang minyak curah di Pasar Pasir Gintung mengatakan, pihaknya siap mengikuti kebijakan pemerintah pusat.
"Kalau kita nurut saja dan kalaupun harus menjual minyak kemasan juga tidak apa-apa, " kata Sukar.
Menurut dia, penjualan minyak curah dan kemasan seimbang.
Ia pun berharap, jika minyak curah tak dijual lagi maka stok minyak goreng kemasan banyak dan distribusinya tak tersendat.
Selain itu, harganya terjangkau.
Pengguna Setuju
Seorang pembeli minyak kemasan yang juga penjual nasi goreng Yantabas mengatakan, idealnya minyak curah memang tidak dijual lagi.
Karena sangat membahayakan kesehatan masyarakat.
"Saya jualan nasi goreng di Jalan Pajajaran Pulau Buton memang tidak pernah pakai minyak yang curah, takut saya itu pakai minyak curah membahayakan kesehatan pembeli," kata Yantabas, Jumat.
Menurut dia, meski minyak kemasan sedikit mahal dari pada eceran, namun kualitasnya terjamin bagi kesehatan.
"Rasa nasi goreng yang dibuat juga berbeda jika memakai minyak goreng kemasan. Rasanya lebih enak. Kita hanya berharap, harga minyak kemasan itu nantinya tidak mahal," jelas dia.
Stabilisasi Harga
Sementara itu Kabid Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Lampung M Zimmi Skil mengatakan, kebijakan terkait pelarangan peredaran minyak goreng curah ini belum ada turunannya.
Namun akan ada persentase peruntukannya yakni 60 persen untuk minyak kemasan sederhana dan 40 curah.
"Belum ada breakdown-nya, jadi saya belum berani ngomong. Kalau dari sisi Disperindag, itu sangat membantu sekali dalam rangka stabilisasi harga," kata Zimmi.
Sebab, HET atau harga eceran tertinggi minyak kemasan diatur.
"Dengan adanya HET, maka diharapkan tidak ada spekulan yang menimbun minyak goreng tersebut. Sebab, jika ada orang yang menjual minyak goreng melebihi HET maka akan diproses," bebernya.
Saat ini HET minyak goreng kemasan sederhana 1 liter yakni Rp 11 ribu.
Terkait harga minyak goreng kemasan yang saat ini sedang mahal, ia mengatakan karena biaya produksi sedang naik.
Permintaan Tinggi
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan menjelaskan, saat ini tingkat kebutuhan minyak goreng curah sangat tinggi.
Kemendag mencatat kebutuhan akan minyak goreng curah 5 juta liter dalam setahun.
Sementara jumlah produksinya mencapai 9,5 juta.
"Memang kalau kita gabungkan kebutuhan minyak goreng curah untuk kebutuhan rumah tangga dan industri itu kita masih mengizinkan untuk diedarkan mendekati 67 persen," kata Oke.
Menurut Oke, hanya ada 2 negara yang sampai saat ini masih mengedarkan minyak goreng curah yaitu Bangladesh dan Indonesia.
"Sehingga nanti, ketika CPO naik itu tidak langsung berdampak pada harga karena nantinya minyak goreng kemasan harganya masih terkendali," ucap Oke.
(Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra/V Soma Ferrer/tribun network)