Muktamar NU

Komisi Bahtsul Masail Akan Bahas 3 Hal dalam Muktamar ke-34 NU di Lampung

Komisi Bahtsul Masail Maudhu’iyah akan membahas tiga masalah dalam gelaran Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) 23-25 Desember 2021.

Penulis: kiki adipratama | Editor: Reny Fitriani
Screenshot NU Online 
Ketua Komisi Bahtsul Masail Diniyyah Maudluiyyah, KH Moqsith Gazali (tengah). Komisi Bahtsul Masail akan bahas 3 hal dalam Muktamar ke-34 NU di Lampung. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG - Komisi Bahtsul Masail Maudhu’iyah akan membahas tiga masalah dalam gelaran Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) 23-25 Desember 2021.

Ketiga itu adalah pandangan fikih terhadap Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ), kedaulatan rakyat atas tanah, dan badan hukum.

"Setelah rapat lintas komisi dengan steering committee (SC), maka kami menyepakati ada tiga masail fiqhiyah maudhu’iyah (masalah fikih tematik) yang akan diangkat dalam Muktamar NU. Dari pagi kita sudah membahas dan disepakati ada tiga masalah,” kata Ketua Komisi Bahtsul Masail Maudhu’iyah KH Abdul Moqsith Ghazali dilansir dari NU Online, Sabtu (11/12/2021).

Dia menjelaskan, pembahasan ODGJ ini tidak datang secara tiba-tiba.

Sebab di dalam Munas NU 2017 di Nusa Tenggara Barat juga sudah dibicarakan mengenai pandangan fikih Islam terhadap kaum difabel atau disabilitas. 

"Ini penting dibahas karena ODGJ dari segi kuantitas jumalah cukup banyak. Ada yang memperkirakan jumlahnya sampai lima juta orang di Indonesia. Belum ditambah dengan orang yang disebut dengan difabel,” kata Abdul Moqsith.

Pembahasan kedua yang akan dibahas adalah soal kedaulatan rakyat atas tanah.

Komisi Bahtsul Masail Maudhu’iyah Muktamar NU akan membahas mengenai pandangan Islam tentang tanah dan konsep kepemilikannya. 

"Kita tahu, hak warga negara terhadap tanah itu bagian dari washilah (jembatan) untuk terciptanya hak asasi manusia. Karena tanah itu bukan hanya berfungsi secara ekonomi, tempat kita mencari nafkah, tetapi dia juga berfungsi secara sosial,” terang Kiai Moqsith.   

Bahkan dalam pandangan Islam, tanah itu berfungsi sebagai tempat untuk beribadah.

Baca juga: Silaturahmi Tribun Lampung dan NU, Ketua PWNU Lampung Bahas Rencana Muktamar

Kiai Moqsith menjelaskan bahwa di dalam kitab-kitab fikih disebutkan ju’ilat liyal ardhu masjidan. Artinya, Allah menciptakan tanah untuk tempat bersujud.   

“Tetapi ada banyak warga negara yang tidak punya tanah sekalipun 1x2 meter persegi. Kita penting untuk berbicara ini, di saat ada warga negara lain atau individu lain di dalam satu negara yang memiliki jutaan hektare tanah,” katanya. 

Sementara masalah ketiga yang akan dibahas adalah soal badan hukum.

Kiai Moqsith menerangkan, di dalam fikih Islam yang disebut sebagai subjek hukum adalah individu, bukan badan hukum.  

“Individu yang shalat, individu yang berpuasa, berzakat, berhaji. Di dalam masyarakat modern sekarang ada yang disebut organisasi dan badan hukum atau perusahaan,” jelasnya.

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved